Spiritualitas Ignasian yang mendalam membentuk seluruh perjalanan hidup Paus Fransiskus, mulai dari masa mudanya sebagai pemimpin novis di Serikat Yesus Provinsi Argentina hingga masa kepemimpinannya di Vatikan.
Sebagai pemimpin novis (1972-1973), Pastor Jorge Bergoglio – nama asli Paus Fransiskus – secara rutin membimbing para calon Yesuit melalui “Latihan Rohani”, program 30 hari penuh meditasi, doa, kontemplasi, dan keheningan untuk memperdalam relasi dengan Tuhan.
Carlos Aedo, Direktur Eksekutif Kantor Spiritualitas Ignasian Provinsi Timur Amerika Serikat, menyebutkan bahwa pengalaman ini melekat erat dalam diri Paus Fransiskus. “Ia dibentuk oleh Latihan Rohani, baik sebagai peserta maupun pemimpin retret,” ujar Aedo. “Dia sangat sadar bahwa Tuhan dapat ditemukan bukan hanya di kapel atau gereja, melainkan dalam segala hal di dunia.”
Mengingatkan Pentingnya Membedakan Roh
Yesuit, ordo yang didirikan Santo Ignatius dari Loyola pada abad ke-16, menjadikan Latihan Rohani sebagai dasar pembentukan spiritualitas mereka. Sebagai paus, Fransiskus meluangkan minggu pertama masa Prapaskah untuk mendalami latihan ini dan mengundang para pejabat Kuria Vatikan untuk turut serta.
Dalam pidatonya tahun 2014 kepada komunitas latihan rohani di Italia, Paus Fransiskus berkata, “Mereka yang menjalani latihan dengan tulus akan diperbarui dan membawa keharuman Kristus dalam kehidupan sehari-hari.”
Menurut Aedo, salah satu kontribusi utama Paus Fransiskus adalah proses latihan dalam menjalankan discernment atau kemampuan membedakan roh. “Dia mengajarkan bahwa kearifan bukan sekadar memilih dengan tepat, tetapi menemukan ke mana Roh Kudus menuntun kita,” jelasnya.
Ciri khas lain dari spiritualitas Ignasian Fransiskus terlihat dalam pendekatannya terhadap tanda-tanda zaman dan dalam cara ia mengekspresikan kebebasan batin. “Melalui latihan-latihan itu, kita belajar menjadi bebas dan menikmati kebebasan sebagai anak-anak Allah,” tambah Aedo.
Akar Spiritualitas dan Hidup Sederhana
Masuk Serikat Yesus pada 1958 di usia 21 tahun, Fransiskus ditahbiskan menjadi imam pada 1969 dan mengucapkan kaul kekal sebagai Yesuit pada 1973. Saat itu, pasca Konsili Vatikan II, komunitas Yesuit sedang memperbaharui pemahaman tentang kemiskinan dan misi mereka di dunia modern.
Pastor Bruce Morrill SJ dari Universitas Vanderbilt menilai bahwa kesederhanaan dan penekanan Paus Fransiskus pada belas kasih – termasuk inisiatif Yubileum Luar Biasa Kerahiman tahun 2015 – berakar kuat pada pendidikan Ignasian yang dijalaninya. “Dunia terkesima ketika ia menolak simbolisme kerajaan saat menjadi paus,” kata Morrill.
Dalam wawancara tahun 2013 dengan Pastor Antonio Spadaro SJ, saat ditanya “Siapakah Jorge Mario Bergoglio?”, Paus Fransiskus menjawab, “Saya adalah seorang pendosa yang dipanggil Tuhan.” Jawaban itu, menurut Morrill, mencerminkan identitas Yesuit sejati.
Keterbukaan terhadap Dunia dan Gereja
Paus Fransiskus sendiri mengakui bahwa ia tetap seorang Yesuit dalam spiritualitasnya. “Saya berpikir seperti seorang Yesuit,” ujarnya kepada para jurnalis pada 2013.
Pastor Allan Figueroa Deck SJ, pakar teologi pastoral dari Universitas Loyola Marymount, menegaskan bahwa keterbukaan Paus terhadap perubahan dan tantangan dunia mencerminkan latihan Ignasian sehari-hari, yakni examen – refleksi malam hari tentang kehadiran Tuhan dalam peristiwa harian.
Mengenai pendekatan Paus yang kerap dianggap progresif, Pastor Deck berpendapat bahwa justru itu mencerminkan semangat Ignasian yang otentik. “Spiritualitas Ignasian mengajarkan kita untuk tetap terbuka, tidak terjebak ideologi, dan membiarkan Roh Kudus membimbing kita,” ujarnya.
Sinode dan Warisan Kepemimpinan
Salah satu warisan penting Paus Fransiskus adalah Sinode tentang Sinodalitas, sebuah proses yang ia dorong untuk menghidupkan kembali tradisi gereja secara kreatif. “Tradisi bukanlah artefak mati di museum,” kata Pastor Deck. “Kita belajar menerapkannya dalam situasi baru.”
Pastor Deck, penulis buku Francis, Bishop of Rome: The Gospel for the Third Millennium, menilai bahwa Paus Fransiskus telah mendorong gereja untuk bergerak maju, meski gerakan itu lambat dan menghadapi perlawanan. “Dia sungguh luar biasa,” kata Deck. “Waktu akan membuktikan warisannya. Kita lihat saja nanti.”
Sumber : oursundayvisitor.com