Sebanyak 133 kardinal akan memasuki Kapel Sistina awal bulan depan untuk mengikuti konklaf, sidang tertutup yang akan menentukan Paus baru. Bukan sekadar suksesi kepemimpinan Gereja Katolik, konklaf kali ini menjadi penanda pergeseran kekuatan dari pusat lama di Eropa menuju pinggiran dunia.
Dari 135 kardinal yang sejatinya berhak memilih—yakni mereka yang berusia di bawah 80 tahun—dua dipastikan absen karena alasan kesehatan. Sisanya, yang terdiri dari 133 orang, akan menjadi pemilik suara dalam pemilihan yang berlangsung tanpa pengaruh dunia luar.
Yang menarik, sebanyak 108 dari para pemilih itu adalah hasil penunjukan Paus Fransiskus. Artinya, lebih dari 80 persen suara datang dari tangan-tangan yang dibentuk oleh visi reformis Paus asal Argentina tersebut. Sisanya, 22 orang ditunjuk oleh Paus Benediktus XVI dan 5 lainnya oleh Paus Yohanes Paulus II.
Wajah Global, Arah Selatan
Selama 12 tahun kepemimpinannya, Fransiskus membongkar peta kekuasaan lama Gereja Katolik yang lama berpusat di Eropa. Ia mengangkat kardinal dari negeri-negeri yang sebelumnya tak pernah memiliki wakil dalam konklaf. Hasilnya: ada 12 negara baru yang kini mengirim kardinal pemilih untuk pertama kali dalam sejarah.
Mereka berasal dari Haiti, Tanjung Verde, Republik Afrika Tengah, Papua Nugini, Malaysia, Swedia, Luksemburg, Timor Leste, Singapura, Paraguay, Sudan Selatan, hingga Serbia.
Secara keseluruhan, para pemilih berasal dari 71 negara. Dominasi Eropa memang belum sepenuhnya tergeser—benua itu masih menyumbang 53 suara—tapi kini Global Selatan mulai mencuat: Amerika 37 (termasuk 17 dari Amerika Latin), Asia 23, Afrika 18, dan Oseania 4.
Italia tetap menjadi lumbung suara dengan 19 kardinal, disusul Prancis (6) dan Spanyol (5).
Lebih Muda, Lebih Banyak dari Ordo
Kardinal termuda yang akan masuk konklaf adalah Mykola Bychok, 45 tahun, kelahiran Ukraina yang kini menggembalakan umat Katolik di Australia. Di ujung lain, ada Carlos Osoro Sierra, 79 tahun, dari Spanyol. Sebanyak enam kardinal lahir pada 1970-an, termasuk dua dari Italia: Baldassarre Reina dan Giorgio Marengo—nama terakhir dikenal luas karena bertugas di Mongolia.
Adapun tahun kelahiran paling dominan adalah 1947, dengan 13 kardinal yang tahun ini akan atau telah menginjak usia 78.
Komposisi ini juga mencerminkan keragaman spiritualitas dalam Gereja. Sebanyak 33 dari 133 kardinal berasal dari ordo religius, termasuk Salesian (5), Fransiskan (4), Yesuit (4), Fransiskan Konventual (3), dan Dominikan (2). Sisanya tersebar di berbagai kongregasi lain, dari Redemptoris hingga Misionaris Consolata.
Di antara mereka ada nama-nama yang cukup dikenal publik global: Charles Maung Bo (Salesian, Myanmar), Jean-Claude Hollerich (Yesuit, Luksemburg), hingga Anders Arborelius (Karmelit, Swedia).
Menuju Paus yang Baru?
Paus Fransiskus mungkin tak akan turun langsung dalam pemilihan, tapi pengaruhnya akan terasa dalam setiap bisikan dan suara yang dijatuhkan para kardinal. Bukan hanya karena ia menunjuk mayoritas dari mereka, melainkan karena pilihan-pilihannya membentuk arah baru Gereja: lebih inklusif, lebih dekat dengan komunitas pinggiran, lebih terbuka pada wajah non-Eropa.
Konklaf ini belum tentu menghadirkan Paus dari Global Selatan lagi, tetapi sangat mungkin melahirkan pemimpin dengan semangat serupa: yang berani menyentuh luka dunia, dan tak gentar memeluk kompleksitas zaman.
Sumber : Vatican News