Kamis, 7 November 2024
Refleksi atas bacaan hari ini, Kamis 7 November 2024, Filipi 3:3-8a dan Lukas 15:1-10 membawa kita ke dalam dua pengajaran besar yang menekankan nilai kerendahan hati, penyerahan diri kepada Tuhan, dan pencarian jiwa yang hilang. Kedua bacaan ini, meski tampak berbeda, memiliki tema yang sama: sukacita dan kebahagiaan sejati yang hanya bisa ditemukan ketika kita melepaskan segala keterikatan duniawi dan membuka diri untuk kasih Allah.
Dalam Filipi 3, Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Filipi mengenai pencapaian, warisan, dan kebenaran berdasarkan hukum yang dahulu ia banggakan. Paulus, yang dahulu adalah seorang Farisi dan sangat taat pada hukum Taurat, kini menyatakan bahwa semua yang ia banggakan adalah sampah jika dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus.
“Kitalah orang-orang bersunat, yaitu kita yang beribadah oleh Roh Allah, yang bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh kepercayaan pada hal-hal lahiriah.” (Filipi 3:3). Dalam ayat-ayat ini, Paulus mengajak kita untuk meninggalkan kebanggaan atas hal-hal lahiriah dan duniawi yang sering kita anggap penting, seperti status, prestasi, atau kekayaan, dan mengarahkan pandangan kita sepenuhnya kepada Kristus.
Ahli tafsir William Barclay dalam The Letters to the Philippians, Colossians, and Thessalonians (1975) menjelaskan bahwa seruan Paulus ini adalah panggilan untuk menolak segala bentuk kesombongan rohani dan kebanggaan atas pencapaian pribadi yang sebenarnya fana. Bagi Paulus, sukacita sejati hanya ditemukan ketika kita memahami bahwa segala hal duniawi yang dahulu kita banggakan tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kasih karunia Allah. Paulus memilih untuk menganggap semua hal yang dahulu ia anggap berharga sebagai “kerugian” atau “sampah” karena telah mengenal Kristus.
Dalam konteks kehidupan modern, banyak orang berusaha keras meraih kesuksesan, kekayaan, prestasi dan status sosial dan jabatan yang tinggi, namun kehilangan arah. Dalam pencarian ini, mereka rela mengorbankan relasi, bahkan menjauh dari Allah. Namun, Paulus menunjukkan bahwa semua upaya ini sia-sia jika tidak dipusatkan pada kasih dan hubungan dengan Kristus.
Kasih Tuhan bagi yang Tersesat
Lukas 15 berkisah tentang perumpamaan domba dan dirham yang hilang. Di dua perumpamaan ini, Yesus menunjukkan karakter Allah yang penuh kasih dan mencari mereka yang tersesat. Domba yang hilang bisa jadi tampak tidak seberapa jika dibandingkan dengan jumlah kawanan yang lain. Namun bagi gembala, domba tersebut sangat berharga sehingga ia rela meninggalkan yang lain demi menemukan yang tersesat. Begitu pula dengan wanita yang kehilangan satu dirham. Meskipun ia masih memiliki sembilan dirham, ia tetap mencari dengan gigih yang satu itu dan bersukacita dengan penuh kegembiraan saat menemukannya.
Ahli tafsir N.T. Wright dalam Luke for Everyone (2004) menekankan bahwa dalam konteks Yahudi, seorang gembala atau wanita akan dianggap aneh jika merayakan sesuatu hanya karena menemukan satu domba atau satu dirham. Namun, perumpamaan ini menggarisbawahi nilai yang luar biasa besar yang Tuhan letakkan pada setiap jiwa. Bahkan jika hanya satu yang tersesat, Tuhan tetap mencarinya dengan kasih yang tak terhingga.
Perumpamaan ini mengajak kita untuk merenungkan bahwa sering kali kita mengabaikan mereka yang tampaknya “tidak penting” atau tersisih. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kita mungkin sering melihat orang-orang yang terpinggirkan atau merasa diri tidak layak di hadapan Tuhan. Namun, Yesus menegaskan bahwa setiap orang berharga di mata Tuhan dan Allah tidak akan berhenti mencari mereka yang tersesat.
Dua bacaan hari ini mengajarkan kita untuk melihat dunia dengan perspektif yang baru. Pertama, Filipi 3:3-8a menantang kita untuk mengesampingkan segala hal yang mungkin kita anggap penting dalam kehidupan duniawi dan untuk mengutamakan hubungan kita dengan Tuhan. Kedua, Lukas 15:1-10 menegaskan bahwa tidak ada satu pun dari kita yang terlalu hina atau terlalu jauh untuk ditemukan dan dipulihkan oleh kasih Allah.
Craig S. Keener dalam The IVP Bible Background Commentary: New Testament (1993) juga menyoroti bahwa kedua perikop ini mengarah pada satu pesan utama: kesadaran untuk tidak terjebak dalam rutinitas rohani tanpa substansi, tetapi lebih kepada komitmen yang tulus dalam membangun hubungan yang hidup dengan Kristus.
Tuhan senantiasa mencari dan merangkul mereka yang hilang. Mari dengan rendah hati mengikuti jalan-Nya, menyadari bahwa semua hal duniawi tidak ada artinya tanpa kasih Allah yang kekal.
Daftar Pustaka
Barclay, William. The Letters to the Philippians, Colossians, and Thessalonians. The Daily Study Bible. Westminster John Knox Press, 1975.
Eilers, Franz-Josef. Communicating in Ministry and Mission. Logos Publications, 1994.
Hendriksen, William. Philippians, Colossians and Philemon. New Testament Commentary. Baker Academic, 1962.
Keener, Craig S. The IVP Bible Background Commentary: New Testament. InterVarsity Press, 1993.
Talbert, Charles H. Reading Luke: A Literary and Theological Commentary. Smyth & Helwys, 2002.
Wright, N.T. Luke for Everyone. Westminster John Knox Press, 2004