Di sebuah lembah sunyi di gurun Sinai, suara Musa menggema ketika ia menerima hukum dari Tuhan. Dalam salah satu perintah yang tertulis dalam Kitab Imamat 25:8-55, Tuhan menetapkan sesuatu yang istimewa bagi umat Israel: Tahun Yubileum, sebuah momen sakral yang diadakan setiap lima puluh tahun sekali. Di tahun ini, lonceng kebebasan berbunyi, tanah-tanah yang telah dijual dikembalikan, utang-utang dihapuskan, dan budak-budak dimerdekakan. Hukum ini tidak hanya menjadi lambang pembebasan, tetapi juga pengingat bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan dan kembali kepada-Nya.
Akar Tradisi Yahudi
Tahun Yubileum pertama kali diperkenalkan dalam tradisi Yahudi sebagai mekanisme keadilan sosial. Kata “Yubileum” berasal dari bahasa Ibrani yobel, yang berarti “terompet domba jantan” atau shofar. Terompet ini ditiup pada Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur) untuk menandai dimulainya Tahun Yubileum. Tradisi ini mencerminkan keadilan distributif, di mana tanah sebagai sumber kehidupan harus tetap dimiliki oleh keluarga yang diwarisi, menghindari eksploitasi oleh segelintir orang kaya. Menurut Rashi, seorang komentator Yahudi abad ke-11, Tahun Yubileum adalah momen suci yang menegaskan solidaritas komunal dan keadilan ekonomi.
Yesus dan Tahun Rahmat Tuhan
Berabad-abad kemudian, tradisi Yubileum menemukan penggenapan baru dalam pribadi Yesus Kristus. Dalam Injil Lukas 4:18-19, Yesus membacakan nubuat Yesaya:
“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin… untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”
Yesus memproklamasikan diri-Nya sebagai penggenapan “tahun rahmat Tuhan,” menyatakan bahwa kehadiran-Nya membawa pembebasan sejati, baik secara spiritual maupun sosial. Dalam pandangan Kristen awal, Yubileum tidak lagi terbatas pada pembebasan fisik atau kembalinya tanah, tetapi juga mencakup pembaruan rohani dan pengampunan dosa.
Perkembangan dalam Gereja Katolik
Tradisi Yubileum mendapatkan bentuk baru dalam sejarah Gereja Katolik pada tahun 1300. Paus Bonifasius VIII menetapkan Tahun Suci pertama sebagai momen bagi umat untuk menerima indulgensi penuh dan melakukan ziarah ke Roma. Dalam bulla kepausan Antiquorum Habet Fida Relatio, Paus menyerukan agar umat bertobat, melakukan karya amal, dan memuliakan Allah melalui tindakan kasih. Selama berabad-abad berikutnya, Tahun Yubileum dirayakan secara teratur setiap 25 hingga 50 tahun, dengan fokus pada pembaruan iman, rekonsiliasi, dan solidaritas global.
Salah satu momen penting dalam sejarah modern adalah Tahun Suci 2000 yang diproklamasikan oleh Paus Yohanes Paulus II. Ia mengundang umat Katolik di seluruh dunia untuk merayakan milenium baru dengan tema rekonsiliasi universal. Dalam dokumen Incarnationis Mysterium, Paus menekankan bahwa Yubileum adalah panggilan untuk kembali kepada akar iman dan memperbarui komitmen kepada kasih Kristus.
Tahun Yubileum Luar Biasa
Gereja juga mengenal “Tahun Yubileum Luar Biasa,” yang diproklamasikan di luar siklus biasa untuk alasan tertentu. Salah satu contohnya adalah Tahun Suci Kerahiman 2015-2016 yang dicanangkan oleh Paus Fransiskus. Dalam bulla Misericordiae Vultus, Paus menekankan pentingnya kasih dan kerahiman Tuhan bagi dunia yang penuh dengan penderitaan dan ketidakadilan. Ia juga membuka “Pintu Suci” di Basilika Santo Petrus sebagai simbol pembaruan spiritual.
Makna Kontemporer
Di dunia modern, Tahun Yubileum tetap relevan sebagai panggilan untuk merefleksikan nilai-nilai keadilan, kasih, dan pembaruan. Tradisi ini tidak hanya menghubungkan kita dengan sejarah keagamaan, tetapi juga menginspirasi gerakan sosial untuk memperjuangkan keadilan bagi yang tertindas dan memulihkan keharmonisan dalam masyarakat.
Sebagaimana Tuhan memerintahkan dalam Imamat, “Sebab Aku adalah Tuhan, Allahmu,” Tahun Yubileum mengingatkan kita bahwa segala sesuatu adalah milik-Nya. Di setiap zaman, lonceng Yubileum tetap berbunyi sebagai panggilan untuk hidup dalam kasih dan keadilan.
Referensi
- Holy Bible, Leviticus 25:8-55.
- Rashi’s Commentary on the Torah.
- Catechism of the Catholic Church, Article 1473.
- Boniface VIII, Antiquorum Habet Fida Relatio.
- John Paul II, Incarnationis Mysterium (1998).
- Pope Francis, Misericordiae Vultus (2015).