By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inigo WayInigo WayInigo Way
Notification Show More
Font ResizerAa
  • Home
  • IGNASIANA
    IGNASIANA
    Segala hal tentang spiritualitas ignasia
    Show More
    Top News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    9 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    9 months ago
    Tidak Ada Kata Musuh dalam Kamus Tuhan
    9 months ago
    Latest News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    9 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    7 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    9 months ago
    Paus Tiba di Indonesia dalam Suasana Sederhana
    9 months ago
  • IDEA
    IDEAShow More
    Komunikasi yang Menyatukan di Dunia yang Terluka
    18 hours ago
    Jiwa Pemberontak dan Jiwa Damai
    1 day ago
    Membangun Peradaban Kasih di Dunia yang Terpecah
    2 days ago
    Para Murid Tidak Ditinggal untuk Meratapi, Namun Dipenuhi dengan Janji
    4 days ago
    Dalam Ketenangan Roh: Ketika Kebenaran Menyentuh Hati Dunia
    5 days ago
  • GEREJA SEMESTA
    GEREJA SEMESTAShow More
    Spiritualitas Komunikasi: Gereja Dipanggil untuk Hidup dalam Keterbukaan
    15 hours ago
    Christus Vivit dan Jalan Kekudusan Kaum Muda: Carlo Acutis Ikon Iman Milenial
    4 days ago
    Leading with Love: Kepemimpinan Santa Monika untuk Generasi Pencari Makna
    4 days ago
    Kepemimpinan Diri: Belajar dari Santo Yosef tentang Emosi dan Kasih
    4 days ago
    Separuh Jubah yang Mengubah Sejarah: Kepemimpinan Santo Martinus dari Tours
    5 days ago
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
    • SBS
    KOMUNITAS
    Show More
    Top News
    Di Gunung Ungaran, Saya Menemukan Tuhan
    2 weeks ago
    Refleksi Atas Retret Sesawi 2024 di Klaten
    2 weeks ago
    Pertemuan Bapa Suci dengan Anggota Serikat Yesus, Hangat dan Menggembirakan
    2 weeks ago
    Latest News
    Leading with Love: Kepemimpinan Santa Monika untuk Generasi Pencari Makna
    4 days ago
    Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat
    1 week ago
    Nyadran ke Negeri Belanda
    2 weeks ago
    STP St. Bonaventura: Dies Natalis ke-19 di Jalan Menuju Damsyik, Menjadi Peziarah Pengharapan di Tengah Dunia
    2 weeks ago
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
  • KOLOM PENDIDIKAN
    KOLOM PENDIDIKAN
    Show More
    Top News
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    2 weeks ago
    Latest News
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    2 weeks ago
Reading: Paus Fransiskus Sedekat Itu
Share
Font ResizerAa
Inigo WayInigo Way
  • IGNASIANA
  • IDEA
  • GEREJA SEMESTA
  • YAYASAN SESAWI
  • STP BONAVENTURA
  • KOLOM PENDIDIKAN
Search
  • Home
  • GEREJA SEMESTA
    • Ajaran Gereja
    • Paus
    • Sejarah Gereja
    • Tradisi Gereja
  • IDEA
    • Homili
    • Refleksi
    • Renungan
    • Syair
  • IGNASIANA
    • Latihan Rohani
    • Riwayat Ignatius
    • Sahabat Ignatius
    • Surat-surat Ignatius
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inigo Way Network. Sesawi Foundation. All Rights Reserved.
Inigo Way > Petrus Faber > IDEA > Refleksi > Paus Fransiskus Sedekat Itu
IDEARefleksi

Paus Fransiskus Sedekat Itu

Proses bisa ketemu Paus Fransiskus dalam jarak superdekat ini masih misterius bagi saya. Saya harusnya tidak di tempat itu. Sepotong peristiwa iman yang tak bakal dilupakan.

Santiago
Last updated: September 17, 2024 10:09 am
By Santiago 9 months ago
Share
12 Min Read
SHARE

Depan lobi kantor KWI masih menyimpan tanda tanya hingga saat ini. Sebuah peristiwa tak masuk di akal. Saya berdiri di depan lobi bersama uskup-uskup yang jadi among tamu menyambut Paus Fransiskus. Di situ, saya bisa melihat dan menyapa Paus Fransiskus dalam jarak sangat dekat.

Kenapa saya bisa di situ? Misterius bagi saya. Jadi begini. Saya mengidolakan Jose Mario Bergoglio — nama asli Paus Fransiskus– sejak ia terpilih menjadi paus. Sederhana, murah senyum, progresif, dan tentunya Jesuit. Dengar ia mau ke Indonesia, saya bertekad menemuinya. Dua kali saya bermimpi ketemu dirinya. Segitunya.

