Selasa, 26 November 2024
Dalam Wahyu 14:14-20 dan Lukas 21:5-11, kita menemukan narasi yang menggugah tentang akhir zaman, tentang penghakiman yang akan datang, dan tanda-tanda yang menjadi peringatan bagi umat manusia. Kedua teks ini menghadirkan gambaran yang penuh simbolisme dan misteri, menggambarkan ketegangan antara ancaman kehancuran dan panggilan untuk bertahan dalam iman. Ketika kita membaca kedua teks ini bersama, kita diajak untuk menyelami kedalaman iman yang menghubungkan penghakiman dengan pengharapan.
Wahyu 14:14-20 menghadirkan penglihatan yang mencolok: “Anak Manusia” duduk di atas awan dengan sabit yang tajam di tangan-Nya, siap untuk memulai penuaian besar. Penuaian ini menjadi simbol dari penghakiman akhir, di mana yang benar dan yang jahat akan dipisahkan dengan tegas. Craig S. Keener dalam bukunya “Revelation” menafsirkan penuaian sebagai lambang keadilan yang tidak terhindarkan, yang menegaskan bahwa waktu penghakiman akan tiba bagi semua orang, dan keadilan Allah akan ditegakkan. Richard Bauckham dalam “The Theology of the Book of Revelation” menambahkan, penuaian ini adalah wujud harapan eskatologis Kristen, di mana keselamatan menanti mereka yang tetap setia, sementara ada konsekuensi menanti mereka yang menolak kasih dan pengampunan Allah.
Di sisi lain, Lukas 21:5-11 menyajikan adegan yang berbeda tetapi tetap terkait, saat Yesus berbicara tentang kehancuran Bait Allah dan tanda-tanda yang akan mendahului akhir zaman. Murid-murid bertanya kapan peristiwa-peristiwa ini akan terjadi, dan Yesus menjawab dengan peringatan yang sarat dengan tanda-tanda seperti gempa bumi, kelaparan, dan peperangan. Namun, yang paling menarik adalah Yesus menegaskan bahwa ini semua hanyalah awal dari suatu masa yang lebih besar, bukan akhirnya. N. T. Wright dalam “Jesus and the Victory of God” menekankan bahwa Yesus tidak meminta kita untuk fokus pada rasa takut, tetapi pada kesiapan batin dan keteguhan iman, bahkan ketika dunia seakan-akan runtuh di sekitar kita. Bagi Wright, Yesus lebih tertarik pada bagaimana kita hidup di masa kini, daripada bagaimana kita mengantisipasi masa depan yang penuh ketidakpastian.
Joel B. Green, dalam “The Gospel of Luke,” menegaskan bahwa teks ini tidak hanya berbicara tentang peristiwa-peristiwa apokaliptik, tetapi juga tentang panggilan untuk hidup dalam keyakinan dan ketahanan. Ketika kita melihat tanda-tanda zaman, kita tidak seharusnya merasa takut, tetapi kita diundang untuk menaruh kepercayaan kita pada Allah yang memegang kendali atas sejarah. Kehancuran Bait Allah bukanlah akhir dari segalanya, tetapi sebuah simbol tentang transformasi yang akan datang; sesuatu yang baru akan muncul dari kehancuran yang lama.
Ketika kita merenungkan kedua teks ini bersama, sebuah gambaran besar mulai terbentuk: bahwa penghakiman yang digambarkan dalam Wahyu dan tanda-tanda yang disebutkan dalam Lukas bukanlah ancaman bagi umat Allah, melainkan sebuah panggilan untuk kesetiaan. Adela Yarbro Collins dalam bukunya “Crisis and Catharsis: The Power of the Apocalypse” menyebutkan bahwa kitab-kitab apokaliptik seperti Wahyu mengandung pesan penyucian dan pembaruan, bukan sekadar hukuman. Jürgen Moltmann, dalam “The Coming of God: Christian Eschatology,” melihat penghakiman sebagai bagian integral dari pengharapan Kristen, di mana segala sesuatu akan diperbarui di dalam kasih Allah yang sempurna.
Dalam dunia yang terus berubah dan penuh ketidakpastian, narasi apokaliptik ini berbicara kepada kita dengan cara yang mendalam. Ia mengingatkan kita bahwa sejarah tidak berjalan tanpa tujuan, melainkan berada di bawah kendali Allah yang penuh kasih. Wahyu mengingatkan kita akan pentingnya kesiapan, sementara Lukas menekankan bahwa di tengah gejolak dunia, iman kita harus menjadi landasan yang kokoh. Karl Rahner, seorang teolog terkemuka, pernah berkata bahwa masa depan adalah misteri yang penuh pengharapan, bukan kegelapan yang tanpa arah. Dalam kerangka ini, penghakiman bukanlah akhir yang menakutkan, melainkan awal dari pemulihan yang penuh berkat.
Refleksi atas Wahyu dan Lukas ini menunjukkan bahwa iman tidak hanya berfungsi sebagai jawaban atas kecemasan akan masa depan, tetapi sebagai kekuatan yang memungkinkan kita hidup dengan penuh pengharapan, bahkan di tengah badai kehidupan. Penghakiman Allah adalah tanda bahwa keadilan dan kasih tidak pernah hilang, dan bahwa apa yang kita alami saat ini hanyalah bagian dari rencana ilahi yang lebih besar. Di sinilah kita menemukan kekuatan iman yang sesungguhnya: di tengah-tengah ketidakpastian dan krisis, kita dipanggil untuk tetap percaya pada janji Allah yang tidak akan pernah gagal. Tanda-tanda akhir zaman tidak lagi menjadi sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sesuatu yang mengingatkan kita bahwa dalam Kristus, akhir adalah permulaan dari segala sesuatu yang baru.
DAFTAR PUSTAKA :
- Bauckham, Richard. The Theology of the Book of Revelation. Cambridge: Cambridge University Press, 1993.
- Collins, Adela Yarbro. Crisis and Catharsis: The Power of the Apocalypse. Philadelphia: Westminster Press, 1984.
- Green, Joel B. The Gospel of Luke. Grand Rapids: Eerdmans, 1997.
- Keener, Craig S. Revelation. Grand Rapids: Zondervan, 1999.
- Moltmann, Jürgen. The Coming of God: Christian Eschatology. Minneapolis: Fortress Press, 1996.
- Rahner, Karl. Theological Investigations. Vol. 18, London: Darton, Longman & Todd, 1983.
- Wright, N. T. Jesus and the Victory of God. Minneapolis: Fortress Press, 1996.
Amin🙏🙏🙏. Tq sharingnya👍🙏💪🔥🇮🇩❤️