Senin, 9 Desember 2024, Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda
Pagi itu, keheningan memeluk bumi, menyiapkan hati umat beriman untuk merenungkan misteri besar Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda. Perayaan ini, yang dirayakan setiap 8 Desember, membawa kita kembali kepada akar cinta Tuhan yang tak berkesudahan, sebuah kisah kasih yang bermula dari awal sejarah manusia, memuncak pada kehadiran Maria, dan menemukan pemenuhan dalam Yesus Kristus.
Kejadian 3:9-15.20 membuka tirai drama ilahi ini dengan narasi kejatuhan manusia. Adam dan Hawa, terperangkap dalam rasa malu akibat dosa, mendengar panggilan Tuhan yang mencari mereka, “Di manakah engkau?” Pertanyaan itu bukanlah cerminan murka, tetapi undangan lembut Sang Pencipta untuk kembali kepada-Nya. Di tengah hukuman atas dosa, ada janji yang melintas seperti cahaya: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu.” Para ahli tafsir seperti Walter Brueggemann dalam bukunya Genesis: Interpretation (1982) menyebut ayat ini sebagai “protoevangelium,” kabar baik pertama tentang kemenangan Tuhan atas dosa melalui seorang perempuan dan keturunannya.
Melalui bacaan Efesus 1:3-6.11-12, Santo Paulus membawa kita lebih jauh ke dalam misteri panggilan Maria. Tuhan, yang telah memilih umat-Nya sejak semula, memutuskan untuk menjadikan Maria tak bernoda sebagai bejana yang layak bagi kedatangan Putra-Nya. “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang telah memberkati kita dengan segala berkat rohani di dalam sorga,” tulis Paulus. Maria, dalam pandangan teolog Hans Urs von Balthasar, adalah model umat beriman, yang seluruh keberadaannya mencerminkan rencana Tuhan. Dalam karya Balthasar Mary for Today (1987), ia menggambarkan Maria sebagai “ikon kebebasan manusia yang dijawab dengan kasih yang sempurna terhadap panggilan Allah.”
Injil Lukas 1:26-38 mempertemukan kita dengan puncak dari perikop ini, ketika Maria mendengar sapaan malaikat Gabriel, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Kisah ini adalah titik balik sejarah umat manusia, saat fiat Maria—”Terjadilah padaku menurut perkataanmu”—menggemakan ketaatan yang sempurna terhadap kehendak Allah. Scott Hahn dalam Hail, Holy Queen (2001) menyoroti bahwa peristiwa ini menunjukkan kebesaran Maria bukan sebagai sesuatu yang terpisah dari Allah, tetapi sepenuhnya bersumber dari rahmat-Nya.
Dalam refleksi ini, Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda mengingatkan kita bahwa rahmat Allah selalu mendahului, menyertai, dan menyempurnakan setiap panggilan kita. Maria adalah tanda harapan bahwa dalam kelemahan manusia, kuasa Allah dapat bersinar sempurna. Kisahnya mengundang kita untuk hidup dalam rahmat, mengandalkan kasih karunia, dan menyerahkan hidup kita kepada Tuhan dengan kepercayaan penuh.
Sebagaimana Maria menjadi cermin kemuliaan Allah yang tak ternoda, kita pun dipanggil untuk menjadi terang di dunia, menjadi saksi cinta Allah yang setia. Di tengah dosa dan kegelapan, suara Allah yang memanggil “Di manakah engkau?” terus bergema, menawarkan kita rahmat untuk bangkit dan hidup dalam rencana kasih-Nya.
Daftar Pustaka
- Brueggemann, Walter. Genesis: Interpretation. Westminster John Knox Press, 1982.
- Balthasar, Hans Urs von. Mary for Today. Ignatius Press, 1987.
- Hahn, Scott. Hail, Holy Queen. Doubleday, 2001.