Rabu, 25 Desember 2024
Dalam keheningan dunia yang diliputi kegelapan, di mana hati manusia sering kali merasa hampa, firman Tuhan datang membawa terang dan harapan. Yesaya, sang nabi yang membawa kabar sukacita, menggambarkan keindahan seorang pembawa berita yang melintasi gunung-gunung dengan pesan damai. “Betapa indahnya kelihatan dari puncak-puncak bukit orang yang membawa berita baik, yang mengabarkan keselamatan” (Yesaya 52:7). Kata-kata ini seperti nyanyian yang memulihkan jiwa. Allah tidak hanya berbicara melalui nabi-Nya, tetapi juga bertindak. Ia menunjukkan kuasa-Nya di hadapan bangsa-bangsa, dan semua orang akan melihat keselamatan dari Allah kita.
Berabad-abad setelah seruan Yesaya, Injil Yohanes membuka dengan nada yang sama kuatnya, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). Di sini, Firman yang disebutkan bukan hanya kata-kata, tetapi adalah pribadi Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia. Yohanes menghadirkan sebuah proklamasi mendalam bahwa Sang Firman itu telah datang untuk tinggal di tengah-tengah kita, penuh kasih karunia dan kebenaran.
Kedua bacaan ini bertemu dalam tema besar karya penyelamatan Allah yang disampaikan melalui firman dan tindakan nyata-Nya. Dalam Yesaya, Allah menjanjikan kedatangan seorang pembawa damai; dalam Yohanes, janji itu digenapi melalui kedatangan Yesus Kristus. Di dalam diri-Nya, Allah berbicara, bertindak, dan menunjukkan kasih-Nya yang tak terbatas.
Ahli teologi N.T. Wright dalam Surprised by Hope (2008) menyoroti bahwa Yesaya berbicara kepada umat yang mengalami penderitaan di pembuangan. Pesan nabi ini bukan hanya untuk membangkitkan pengharapan, tetapi juga sebagai pernyataan bahwa Allah tetap setia pada janji-Nya. Wright menekankan bahwa kata-kata Yesaya tidak hanya relevan pada zamannya, tetapi juga menjadi bingkai besar tentang rencana penebusan Allah yang terus berlanjut.
Sementara itu, Raymond E. Brown dalam The Gospel According to John (1966) menggambarkan pembukaan Injil Yohanes sebagai proklamasi teologis yang memancarkan cahaya kebenaran. Ia menunjukkan bagaimana Yohanes mengangkat konsep Firman (Logos) untuk menjembatani pemahaman teologi Yahudi dan filsafat Yunani, menciptakan pengertian universal tentang Allah yang hadir dan berbicara melalui Yesus. Brown mengajak kita untuk melihat Kristus sebagai penggenapan semua harapan manusia: Firman yang menciptakan, menyelamatkan, dan membawa hidup.
Dalam bacaan dari Ibrani, penulis surat itu menambahkan lapisan makna yang lebih dalam. “Pada zaman dahulu Allah berbicara kepada nenek moyang kita melalui para nabi… tetapi pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita melalui Anak-Nya” (Ibrani 1:1-2). Di sini, kita melihat kesinambungan dari Yesaya hingga Yohanes, bahwa Allah tidak pernah berhenti berbicara. Tetapi apa yang berbeda adalah bagaimana Allah kini berbicara dalam wujud manusia, hadir di tengah kita, menjadi bagian dari penderitaan, sukacita, dan kehidupan kita.
Ketiga bacaan ini menggambarkan alur besar karya keselamatan Allah: dari nubuat hingga penggenapan, dari janji hingga kehadiran nyata. Apa yang dijanjikan oleh Yesaya sebagai kabar sukacita tentang keselamatan akhirnya mencapai puncaknya dalam Yesus Kristus. Dalam Dia, kita melihat wajah Allah, mendengar suara-Nya, dan merasakan kasih-Nya.
Refleksi ini mengundang kita untuk bertanya, bagaimana kita menanggapi kabar sukacita ini? Seperti para nabi dan penginjil, kita juga dipanggil untuk menjadi pembawa berita damai di dunia yang sering kali dilanda kekacauan. Allah tidak hanya ingin menyelamatkan kita, tetapi juga menjadikan kita bagian dari karya keselamatan-Nya.
Daftar Pustaka
- Brown, Raymond E. The Gospel According to John. Doubleday, 1966.
- Wright, N.T. Surprised by Hope. HarperOne, 2008.
- Lane, William L. Hebrews: A Call to Commitment. Hendrickson Publishers, 1985.
- Goldingay, John. The Theology of the Book of Isaiah. InterVarsity Press, 2014.