Bagaimana bisa ketemu? Kuota ikut misa di GBK dari jatah paroki habis. Begitu ada info kuota ditambah tapi di Stadion Madya, saya buru-buru daftar. Berhasil. Tak lama, komite media kunjungan Paus membuka akreditasi media. Saya girang karena jalur media menurut saya lebih membuka lebar kesempatan bertemu Paus. Optimis lolos akreditasi, saya lepaskan jatah di Stadion Madya itu.

foto di depan mobil yang digunakan Paus Fransiskus bernomor polisi scv 1. sumber foto: Sigit Kurniawan

Tak lama, panitia umumkan hasil akreditasi. Saya lolos. Girang bukan main. Selang beberapa hari semua jurnalis, baik nasional dan internasional, disuruh ke kantor KWI untuk ambil media pass (ID khusus).

Cobaan pertama datang. Ternyata, ID media yang saya terima cuma bisa mengakses satu tempat di KWI. Itu pun bukan tempat pertemuan dengan Paus, melainkan hanya ruangan media center yang letaknya berbeda lantai dari ruang pertemuan dengan Paus. Arti lain, saya juga tak bisa meliput Paus di Istiqlal, katedral, istana, dan lainnya. Di media center, saya hanya bisa menyaksikan streaming acara Paus dari sebuah unit TV. Kalau begini, di rumah juga saya bisa melakukannya.

Parahnya lagi, ID itu tak bisa saya pakai untuk mengakses GBK yang artinya saya tak bisa mengikuti misa Paus. Saya jurnalis Katolik, meliput Paus tapi tak bisa ikut misa dan terima komuni dari Paus itu sama saja bohong. Saya konfirmasi ke panitia dan benar saya tak bisa akses GBK dan venue selain media center KWI. Panitia sedikit memberi secuil harapan bahwa kalau kuota di GBK ternyata masih ada sisa saya akan dikabari. Benar-benar cilaka!

Malam Patah Hati

Malam pascaterima ID itu, jiwa saya gundah gulana. Krisis rohani. Saya protes ke Tuhan karena telah PHP. Upaya bisa misa bersama Paus sia-sia. Sampai dini hari, saya tak bisa tidur.

Saya benar-benar patah hati dengan Tuhan.

Pukul empat pagi, dengan sisa harapan dan rasa kantuk, ada dorongan untuk berdoa rosario. Siapa tahu Maria memberi pertolongan dengan mendatangkan keajaiban, meski rasanya tak mungkin.

Esok harinya, semua jurnalis diundang ke kantor KWI untuk konferensi pers. Hati saya masih lesu sepanjang konferensi itu. Namun, muncul dorongan hati agar tak tertawan kegagalan. Saya menghubungi komite media lagi. Berusaha agar bisa akses misa di GBK. Tak bisa akses di tempat lain tak masalah — karena komite media tampaknya cukup kerepotan memplot 700-an jurnalis yang terdaftar. Tapi kalau tak bisa ikut misa rasanya tak rela.

Para uskup yang bertugas sebagai among tamu di depan lobi kantor KWI Jakarta. saya berdiri persis di depan mereka. foto: Sigit Kurniawan

Pesan saya tak ada balasan. Lama dan bikin was-was. Dan, panitia akhirnya balas pesan saya. Saya diminta menemuinya usai konferensi. Teng-teng, saya dapat akses tambahan ke GBK. ID media saya ditempeli stiker warna oranye, tanda saya bisa akses misa di GBK. Hati melambung bungah. Rasanya mau sujud syukur. Maria mendengarkan doa saya.

Dengan tambahan stiker tadi, saya bisa akses dua venue: media center KWI dan GBK. Lebih mendingan karena paling penting saya bisa ikut misa, menerima komuni, sekaligus berkat dari Paus Fransiskus. Termasuk bila saya bisa melihat Paus hanya dari kejauhan.

selfie bareng para uskup yang jadi among tamu di depan lobi KWI, siap menyambut kedatangan paus yang meluncur dari Masjid Istiqlal. Foto: Sigit Kurniawan

Namun, cobaan kedua tiba. Dini hari, pukul empat pagi, di hari pertemuan di KWI dan misa di GBK digelar, saya dapat whatsapp dari panitia. Saya untungnya terbangun. Pesan itu intinya, jurnalis yang terima whatsapp itu dapat akses ke pertemuan Paus dengan lembaga amal di KWI di lantai delapan pagi itu. Diminta menukarkan ID media dengan ID Panitia KWI yang bisa akses ke dalam ruang pertemuan dengan Paus. Sontak saya girang bukan kepalang, sempat mrebes mili.

