Sabtu, 07 Desember 2024, Perayaan Wajib Santo Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja
Dalam perayaan wajib Santo Ambrosius, Yesaya 30:19-21, 23-26 dan Matius 9:35-10:1, 6-8 seperti dua jendela yang membuka hati kita kepada kasih Allah yang melampaui batas pemahaman. Kedua bacaan ini bukan hanya kisah tentang sejarah penyelamatan, tetapi undangan bagi kita untuk menemukan kembali kehadiran Tuhan yang aktif bekerja di dunia.
Bayangkan kata-kata Yesaya seperti embun pagi yang menyentuh lembut padang rumput yang kering. “Tuhan pasti mengasihani engkau pada saat engkau berseru; Ia sungguh akan mendengarkan engkau” (Yes. 30:19). Di sini, Tuhan hadir bukan sebagai pengamat yang pasif, tetapi sebagai Pribadi yang datang dengan belas kasih sejati, menghapus air mata dan menawarkan jalan di tengah kebingungan. “Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya” (Yes. 30:21) adalah undangan penuh harapan, suara lembut yang membimbing kita di saat kita merasa tersesat. Santo Ambrosius memahami ayat ini sebagai perwujudan bimbingan Roh Kudus yang bekerja dalam hati nurani, memimpin setiap orang kepada terang kebenaran (De Spiritu Sancto, 381).
Di sisi lain, Matius menghadirkan sosok Yesus yang tidak hanya berbelas kasih, tetapi juga bertindak. Ia pergi dari satu kota ke kota lain, dari satu desa ke desa lain, menyembuhkan penyakit, mengusir roh jahat, dan membawa kabar baik Kerajaan Allah. Pandangan-Nya terhadap orang banyak yang “seperti domba tanpa gembala” (Mat. 9:36) adalah gambaran hati Allah yang penuh kasih. Yesus tidak berhenti pada rasa iba; Ia melibatkan para murid-Nya dalam misi pelayanan kasih yang meluas. Ketika Ia berkata, “Pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Mat. 10:6), Yesus mengingatkan bahwa belas kasih itu konkret dan menyentuh langsung kehidupan orang-orang yang terluka.
Raymond E. Brown dalam An Introduction to the New Testament (1997) mencatat bahwa pelayanan kasih ini bukan sekadar tindakan karitatif, tetapi panggilan untuk menyadari bahwa keselamatan adalah anugerah yang diberikan cuma-cuma, yang juga harus dibagikan tanpa pamrih. Santo Ambrosius menggemakan semangat ini dalam hidupnya. Ia berkata, “Kita harus berbicara dengan kasih, bertindak dengan kasih, dan hidup dalam kasih, sebab kasih itulah yang menandai kehadiran Allah” (Expositio Psalmi CXVIII, 387).
Kisah hidup Santo Ambrosius memberi kita teladan bagaimana iman yang mendalam dapat berubah menjadi hikmat yang membimbing tindakan. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang tidak hanya memahami teologi, tetapi juga tahu bagaimana menerapkannya dalam kehidupan nyata. Ia adalah sosok gembala yang menuntun umatnya dengan kelembutan sekaligus ketegasan.
Hari ini, kita diundang untuk menjadi saksi dari cahaya dan belas kasih yang sama. Ketika dunia terasa gelap, suara Tuhan tetap berbicara dalam hati kita, seperti janji-Nya melalui Yesaya. Ketika kita melihat penderitaan di sekitar kita, Yesus mengajak kita untuk bertindak seperti para murid-Nya, membawa kesembuhan dan harapan bagi mereka yang terluka.
Santo Ambrosius, yang mengabdikan hidupnya bagi Allah dan umat-Nya, mengingatkan kita bahwa iman sejati tidak pernah statis. Iman itu hidup, tumbuh, dan mekar ketika kita berdoa, mencintai, dan melayani. Melalui refleksi ini, semoga kita dapat menemukan kekuatan baru untuk mengikuti suara Tuhan dan membagikan kasih-Nya kepada dunia.
Daftar Pustaka
- Ambrosius, Santo. De Spiritu Sancto. Roma: Editrice Vaticana, 381.
- Ambrosius, Santo. Expositio Psalmi CXVIII. Roma: Editrice Vaticana, 387.
- Brown, Raymond E. An Introduction to the New Testament. New York: Doubleday, 1997.