JUMAT, 29 NOVEMBER 2024
Ketika langit berbicara dengan sunyi dan pohon ara mulai mengajarkan hikmatnya, kita diajak masuk ke dalam rahasia kehidupan yang lebih dalam. Wahyu 20:1-4, 11-21:2 menggiring kita ke penglihatan yang nyaris tidak terlukiskan: malaikat memegang kunci jurang maut, tahta putih yang memisahkan segala dosa, dan Yerusalem Baru yang turun seperti pengantin berhias kasih. Di sisi lain, Lukas 21:29-33 seperti seorang teman yang mengajak kita duduk di bawah pohon ara, memperhatikan daun-daunnya, belajar dari tanda-tandanya bahwa musim sedang berubah.
Wahyu dan Lukas mengajak kita menyelami misteri kedatangan Tuhan, baik dalam kemuliaan akhir zaman maupun dalam kehadiran-Nya yang terus-menerus di tengah dunia. Kedua teks ini membawa pesan eskatologis yang mendalam, namun dengan pendekatan yang melengkapi satu sama lain: Wahyu menggambarkan kemenangan besar Allah atas kejahatan, sementara Lukas mengingatkan kita untuk tetap berjaga-jaga dalam pengharapan.
Bagi dunia yang selalu terburu-buru, teks-teks ini terasa seperti sebuah undangan untuk berhenti. Bukan berhenti tanpa arah, tetapi berhenti untuk melihat dengan hati. Ketika Yohanes berbicara tentang Yerusalem Baru, ia sebenarnya sedang berbicara tentang kerinduan kita yang terdalam—akan rumah, akan damai, akan Allah sendiri. NT Wright dalam “The Day the Revolution Began” (2016) menekankan bahwa harapan Kristen bukanlah tentang melarikan diri dari dunia ini, melainkan tentang Allah yang membawa pembaruan total: surga bertemu bumi, dosa dihapuskan, dan umat-Nya dipulihkan.
Jelasnya, penulis kitab Wahyu, Yohanes, melukiskan visi tentang penghakiman terakhir dan Yerusalem Baru sebagai gambaran pemulihan yang sempurna. Ini menegaskan bahwa sejarah berakhir dalam rancangan Allah yang penuh kasih. Teolog NT Wright dalam “Surprised by Hope” (2008) menyatakan bahwa Yerusalem Baru adalah simbol kehadiran Allah yang sempurna, sebuah harapan yang melampaui penderitaan dunia saat ini. Dalam perspektif ini, Wahyu bukan hanya tentang akhir, tetapi juga tentang pembaruan yang transformatif.
Namun, Yesus dalam Lukas membawa refleksi ini ke tanah kehidupan sehari-hari. Perumpamaan pohon ara bukan tentang tanda apokaliptik yang spektakuler, melainkan tentang kesadaran untuk membaca musim kehidupan. Seperti seorang pelukis yang menangkap cahaya senja dalam goresan kuasnya, Yesus mengajak kita untuk menemukan kehadiran Allah dalam detail terkecil. Karl Rahner pernah menulis dalam “Theological Investigations” (1966), bahwa kehadiran Tuhan begitu dekat, tetapi hanya bisa dilihat oleh mata yang dilatih untuk bersyukur.
Perumpamaan pohon ara mengingatkan kita bahwa tanda-tanda kedatangan Tuhan nyata di sekitar kita. Gereja perdana memahami teks ini sebagai panggilan untuk berjaga, tidak dalam ketakutan, tetapi dalam iman yang aktif. Dalam tafsirannya, William Barclay menekankan bahwa kata-kata Yesus mengenai “langit dan bumi akan berlalu” adalah pengingat akan kekal-Nya firman Allah, yang menjadi jangkar dalam ketidakpastian.
Pengharapan yang Aktif
Kedua teks ini berbicara tentang akhir, tetapi juga tentang sebuah awal baru. Dalam menantikan penggenapan janji Allah, kita diajak untuk hidup dalam pengharapan yang aktif, menata hidup dengan nilai-nilai kerajaan Allah. Sebagaimana dikatakan Henri Nouwen dalam “The Wounded Healer” (1979), pengharapan sejati melibatkan kehadiran yang penuh perhatian di tengah dunia, menjadi saksi kasih Allah di saat-saat paling kelam.
Dalam ketegangan antara kemegahan dan kesederhanaan, mengingatkan bahwa iman bukan tentang memilih antara keduanya, melainkan menghidupi keduanya sekaligus. Kita menantikan Yerusalem Baru, tetapi kita juga memerhatikan daun-daun ara yang tumbuh. Kita belajar dari musim, dari angin, dari setiap detik yang menyentuh jiwa kita. Harapan bukanlah sesuatu yang jauh, tetapi sesuatu yang terus kita rawat di sini dan sekarang.
Lalu, bagaimana kita merawat harapan itu? Dengan cinta yang sederhana, seperti menyiram tanaman. Dengan doa yang jujur, seperti seorang anak berbicara kepada Bapanya. Dengan keberanian untuk percaya bahwa Yerusalem Baru sudah dimulai sejak Yesus berkata, “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.”
Kehidupan ini seperti sebuah kanvas. Pohon ara dan Yerusalem Baru adalah cat dan kuasnya. Tugas kita adalah terus melukis, meski badai kadang memudarkan warna. Karena kita tahu, Sang Seniman Agung sedang menyelesaikan karya-Nya di dalam dan melalui kita. Mari kita tidak hanya menunggu dengan pasif, tetapi bergerak dengan kasih, menjaga iman dalam tindakan, dan menemukan Allah dalam setiap detak kehidupan.
Daftar Pustaka
- Rahner, Karl. Theological Investigations. London: Darton, Longman & Todd, 1966.
- Wright, N.T. The Day the Revolution Began. New York: HarperOne, 2016.
- Wright, N.T. Surprised by Hope. London: SPCK, 2008.