Vatikan, 1 Mei 2025 — Konklaf untuk memilih Paus baru yang akan segera digelar mencatat sejarah sebagai konklaf pertama yang secara resmi diikuti oleh lebih dari 120 kardinal pemilih. Sebanyak 133 kardinal telah dikonfirmasi akan berpartisipasi dalam proses pemilihan pengganti Takhta Santo Petrus tersebut.
Meski angka ini melampaui batas maksimal 120 kardinal pemilih sebagaimana tercantum dalam Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis (UDG), kenyataannya jumlah pemilih dalam Kolegium Kardinal memang kerap melebihi angka tersebut, terutama dalam konsistori yang diadakan oleh para Paus sebelumnya.
Tradisi yang Terbentuk Seiring Waktu
Batas maksimal 120 pemilih pertama kali ditegaskan oleh Paus Paulus VI pada 1975 dalam Konstitusi Apostolik Romano Pontifici Eligendo. Namun, dalam praktiknya, para paus kerap mengangkat lebih banyak kardinal, menyebabkan jumlah pemilih aktif dalam konklaf melebihi batas tersebut.
Paus Yohanes Paulus II, misalnya, mencatatkan beberapa kali jumlah pemilih melebihi 120:
- Konsistori 1988: 121 pemilih
- Konsistori 1998: 122 pemilih
- Konsistori 2001: 136 pemilih
- Konsistori 2003: 134 pemilih
Paus Benediktus XVI juga melampaui angka ini dua kali:
- Konsistori 2010: 121 pemilih
- Konsistori 2012: 125 pemilih
Demikian pula Paus Fransiskus, yang selama masa kepemimpinannya mengangkat kardinal dalam 10 konsistori, dengan jumlah pemilih selalu di atas ambang batas. Tercatat pada Desember 2024, jumlah pemilih mencapai 140 dari total 253 kardinal.
Penegasan Hak Pilih
Kolegium Kardinal dalam pernyataannya menyatakan bahwa 133 kardinal yang memenuhi syarat akan menggunakan hak pilih dalam konklaf mendatang. Hal ini dianggap sebagai pengecualian terhadap ketentuan Universi Dominici Gregis, yang telah secara diam-diam ditangguhkan oleh Paus Fransiskus melalui kebijakan pengangkatan kardinal di luar batas yang ditetapkan.
Pasal 36 UDG menegaskan bahwa seorang kardinal yang telah diangkat secara sah dan diumumkan dalam konsistori memiliki hak penuh untuk memilih Paus, selama tidak terkena sanksi kanonik atau melepaskan jabatannya dengan persetujuan Paus.
Dengan latar belakang ini, Konklaf 2025 bukan hanya menjadi tonggak dalam sejarah Gereja Katolik modern, tetapi juga menandai kelonggaran interpretatif terhadap regulasi internal yang sebelumnya dianggap tetap. Banyak pihak melihat ini sebagai bagian dari dinamika perkembangan Gereja dalam menjawab tantangan zaman—baik secara spiritual maupun struktural.
Sumber : Vatican News