SENIN, 18 November 2024
Bacaan dari Kitab Wahyu 1:1-4; 2:1-5a dan Lukas 18:35-43 menyoroti dua tema utama: kesetiaan dan pembaruan dalam iman. Kitab Wahyu menawarkan pandangan yang sangat simbolis tentang panggilan bagi jemaat untuk kembali ke cinta semula, sedangkan Injil Lukas mengisahkan kesembuhan seorang buta yang memohon kepada Yesus dengan penuh iman. Keduanya berbicara tentang kebutuhan untuk memperbarui hubungan kita dengan Tuhan, baik sebagai komunitas maupun individu.
Kitab Wahyu, yang ditulis oleh Yohanes di Pulau Patmos, merupakan surat yang ditujukan kepada tujuh jemaat di Asia Kecil. Dalam bacaan ini, Yohanes mengajak jemaat di Efesus untuk kembali pada cinta semula yang pernah mereka miliki. Mereka dipuji atas kesetiaan dan ketekunan mereka dalam mempertahankan iman, namun ditegur karena kehilangan kasih yang pertama (Why 2:4). Yohanes mengingatkan agar mereka bertobat dan kembali melakukan perbuatan-perbuatan yang dulu mereka lakukan.
Menurut William Barclay, seorang teolog Alkitab terkemuka, teguran kepada jemaat Efesus ini menunjukkan bahwa kasih adalah pusat dari iman Kristen. Jika tindakan dan pelayanan tidak dilandasi kasih, semua itu akan menjadi hampa dan kehilangan maknanya. Yohanes menyerukan pembaruan iman yang dimulai dari hati yang penuh kasih, mengingatkan jemaat bahwa iman yang hidup harus dibangun di atas cinta sejati.
Dalam Injil Lukas, kita melihat seorang buta di dekat kota Yerikho yang memohon kepada Yesus untuk disembuhkan. Meski dihadang dan diminta diam oleh orang-orang di sekitarnya, ia terus memanggil, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Ketekunan dan imannya membuat Yesus berhenti dan menyembuhkannya. Dalam cerita ini, iman menjadi jembatan menuju kesembuhan dan pembaruan hidup.
N.T. Wright, seorang teolog kontemporer, menekankan bahwa kisah ini bukan sekadar tentang mujizat fisik, melainkan juga tentang penglihatan rohani. Orang buta yang memohon dengan tekun adalah gambaran dari semua orang yang mencari terang di tengah kegelapan hidupnya. Ini bukan hanya tentang kesembuhan jasmani, tetapi juga pembukaan mata hati untuk melihat kehadiran Allah dalam hidup sehari-hari.
Pembaruan Melalui Kasih dan Iman
Kedua bacaan ini menyatu dalam panggilan untuk pembaruan. Kitab Wahyu menyoroti pentingnya kembali kepada cinta semula, sementara Lukas menekankan iman yang teguh sebagai kunci pembaruan hidup. Dalam hidup sehari-hari, sering kali kita dapat terjebak dalam rutinitas keagamaan tanpa cinta yang tulus atau harapan yang nyata. Kita berdoa, melayani, dan berbuat baik, tetapi mungkin melupakan alasan mengapa kita melakukannya—kasih kepada Allah dan sesama.
Seorang ahli tafsir modern, Craig S. Keener, menyatakan bahwa kasih yang memudar dalam komunitas gereja dapat diperbaharui melalui refleksi dan tindakan konkret. Kita diundang untuk menghidupkan kembali cinta kita kepada Tuhan dengan melihat kembali bagaimana kita melayani dan berelasi dengan orang-orang di sekitar kita. Pembaruan ini tidak hanya bersifat internal tetapi juga menuntut aksi nyata.
Ada seorang wanita tua yang aktif dalam kegiatan sosial di parokinya selama bertahun-tahun. Dia mulai merasa lelah dan kehilangan semangat. Ia melayani tanpa sukacita, dan rasa letih kerap menguasai. Namun suatu hari, seorang anak kecil yang ia bantu tersenyum dan mengucapkan terima kasih dengan tulus. Anak itu mengatakan bahwa ia merasa dicintai. Saat itu, wanita tua itu merasa hatinya tersentuh kembali oleh cinta yang pertama, ingatannya tentang panggilan awal mengalir kembali. Ia menangis, bukan karena sedih, tetapi karena menyadari bahwa kasih Allah yang nyata hadir dalam tindakan sederhana yang ia lakukan. Ia memutuskan untuk melanjutkan pelayanannya, bukan karena kewajiban, tetapi karena kasih.
Seperti dalam kisah Lukas, iman yang sederhana dan tulus dapat membawa terang baru dalam hidup kita. Sering kali, kita mungkin merasa seperti orang buta di pinggir jalan, terjebak dalam kegelapan persoalan hidup. Namun, jika kita berani memanggil Tuhan dengan iman yang murni, kita akan menemukan kekuatan untuk melangkah maju dengan semangat baru.
Kembali ke Cinta
Seperti sungai yang mengalir di tengah lembah, pesan dari Kitab Wahyu dan Lukas mengalir dalam hidup kita sebagai panggilan untuk kembali kepada cinta semula dan memiliki iman yang teguh. Kedua bacaan ini mengingatkan bahwa dalam setiap langkah hidup kita, baik dalam suka maupun duka, Tuhan selalu mendengarkan seruan kita, seperti Yesus yang berhenti mendengar seruan si buta. Dan sama seperti jemaat Efesus yang dipanggil kembali kepada cinta yang pertama, kita juga dipanggil untuk memperbarui komitmen kita dengan kasih yang sejati.
Mari kita merenungkan kembali, adakah di dalam hidup kita yang telah kehilangan cinta dan semangat? Adakah momen ketika iman kita terguncang seperti buta di tepi jalan? Kita diundang untuk, seperti jemaat Efesus, kembali ke cinta yang semula, dan seperti si buta, berseru kepada Tuhan tanpa henti. Karena di balik setiap panggilan yang tulus, ada jawaban yang penuh kasih dari Tuhan yang selalu siap membarui hidup kita.
Dua bacaan ini mengundang kita untuk melangkah maju dengan hati yang penuh kasih dan iman yang teguh, menyadari bahwa setiap pembaruan hidup dimulai dari cinta dan iman yang murni—dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perjalanan iman kita.
DAFTAR PUSTAKA :
Barclay, William. The Revelation of John (Vol. 1). Westminster John Knox Press, 1976.
Keener, Craig S. Revelation. Cambridge University Press, 2000.
Wright, N.T. Luke for Everyone. Westminster John Knox Press, 2004.
Brown, Raymond E. An Introduction to the New Testament. Doubleday, 1997.