Siapa sih yang mau menceritakan aib dan kejelekan diri atau keluarganya, kalau bukan karena ini suasana retret bersama? Dan yang bercerita tidak cuma satu pasangan, melainkan beberapa pasangan. Bahkan, romo pembimbing pun berkali-kali ikut sharing, menceritakan kondisi yang tidak ideal dalam komunitas yang ditinggalinya, bahkan juga keluarganya.
Kisah yang muncul dari hati yang terdalam ini orisinil, asli, tidak dibuat-buat. Rasa saya ini terjadi berkat pertolongan rahmat Allah (Roh Kudus) yang bekerja sepanjang retret yang diselenggarakan selama tiga hari di Rumah Retret Panti Semedi Klaten, 23-25 Agustus 2024 bersama Romo Nano (Agustinus Setyodarmono SJ).
Ya, 13 pasangan suami isteri anggota Paguyuban Sesawi plus beberapa anak yang diajak memang jumlah yang tidak banyak. Total 33 peserta yang ikut serta retret keluarga ini. Romo memang membatasi 15 pasangan, tidak boleh ada yang sendirian (suami saja atau istri saja). Tadinya, sampai 18 pasangan, tapi menjelang hari H menyusut jadi 13 pasangan. Ya sudahlah.
Bahkan dari yang hadir ini tadinya beberapa pasangan juga akan mengundurkan diri. Untungnya tidak jadi. Malah tertumpah semua di retret kali ini semua kisah duka lara. Tadinya seperti seorang pacar yang tidak mau tipuannya terlihat pasangannya, tapi akhirnya setelah dibuka semua, lega juga rasa hati yang sebelumnya gundah gulana takut ketahuan. Nyatanya juga nggak ada apa-apa. Teman-teman menerima dan menyimpan semua kisah dalam hati masing-masing. Lagi-lagi siapa lagi yang bekerja kalau bukan Tuhan yang telah membuka hati masing-masing untuk berani bicara. Rahmat itu telah bekerja.
Gencatan senjata, pertengkaran bahkan sempat terjadi pada beberapa pasangan di kala retret dalam sesi tertentu. Sementara yang lainnya berusaha menemukan makna dan mengambil nilai positif dari pengalaman the lowest dalam dinamika hidup masing-masing selama ini, saat diberi kesempatan merenung. Faktanya, tidak ada yang fine-fine saja dari seluruh perjalanan. Semua mengalami goncangan. Tentu juga mengalami saat-saat yang menghibur (konsolasi).
Memang, kita semua menyadari sharing kisah-kisah hidup ini diungkapan bukan karena butuh solusi. Faktanya, banyak yang sudah terlewati. Hanya butuh dicurahkan, ditumpahkan dan didengarkan. Karena saat dikeluarkan itulah, proses penyembuhan terjadi. Yang mendengarkan pun tidak berusaha memberi komentar apalagi menyelesaikan masalah. Cukup mendengarkan, kita para pendengar pun ikut disembuhkan.
Ya, dinamika yang dialami masing-masing mendapatkan modelnya dari sebuah keluarga suci Nazareth. Yesus, Maria, dan Yosep panutannya. Mereka berusaha berjalan bersama menjalankan Missio Dei, misi dari Tuhan. Kami pun sama. Kami menemukan bahwa misi kami tidak jauh dari apa yang kami alami dan geluti setiap hari. Panggilan itu dekat dengan kita. Cerita komplit mengenai bahan yang kami dapatkan sudah disebar lewat ebook. Namun, tidak akan berbunyi kalau tidak direnungkan dan direfleksikan serta ditindaklanjuti.
Saya sendiri, merasa bahwa dengan retret ini, jalan kami seperti diteguhkan. Keputusan-keputusan yang sudah kami buat kemarin ditegaskan di momen tiga hari ini. Dan hal-hal yang tidak seharusnya kami jalankan, kami tegaskan untuk ditinggalkan. Memang retret ini sangat penting seperti sebuah perhentian/ pos di kala mendaki gunung. Tempat untuk menghela napas sejenak, menentukan kembali arah, mempertebal keyakinan dan mental, serta memulihkan kepenatan.
Saya menyayangkan sekali kenapa fasilitas mewah ini dilewatkan oleh teman-teman yang tidak hadir. Semoga lain kali bisa ikut. Salam
Thank u Mas to make this reatret happened. Untuk mau ikut pun dibutuhkan komitmen waktu dan berani memprioritaskan acara ini, sementara acara lainnya diatur di lain waktu. Benar “fasilitas” mewah … Terimakasih untuk RK yg membimbing kita melalui Rm. Nano, SJ
sami-sami mas ASmi