Refleksi dari Yesaya 41:13-20 dan Matius 11:11-15
Dalam keheningan iman, suara Tuhan berbisik melalui firman-Nya yang abadi. Yesaya 41:13-20 membawa kita ke dalam janji Allah yang penuh kasih dan penghiburan. “Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.” Di tengah ancaman dan ketidakpastian, Tuhan bukan hanya menyatakan keberadaan-Nya, tetapi juga hadir dengan tangan yang memegang dan menguatkan. Ayat ini berbicara tentang keintiman Allah dengan umat-Nya, yang dijelaskan oleh Walter Brueggemann dalam The Prophetic Imagination (1978) sebagai bentuk kasih radikal Allah yang melibatkan diri dalam kehidupan manusia.
Pada saat yang sama, Yesaya menggambarkan pembaruan total yang dijanjikan Tuhan—tanah kering akan menjadi sumber air, pohon-pohon akan bertumbuh di padang gurun, sebuah simbol kehidupan baru. Richard J. Clifford dalam Isaiah (2000) menekankan bahwa pembaruan ini adalah manifestasi dari kehadiran Allah yang memulihkan, yang tidak hanya mengatasi penderitaan tetapi menciptakan kehidupan baru di tengah kehancuran.
Matius 11:11-15 membawa kita ke dimensi yang berbeda, di mana Yesus memuji Yohanes Pembaptis sebagai yang terbesar di antara mereka yang lahir dari perempuan. Namun, Ia menambahkan bahwa yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar daripadanya. Pernyataan ini mencerminkan suatu pembalikan radikal nilai-nilai duniawi. Yohanes, sebagai utusan yang mempersiapkan jalan, memainkan peran penting dalam rencana keselamatan, tetapi kedatangan Kerajaan Surga membuka kemungkinan lebih besar bagi setiap orang yang bersedia percaya.
Dalam buku Jesus Through Middle Eastern Eyes (2008), Kenneth E. Bailey menjelaskan bahwa perikop ini menekankan transisi antara zaman Taurat dan para nabi menuju zaman kasih karunia. Yohanes adalah jembatan yang menghubungkan dua dunia ini. Ayat 12, yang berbicara tentang Kerajaan Surga yang diserang dengan kekerasan, menurut Bailey, adalah metafora tentang perjuangan iman yang membutuhkan keberanian dan pengorbanan untuk memasukinya.
Dua bacaan ini, jika dirangkai, menjadi kisah yang memukau tentang tangan Allah yang menopang umat-Nya di tengah badai kehidupan, dan undangan menuju Kerajaan Surga yang penuh paradoks. Janji Tuhan di Yesaya adalah dasar yang kokoh bagi mereka yang takut, sementara kata-kata Yesus mengundang keberanian untuk melangkah maju.
Tangan Allah yang memegang erat itu juga hadir di dalam panggilan-Nya untuk mengambil bagian dalam perjuangan Kerajaan. John Stott dalam The Message of the Sermon on the Mount (1985) mencatat bahwa keberanian untuk memasuki Kerajaan Surga melibatkan pergumulan melawan kekuatan-kekuatan yang menahan kita. Namun, justru di dalam pergumulan itu, kehadiran Tuhan menjadi nyata.
Refleksi ini mengajak kita untuk percaya kepada Allah yang selalu hadir, baik di tengah kesulitan maupun dalam panggilan untuk melangkah lebih dekat ke hati-Nya. Dengan iman yang dipegang erat oleh tangan-Nya, kita dapat menjadi bagian dari pembaruan yang dijanjikan, di mana kehidupan diubah oleh kasih dan keadilan Allah yang sempurna.
Daftar Pustaka
- Bailey, Kenneth E. Jesus Through Middle Eastern Eyes: Cultural Studies in the Gospels. IVP Academic, 2008.
- Brueggemann, Walter. The Prophetic Imagination. Fortress Press, 1978.
- Clifford, Richard J. Isaiah. Abingdon Press, 2000.
- Stott, John R. W. The Message of the Sermon on the Mount. IVP Academic, 1985.