Pagi itu, saya langsung mandi. Siapkan perangkat liputan. Saya bawa dua busana: batik buat ketemu Paus di KWI dan kaos buat misa di GBK setelah pertemuan di KWI. Pukul tujuh pagi harus sampai di sana karena ada screening paspampres.

Sampai di kantor KWI, “bencana” muncul lagi. Panitia tetap melarang saya ikut masuk ke dalam pertemuan dengan Paus. ID saya tak bisa ditukar. Saya menunjukkan whatsapp panitia. Tapi nihil. Saya hanya bisa masuk media center dan tak ikut pertemuan Paus. Saya merasa kena PHP lagi. Kecewa. Padahal saya sudah pakai batik lengan panjang.

Kepalang tanggung, saya naik ke lantai empat buat ngadem di media center. Di sana, beberapa jurnalis yang bernasib sama duduk-duduk sembari menyeruput kopi dan makan kudapan yang disediakan panitia. Setelah ngopi, saya memutuskan turun ke bawah karena bertahan di media center artinya tak dapat apa-apa. Malah saya berniat langsung ke GBK atau ikut warga yang menyambut Paus di pinggir jalan. Saya pun melepas pakaian batik saya dan menggantinya dengan kaos putih bergambar Paus Fransiskus yang saya beli di Tokopedia.

Selfie bareng seorang pasukan elit Vatikan atau Garda Swiss yang berjaga di depan lobi kantor KWI. Murah senyum, berbeda dengan paspampres Indonesia. Foto: Sigit Kurniawan

Di halaman bawah gedung KWI, dekat pos satpam, beberapa wartawan sudah berkumpul di sana. Menanti Paus usai acara di Istiqlal. Saya ikut di kerumunan wartawan itu. Hati masih kecewa. Ingin segera meninggalkan gedung itu.

Saat berada di situ sembari menahan lapar karena belum sarapan, tiba-tiba seorang perempuan berkaos hitam, berhijab, berkalung ID Panitia KWI mencolek saya. Saya tak kenal perempuan itu. “Mas, yuk ikut saya. Mas pindah tempat saja ke lobi.” Lalu, ia mengantar saya lewat dalam gedung menuju lobi KWI. Hati saya melongo dan tak percaya. Herannya, cuma saya saja yang ditarik dari kerumunan wartawan itu.

“Mas, tunggu di depan lobi saja.” Saya berdiri depan lobi sebelah kanan. Sebelah kiri, ada uskup-uskup berdiri siap menjadi among tamu. Di kanan, saya ditemani dua fotografer profesional yang jadi dokumentasi resmi panitia.

Sedekat Itu

Saya masih tak percaya. Tak seharusnya saya di depan lobi ini karena ID saya beda sendiri. Semua panitia, termasuk uskup dan dua fotografer tadi  ber-ID R0, sedangkan saya R1. Semua sudah di-screening, siapa berada di mana. Sempat dipertanyakan oleh paspampres Vatikan. Kata seorang panitia, posisi saya memang di situ. Paspampres Vatikan mengerti dan menyuruh saya tak ke mana-mana. Sampai sini, saya masih bingung. Saya merasa ini pelanggaran protokol. Apalagi untuk menyambut kedatangan tokoh dunia yang juga kepala negara Vatikan itu.

Seorang aspampres Indonesia sempat datang dan menyuruh saya dan dua fotografer harus bergeser dari tempat itu. Tapi, paspampres Vatikan justru menyuruh kami tetap berada di tempat. Saya lega. Saya berdoa Salam Maria agar saya tak diusir dari lobi itu sampai Paus datang.

Tatapan Paus Fransiskus yang membakar jiwa. Paus turun dari lantai 8 kantor KWI usai bertemu dengan badan amal. Foto: Sigit Kurniawan

Di lobi, entah kenapa suasana terasa nyaman. Rasanya seperti lagi tugas among tamu di hajatan rumahan saja. Saya sesekali ngobrol dengan para uskup itu. Mgr. Sunarko, Uskup Pangkal Pinang, yang jadi among tamu meminta saya memotretnya bersama para uskup lain. Usai motret mereka, saya ajak mereka selfie. Seorang Garda Swiss atau paspampres Vatikan pun saya ajak selfie. Senyumnya ramah tak seperti paspampres Indonesia. Sampai sini, saya juga masih bingung.

