Ini sebuah pengalaman kecil menemukan Tuhan dalam pendakian Gunung Ungaran, pada Minggu, 15 September 2024 pagi bersama Sesawiers (anggota Paguyuban Sesawi)…🙏🥰😊🙏
Ada proses dalam perjalanan mendaki Gunung Ungaran kali ini yang saya rasakan. Awalnya tidak yakin apakah saya bisa naik sampai ke puncak. Sebelum berangkat, saya berdoa, pasrah pada Tuhan dan mohon kekuatan.
Dan mulailah perjalanan dini hari itu (2.00 WIB) bersama kurang lebih 15 teman. Awalnya sih penuh semangat. Di Pos Pendaftaran, satu orang batal naik. Perjalanan berlanjut. Namun, sebelum pos dua, Mas Damar akhirnya harus membatalkan meneruskan perjalanan karena harus menemani Hannah, si bungsu. Sepatunya copot solnya. Ini bisa bahaya kalau diteruskan.
Di titik ini, saya sempat khawatir masih mau lanjut nggak ya. Masa gak bareng-bareng..ga asik niih… Rasa ragu itu muncul lagi dan bertanya dalam hati, sanggup ga yaaa? Untung, tekad masih menyala. Puncak masih jauh, aku harus sampai Puncak Botak. Masa sih baru sampai seperempat perjalanan. Eeeh belum ada seperemat ya, sudah menyerah? Aku yakin Tuhan pasti menyertaiku dan teman-teman dalam perjalanan ini..
Refleksi ini saya buat singkat aja ya? Begini. Saya merasa perjalanan mendaki ini membuat saya menemukan Tuhan. Justru ketika saya dalam berada pada kondisi tubuh yang sangat lelah. saat kaki rasanya sudah tidak mau mengikuti perintah otak untuk melangkah, dan ketika rasa lelah itu sudah berada di kondisi yang tidak bisa ditolerir lagi. Saya sempat bertanya dengan jengkel, kok gak sampai-sampai ke Puncak Botak ya, yang katanya tingginya 2050 MDPL itu? Dorongan untuk menyerah, terkalahkan oleh tekad dari dalam diri, yang saya rasa itu adalah rahmat Tuhan sendiri. Ya, rahmat Tuhan itu tentu saja Tuhan sendiri yang hadir. Hingga akhirnya saya bisa sampai puncak. Hore!
Tuhan juga saya temukan ketika perjalanan turun. Di hati, saya sudah mulai panik “Waduuh turunnya gimana ini, jalan berbatu, turunan licin, debu tanah kering beterbangan. Masih ditambah rasa khawatir karena saat turun mesti mendampingi si sulung, Evan. Kaki si kakak ini pernah patah sehingga saya, sebagai orang tua, secara otomatis mesti ekstra melindungi si kakak.
Tapi, dalam kekhawatiran ini, Tuhan hadir melalui teman-teman Sesawi yang menemani dengan sabar dalam perjalanan turun gunung di siang itu. Terima kasih Mas Abdi, Mas Yoyok, dan Mbak Wulan yang menemani kami sampai di bawah dengan selamat.
Sungguh perjalanan mendaki yang tak akan terlupakan karena saya merasa mendaki bersama Tuhan dalam setiap langkah .
Terima kasih Tuhan 🙏
tahun depan naik gunung lagi ya
Keren Mba Lisa, thank you refleksinya