SABTU, 24 MEI 2025
Dalam sunyi pagi Makedonia, ketika embun masih menempel di dedaunan dan jalan-jalan belum ramai dilalui kaki, tampaklah gambaran awal dari panggilan perutusan yang begitu kuat menggema dalam hati Paulus. Bacaan dari Kisah Para Rasul hari ini membawa kita menyelami dinamika misi dan ketegangan dalam kebebasan rohani: bagaimana Roh Kudus sendiri yang memimpin dan mengarahkan langkah para rasul, tidak hanya melalui dorongan hati, tetapi juga melalui penutupan jalan-jalan tertentu, agar mereka dapat menemukan jalan yang tepat. Paulus dan Silas dicegah oleh Roh Kudus untuk memberitakan firman di Asia, namun justru dalam mimpi datanglah penglihatan seorang Makedonia yang berkata, “Datanglah ke Makedonia dan tolonglah kami.” Panggilan ini bukan sekadar perpindahan geografis, melainkan perubahan arah misi, dari wilayah yang dikenal menuju dunia baru yang asing. Ini adalah gambaran nyata dari hidup Kristiani yang selalu digerakkan oleh suara Roh, bukan sekadar rencana manusia.
Sementara itu, Mazmur hari ini mengajak kita untuk “Bersorak-sorailah bagi Tuhan, hai seluruh bumi.” Ini bukan seruan hampa. Dalam konteks perutusan dan penderitaan, mazmur ini adalah nyanyian iman yang memampukan manusia untuk memuji bahkan di tengah ketidakpastian. Allah digambarkan sebagai gembala dan pencipta, penuh kasih setia yang tak berkesudahan. Teolog Walter Brueggemann dalam karyanya The Message of the Psalms (1984) menyebut mazmur ini sebagai “a liturgy of belonging,” yakni nyanyian yang menyatukan identitas umat dengan kesetiaan Allah.
Namun, di dalam Injil Yohanes kita diajak turun dari puncak sorak ke realitas keras hidup Kristiani. “Jika dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku daripada kamu.” Kalimat ini seperti angin dingin yang membelai kulit hangat kita. Yesus tidak memberi janji keamanan atau kenyamanan. Ia justru menegaskan bahwa kasih kepada-Nya akan membenturkan kita pada dunia yang tidak mengerti. Dalam Jesus and the Victory of God (1996), N.T. Wright menjelaskan bahwa permusuhan dunia terhadap Yesus bukan karena Ia membenci dunia, tetapi karena Ia mengungkapkan dunia apa adanya—penuh ego, manipulasi, dan ketakutan terhadap kebenaran yang membebaskan.
Dengan demikian, refleksi hari ini membentang antara dorongan Roh Kudus yang mengarahkan langkah, semangat syukur yang membahana dalam mazmur, dan kesadaran bahwa jalan Kristus selalu bersinggungan dengan resistensi dunia. Hidup orang percaya bukanlah pelayaran tenang di laut biru, melainkan petualangan di tengah gelombang besar, dengan Roh Kudus sebagai angin penggerak dan kasih Kristus sebagai jangkar yang menahan kita.
Kisah Paulus yang terbuka pada penglihatan dan peka pada arah Roh menunjukkan kepada kita bahwa menjadi murid bukan hanya soal melakukan yang baik, tetapi juga mampu membaca waktu, tanda, dan membiarkan Tuhan yang menggiring. Demikian pula, pujian dalam mazmur menjadi fondasi spiritual yang memperkuat kita agar tetap bersukacita dalam penganiayaan. Dan Injil memberi kita realisme rohani: bahwa hidup dalam kasih akan membangkitkan kebencian dari mereka yang merasa tersingkap oleh terang kasih itu.
Hidup Kristiani bukanlah tentang popularitas, melainkan tentang kesetiaan. Roh Kudus akan memimpin, namun jalan yang ditunjukkan-Nya tidak selalu mudah. Tetapi seperti kata Yesus, “Aku telah memilih kamu dari dunia,” maka kita tahu bahwa perjalanan ini—dengan semua tantangan dan penghiburannya—adalah bagian dari karya penyelamatan yang lebih besar.
Daftar Pustaka:
- Brueggemann, Walter. The Message of the Psalms: A Theological Commentary. Augsburg Publishing House, 1984.
- Wright, N.T. Jesus and the Victory of God. Fortress Press, 1996.
- Brown, Raymond E. The Gospel According to John XIII-XXI. Anchor Bible Series, 1970.
- Dunn, James D.G. The Acts of the Apostles. Eerdmans Publishing, 1996.
- Schnackenburg, Rudolf. The Gospel According to St. John, Vol. 3. Herder and Herder, 1982.