SENIN, 31 MARET 2025
Bacaan hari ini mengajak kita untuk melihat bagaimana Allah menjanjikan dunia yang baru, bagaimana manusia mesti meresponsnya dengan syukur, dan bagaimana iman yang sejati membawa keselamatan. Di tengah perjalanan hidup yang dinamis ini, harapan akan pembaruan senantiasa menjadi hiburan bagi kita.
Yesaya 65:17-21 adalah salah satu teks profetis yang paling indah dalam Perjanjian Lama. “Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati” (Yes. 65:17). Dalam visi profetik ini, Allah menyatakan kehendak-Nya untuk memperbarui dunia, bukan sekadar secara simbolis, tetapi dalam realitas yang penuh sukacita. Walter Brueggemann dalam Theology of the Old Testament (1997) menafsirkan bagian ini sebagai penggambaran konkret dari kerajaan Allah di mana penderitaan dihapuskan dan kegembiraan menggantikan ratapan.
Mazmur 30 menggemakan respons manusia terhadap karya Allah ini. “Aku akan memuji Engkau, ya Tuhan, sebab Engkau telah menarik aku ke atas dan tidak membiarkan musuh-musuhku bersukacita atas aku” (Mzm. 30:2). Pemazmur mengalami bagaimana Allah mengubah kesedihan menjadi sukacita, “ratapanku telah Kautukar dengan tari-tarian” (Mzm. 30:11). Tema ini selaras dengan janji Yesaya: Tuhan tidak hanya menciptakan sesuatu yang baru, tetapi juga memulihkan yang hancur. Ini memperlihatkan bagaimana manusia dipanggil untuk bersyukur dan mempercayakan hidupnya kepada Allah.
Kemudian, Injil Yohanes membawa kita lebih dalam pada realitas iman. Perikop Yohanes 4:43-54 mengisahkan seorang pegawai istana yang datang kepada Yesus dengan permohonan agar anaknya disembuhkan. Yesus berkata kepadanya, “Jika kamu tidak melihat tanda dan mukjizat, kamu tidak percaya” (Yoh. 4:48). Tetapi pegawai itu tidak mundur, ia tetap memohon, dan Yesus akhirnya berkata, “Pergilah, anakmu hidup” (Yoh. 4:50). Kepercayaan pegawai istana ini bukan hanya pada tanda, tetapi pada firman Yesus itu sendiri. Raymond E. Brown dalam The Gospel According to John (1995) menyoroti bahwa peristiwa ini menggambarkan iman yang bertumbuh: dari hanya berharap pada mukjizat menuju percaya penuh pada otoritas Yesus.
Dari ketiga bacaan ini, kita diajak untuk merenungkan bagaimana janji Allah tentang langit dan bumi yang baru harus kita sambut dengan hati yang penuh syukur dan iman. Dunia yang dijanjikan Allah bukan sekadar tentang perubahan fisik, tetapi juga tentang transformasi batin yang membuat kita hidup dalam damai dan sukacita. Seperti pegawai istana yang percaya sebelum melihat, kita pun dipanggil untuk hidup dalam keyakinan akan janji-Nya, bahkan ketika realitas belum sepenuhnya memperlihatkan pemenuhannya. Dan dalam proses ini, Allah sendiri yang mengubah kesedihan kita menjadi tarian sukacita.
Daftar Pustaka:
- Brueggemann, Walter. Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocacy. Fortress Press, 1997.
- Brown, Raymond E. The Gospel According to John, Vol. 1. Yale University Press, 1995.
- Childs, Brevard S. Isaiah: A Commentary. Westminster John Knox Press, 2001.
- Keener, Craig S. The Gospel of John: A Commentary. Baker Academic, 2003.