Keluarga Kudus, Yesus, Maria, dan Yusuf, menjadi cerminan cinta ilahi yang hadir dalam relasi manusiawi. Kisah mereka yang diceritakan dalam Bacaan Pertama, Kedua, dan Injil hari ini menghadirkan pesan mendalam tentang kepercayaan, pengorbanan, dan kasih yang menjadi inti kehidupan keluarga. Di tengah tantangan dan dinamika hidup, keluarga ini menunjukkan bagaimana iman dan ketaatan kepada kehendak Allah mampu menata hidup yang penuh makna.
Kitab 1 Samuel 1:20-22,24-28 mengisahkan kelahiran Samuel sebagai jawaban atas doa Hana. Di sini, Hana tidak hanya menunjukkan ketaatan, tetapi juga keberanian untuk menyerahkan anaknya kepada Allah sebagai wujud syukur atas anugerah-Nya. Tindakan Hana menjadi cermin bagaimana kepercayaan kepada Allah memampukan seseorang untuk melampaui rasa takut dan keterikatan duniawi. Seperti yang ditegaskan oleh Walter Brueggemann dalam “First and Second Samuel” (1990), Hana adalah figur iman yang menggambarkan pengharapan yang tidak pernah surut, meski dalam kesulitan yang mendalam.
Dalam 1 Yohanes 3:1-2,21-24, kasih Allah menjadi pusat perhatian. Rasul Yohanes mengingatkan bahwa kita adalah anak-anak Allah, dan identitas ini mengalir dari kasih-Nya yang tak terbatas. Keberadaan kita sebagai anak-anak Allah bukan hanya sebuah status, tetapi juga panggilan untuk hidup dalam kasih dan kebenaran. Raymond Brown dalam “The Epistles of John” (1982) menulis bahwa kasih yang dihidupi dalam iman Kristen selalu mengarah pada relasi dengan sesama, seperti keluarga Kudus yang menjadi model komunitas kasih dan iman.
Injil Lukas 2:41-52 membawa kita pada peristiwa Yesus yang tertinggal di Bait Allah. Dalam narasi ini, terlihat dinamika keluarga Yesus yang penuh dengan kehangatan sekaligus tantangan. Maria dan Yusuf menunjukkan kegelisahan orang tua yang mencintai anaknya, sementara Yesus, dalam kepolosan dan kebijaksanaan-Nya, menunjukkan ketaatan kepada Bapa-Nya di surga. René Laurentin dalam “The Life of Mary” (1991) menekankan bahwa kisah ini adalah penggambaran awal tentang misi Yesus, yang tetap dalam kerangka keluarga dan tradisi Yahudi, tetapi melampaui itu semua dengan kesetiaan-Nya kepada Allah.
Merenungkan keluarga Kudus, kita diajak untuk memahami bahwa keluarga bukan sekadar struktur sosial, tetapi juga ruang di mana kasih Allah nyata. Maria dan Yusuf adalah figur yang mampu menempatkan kehendak Allah di atas kepentingan mereka sendiri, menciptakan harmoni yang memungkinkan Yesus bertumbuh dalam hikmat dan kasih.
Dalam dunia modern yang sering kali diwarnai dengan individualisme dan krisis nilai, keluarga Kudus menjadi pengingat bahwa cinta sejati selalu melibatkan pengorbanan dan kesetiaan. Mereka menunjukkan bahwa keluarga adalah tempat di mana iman diterjemahkan dalam tindakan nyata, di mana setiap anggota saling mendukung untuk bertumbuh dalam kebaikan.
Daftar Pustaka
- Brueggemann, Walter. First and Second Samuel. Westminster John Knox Press, 1990.
- Brown, Raymond E. The Epistles of John. Doubleday, 1982.
- Laurentin, René. The Life of Mary. Ave Maria Press, 1991.