Pematang Siantar – Komunikasi bukan sekadar alat bantu teknis, melainkan jantung kehidupan Gereja. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (KAM) Romo Benno Ola Tage dalam refleksinya yang berjudul “Spiritualitas Komunikasi Adalah Keterbukaan.” Dalam paparannya di hadapan para anggota komsos paroki se-Keuskupan Agung Medan itu, Benno menegaskan bahwa komunikasi dalam Gereja adalah bentuk spiritualitas yang berakar pada keterbukaan: kepada Tuhan, diri sendiri, dan sesama.
“Gereja hadir untuk membawa manusia kepada kesatuan dengan Allah, dan dari kesatuan itu muncul keterbukaan terhadap sesama,”ujarnya di Catholic Center – Pusat Pembinaan Umat Pematang Siantar, Sabtu (31/05/2025).
Mengutip pemikiran teolog Avery Dulles dalam Models of the Church, Benno menekankan bahwa komunikasi merupakan instrumen penting dalam mencapai dan mempertahankan kesatuan manusia dengan Allah. Lebih dari sekadar bertukar informasi, komunikasi adalah sarana membangun persaudaraan sejati.
Menurutnya, komunikasi bukan semata keterampilan duniawi, melainkan karunia rohani. Ia menyoroti bahwa dalam Kitab Suci, khususnya dalam Kisah Para Rasul, Surat Roma, dan Efesus, disebutkan bahwa setiap orang menerima karunia dari Roh Kudus demi membangun kesatuan Tubuh Kristus. “Semua umat beriman dipanggil untuk membagikan pengalaman iman dan kasih melalui komunikasi yang otentik,” jelasnya.
Spiritualitas Komunikasi
Dalam konteks komunikasi, spiritualitas dipahami sebagai kehidupan yang digerakkan oleh Roh Allah, bukan semata urusan teknik dan media. Bagi Benno, spiritualitas komunikasi tumbuh dari kedalaman relasi dengan Tuhan, yang menggerakkan setiap kata, tindakan, dan pesan.
Ia menyebutkan, komunikasi dalam Gereja mencakup berbagai dimensi: pewartaan Sabda Allah, perayaan kasih dalam liturgi, persaudaraan komunitas, tindakan kasih, serta kesaksian hidup umat.
“Seluruh hidup Gereja adalah proses komunikasi yang berkesinambungan—sebuah dialog antara Allah dan umat-Nya, serta antarumat itu sendiri,” tegasnya.
Dalam refleksi tersebut, Benno menguraikan tiga bentuk keterbukaan yang menjadi fondasi seorang komunikator Kristiani:
- Keterbukaan kepada Tuhan – Komunikator Kristiani harus menjadi seorang pendoa. Ia mengutip Paus Yohanes Paulus II yang menegaskan bahwa komunikasi Kristiani bermula dari kehidupan rohani yang mendalam.
- Keterbukaan kepada Diri Sendiri – Kesadaran diri akan kerapuhan dan panggilan hidup menjadi syarat penting agar komunikasi menjadi tulus dan membangun.
- Keterbukaan kepada Sesama – Keterbukaan ini ditunjukkan melalui empati, mendengarkan dengan hati, serta keberanian menggunakan kreativitas untuk menjalin relasi sejati, terutama di tengah era digital.
Benno menyerukan agar para pelaku komunikasi dalam Gereja menjadi komunikator yang hidup dalam Roh, menjadikan komunikasi sebagai bentuk pelayanan dan kesaksian iman. “Komunikasi bukan sekadar berbicara—ia adalah perutusan. Jadilah komunikator yang membagikan terang Kristus dalam setiap kata, gestur, dan kehadiran,”ujarnya.