Kegiatan naik gunung (Ungaran) Sesawi pada 15 September 2024 yang diikuti oleh teman-teman sesawi plus dua teman non sesawi (Novan, teman Angkatan Anton di Mertoyudan, dan Yoyok – kakak Wulan) memberi saya konsolasi (penghiburan rohani). Sebenarnya ada banyak aspek yang membuat saya konsolasi seperti misalnya kehadiran Mas Irwan, Sinnewente yang bukan kebetulan sudah bagus (direnovasi) karena tadinya kami mau di Sinnewente trus nggak jadi. Tapi kemudian balik pilih Sinnewente. Nah, ada lagi yang membuat saya konsolasi. Ceritanya di bawah ini.
Ada tiga orang dari angkatan sesawi muda (Hebnu, Totok, dan Lukas) meskipun Hebnu dan Totok sudah usia 40 lebih dan Totok 59 tahun yang ikut naik gunung. Juga ada kedua anak Mas Damar dan Mbak Lisa (Hanah dan Evan yang paling sulung). Hanya Evan yang berhasil sampai puncak, sementara Hanah mengalami kendala sepatu jebol jelang Pos 3. Plus, anaknya Lukas, Namanya Leon, yang masih kelas 3 SD. Evan, Hanah, dan Leon ikut naik gunung.
Ini seperti Tuhan sedang menunjukkan diriNya pada saya. Pasalnya, awal tahun ini, persisnya di Bulan Mei saya gelisah. Tahun ini kepengurusan di Sesawi sebenarnya sudah habis (mestinya bulan September ini). Sayang, saya dan pengurus lain (Damar dan Simon) belum menjalankan program yang diamanatkan oleh Para Pembina – Pak Win, Mas Irwan, dan Pak AW – (terutama Pak Winoto) terkait teman-teman sesawi angkatan muda dan biji sesawi (anak-anak anggota sesawi). Di bulan itu saya berdoa supaya Tuhan menjawab doa saya. Doa saya: Tuhan, program apa yang bisa saya buat untuk mereka?
Dan rupanya, kegiatan naik gunung yang sudah dua kali diselenggarakan ini jawaban dari Tuhan. Ya, lewat naik gunung kali ini, tiga orang dari angkatan muda ikut. Ketiga teman sesawi angkatan muda ini bisa dijadikan jembatan untuk menarik teman-temannya yang lain. Yang lebih menggembirakan, tiga anak sesawi (biji sesawi) ikut juga naik gunung. Tahun lalu, satu anak sesawi, Christin, sudah ikut naik gunung. Ini menggembirakan hati saya. Kegiatan naik gunung bisa dipakai sebagai sarana formasi dan bisa diinjeksi dengan spirit ignasian.
Saya memang sedari SD sudah camping bertiga bersama teman-teman di Boja, lereng Gunung Ungaran. Sejak lepas dari SMP sudah naik Gunung Lawu. Dan senang sekali Ketika di Seminari ada kegiatan naik gunung. Salah satu alasan kenapa saya masuk seminari selain karena pengen jadi romo waktu itu. Dan pas di novisiat beruntungnya, naik gunung juga dijadikan sebagai salah satu sarana Pendidikan.
Di sinilah saya merasa, Tuhan membantu saya menegaskan langkah. Bahwa mendaki gunung merupakan satu cara yang bagus untuk dilestarikan. Refleksi tentang nilai-nilai sudah dibuat Mbak Lisa (judul : Di Gunung Ungaran, Saya menemukan Tuhan ) dan Mbak Wulan (judul : 6 Nilai Penting yang Kutemukan Saat Mendaki Gunung Ungaran Bersama Sesawi). Saya rasa refleksi ini cukup mewakili kami semua. Jadi, kegiatan naik gunung pertengahan September ini seperti sebuah lembar jawaban akan kehadiran Tuhan yang menjawab doa saya.
Meski begitu, saya masih ingin menyampaikan bahwa ada rahmat lain yang saya rasakan dari kegiatan ini.
Selain jawaban Tuhan yang menjadi penegasan atas program ini, tentu saja, saya seperti merasa diberi kegembiraan tersendiri. Pasalnya, banyak anak muda yang naik gunung bareng kami. Sampai jalanan naik dan turun itu penuh orang dan kami mesti saling menunggu. Saya bahagia melihat anak-anak muda yang tidak memilih ke mall atau melakukan kegiatan manja lain, melainkan kegiatan yang lebih melelahkan, merepotkan, menyebalkan, dan sebagainya. Itu tandanya mereka masih mau bekerja keras dan bersusah payah. Tuhan seperti hendak menunjukkan harapan pada saya yang selama ini seperti pesimis melihat dunia anak-anak muda. “Ini lho mereka orang-orang yang mau berjuang dan bersusah payah,”kata Tuhan.
Dan terakhir, kegiatan naik gunung kali ini akhirnya bisa memaksa saya untuk bergerak setelah beberapa tahun ini jarang bergerak olahraga. Selama sebulan saya menyiapkan diri dengan jalan kaki, jogging dan memilih tempat yang jauh dari rumah, yakni di Gelora Bung Karno. Saya paksa tubuh saya supaya merasakan puncak sakit akibat olahraga sehingga akhirnya tidak lagi merasakan sakit itu. Sepuluh kali keliling stadion utama setiap minggu 2 kali cukuplah. Masih ditambah latihan angkat dumbel di rumah dengan beban 12 kilogram, kiri kanan 6 kg. Saya merasa ini Tuhan telah menjawab doa saya bahwa saya ingin sehat.
Dia beri saya jalan. Ceritanya, sebelum Melok 2 (istilah yang dipakai teman-teman Sesawi untuk kegiatan rekreasi bersama) di Gadog itu, saya mengajak kakak ipar untuk naik Gunung Ungaran di Bulan Desember. Tapi kakak tidak memberi jawaban. Nah, pas ketemu Anton di Gadog – 3/4 Agustus, dia sampaikan keinginan naik Gunung Ungaran ke saya. Kloplah, dan saya segera eksekusi dengan membuat rencana dan pengumuman.
Lalu, selama sebulan lebih saya niatkan diri untuk menyiapkan fisik dan mental. Saya tidak ingin peristiwa tahun lalu terjadi lagi. Saat itu kedua kaki saya kram. Tas saya mesti dibawakan Anton dan Wira. Kaki saya sakit sekali meski bisa sampai puncak dan bisa turun lagi. Tapi itu kejadian menyebalkan buat saya. Saya menyesal karena tidak menyiapkan diri. Maka, sebelum naik Ungaran kemarin, saya bertekad menyiapkan diri lebih baik. Syukur saya tidak mengalami masalah berarti.
Olahraga bakal saya lanjutkan dan program naik gunung tahun depan akan ada lagi. Terima kasih, Tuhan telah menyapa dengan caraNya yang unik.