Sampai akhirnya mobil Paus Fransiskus tiba. Persis di depan lobi. Paus turun mobil dan kemudian naik kursi roda. Saya benar-benar tak percaya pemandangan ini. Saya bisa menyambut dan melihat Paus Fransiskus dari jarak sangat dekat. Meski tak bisa salaman, saya bungah sekali melihat senyumannya, tatapannya, dan lambaian tangannya. Di jarak satu meter, saya menjumpainya.

Hati saya sangat terharu. Tapi, terasa ada nyala berkobar-kobar dalam diri saya. Saat Paus naik ke lantai delapan, saya tetap disuruh jaga di bawah oleh Garda Swiss tersebut. Saya ambil kesempatan itu untuk foto di samping mobil Paus. Sementara para wartawan lain masih standby di jarak 20-an meter dari lobi.

Paus turun gedung dan menuju mobil. Saya panggil-panggil namanya. Di mobil, ia menoleh ke arah saya, melempar senyum, sembari melambaikan tangan. Kembali hati saya meleleh haru sekaligus menyala senang.

Pengalaman saya ini mengingatkan akan kisah Injil yang dibacakan di misa Paus di GBK. Yesus meminta Petrus bertolak ke tempat dalam setelah semalaman tak mendapat apa-apa. Karena Yesus menyuruhnya, Petrus menebarkan jala di tempat dalam. Hasilnya, ia menangkap banyak sekali ikan sampai perahunya oleng.

Saya juga merasa ada di masa upaya sia-sia dan tak mendapat apa-apa. Namun, karena ada seorang panitia — perempuan berhijab, berkaos hitam, dan berkalungkan ID panitia — menyuruh saya pindah ke lobi (sebagai gambaran tempat dalam), akhirnya saya mendapatkan Paus. Paus Fransiskus yang selama ini saya rindukan.

Lambaian tangan Paus Fransiskus. Foto: Sigit Kurniawan

Lewat tulisan ini, saya meminta maaf pada komite media. Sungguh, saya berada di lobi itu bukan kehendak saya sendiri. Seandainya saat itu tidak ada seorang panitia — perempuan berkaos hitam, berhijab, dan tak saya kenal — yang menyuruh saya pindah, saya tetap akan di tempat semula. Dan, kemungkinan segera meluncur ke GBK.

Saya sangat bersyukur. Maria memang tak pernah mengecewakan seperti yang sudah-sudah.

Saya hanya meminta satu permohonan: bisa ikut misa Paus Fransiskus dan menerima berkatnya. Namun, Tuhan malah memberi saya sesuatu yang lebih dari itu. Sungguh berkelimpahan.

Sampai tulisan ini dibuat, saya masih bertanya-tanya tentang peristiwa tak masuk akal ini.

— Kebon Jeruk, 8 September 2024, Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria

Catatan: Tulisan ini sudah pernah diunggah di blog personal www.scriboers.com

You Might Also Like

Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast

Karya Tuhan Melampaui Sekat-sekat yang Kita Ciptakan Sendiri

Esensi Cinta Sejati

Perjamuan Itu Tidak Dimulai dengan Kata-kata Agung, Tetapi dengan Tindakan Sederhana: Membasuh Kaki

Tugas yang Melekat pada Semua Pengikut Kristus

TAGGED:paus fransiskus
Share This Article
Facebook Twitter Email Print
Share
By Santiago
Follow:
Seorang jurnalis, penulis receh, dan peziarah Ignasian.
Previous Article Sabtu, 14 September, Pesta Pemuliaan Salib Suci
Next Article Di Gunung Ungaran, Saya Menemukan Tuhan
Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Spiritualitas Komunikasi: Gereja Dipanggil untuk Hidup dalam Keterbukaan
  • Komunikasi yang Menyatukan di Dunia yang Terluka
  • Jiwa Pemberontak dan Jiwa Damai
  • Membangun Peradaban Kasih di Dunia yang Terpecah
  • Para Murid Tidak Ditinggal untuk Meratapi, Namun Dipenuhi dengan Janji

Recent Comments

  1. Eugenius Laluur on Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat
  2. Fidelia on Di Balik Asap Putih, Aku Melihat Diriku
  3. Sintya on Paus Leo XIV: Dari Chicago ke Tahta Suci, Harapan Baru bagi Gereja Katolik
  4. inigoway on Apa Sebenarnya Cincin Nelayan Itu?
  5. Eugenius Laluur on Apa Sebenarnya Cincin Nelayan Itu?
Inigo WayInigo Way
Follow US
© 2024 Inigo Way Network. Member of Yayasan Sesawi and Paguyuban Sesawi. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?