Dalam perjalanan iman, doa sering dianggap sebagai pilihan terakhir ketika segala usaha tampak sia-sia. Namun bagi Santa Monika, doa bukanlah pelarian, melainkan kekuatan utama, sumber harapan, dan wujud kepemimpinan sejati. Ia bukan pemimpin yang berdiri di mimbar atau memimpin dengan suara lantang, melainkan seorang ibu dan istri biasa yang dengan kasih dan iman mampu mengubah hidup anaknya, suaminya, dan bahkan meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Gereja Katolik.
Santa Monika lahir sekitar tahun 331 di Tagaste, Afrika Utara. Sejak kecil, ia dikenal sebagai pribadi yang saleh dan setia kepada ajaran Kristus. Dalam usia muda, ia menikah dengan Patricius, seorang pejabat Romawi yang keras dan belum mengenal Kristus. Pernikahan mereka tidak mudah. Namun Monika tidak pernah melepaskan imannya, ia tetap setia, menghidupi kasih Kristus dalam keseharian sebagai istri dan ibu. Dari pernikahannya, Monika melahirkan tiga anak, salah satunya adalah Agustinus.
Sebelum menjadi Santo Agustinus, Agustinus menjalani hidup yang jauh dari Tuhan, mengejar kesenangan duniawi, menolak iman yang dihayati ibunya dengan tekun. Namun Monika tidak menyerah. Selama 17 tahun, ia terus mendoakan pertobatan putranya dengan air mata dan iman yang tak tergoyahkan. Seperti tertulis dalam Roma 12:12, “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa.”
Kepemimpinan Monika bukan berasal dari kekuasaan, jabatan, atau pengaruh sosial. Kepemimpinannya lahir dari keheningan doa, dari cinta yang tidak menuntut balasan, dari kesetiaan yang tidak goyah. Ia bahkan tak hanya berdoa untuk Agustinus, tetapi juga untuk suaminya, yang akhirnya bertobat dan dibaptis sebelum meninggal. Seperti yang ditegaskan dalam dokumen Lumen Gentium, “Ibu bapak adalah pendidik utama anak-anak dalam iman dan doa. Keluarga adalah sekolah kasih dan doa bagi umat Kristiani” (LG 11).
Ketekunan Monika akhirnya berbuah manis ketika Agustinus bertemu dengan Uskup Ambrosius di Milan. Dari perjumpaan itu, hati Agustinus mulai terbuka, hingga akhirnya ia dibaptis dan memulai hidup baru dalam Kristus. Dalam Confessiones, Agustinus menulis bahwa air mata ibunya adalah persembahan yang tak ternilai bagi Allah. “Air matamu adalah persembahan yang tak ternilai bagi Allah” (Confessiones IX, 10).
Kisah Monika membuktikan bahwa kepemimpinan Kristiani tidak selalu terlihat dari hal-hal besar atau tampak hebat di mata dunia. Ia memimpin dengan caranya sendiri—melalui doa, ketabahan, dan kasih yang sederhana namun mendalam. Dari dalam rumah, ia menjadi jembatan pertobatan, bukan hanya bagi Agustinus yang kemudian menjadi Uskup dan Bapa Gereja, tetapi juga bagi banyak orang yang terinspirasi oleh hidupnya. Seperti yang ditulis dalam Familiaris Consortio, “Keluarga adalah komunitas hidup dan kasih, sekolah pertama dan utama dari doa yang terus menerus” (FC 26).
Bagi orang muda Katolik zaman sekarang, Santa Monika adalah teladan tentang bagaimana kepemimpinan bisa dimulai dari relasi yang paling dekat: keluarga, sahabat, komunitas. Kita tidak selalu dipanggil untuk menjadi orang besar, tetapi kita dipanggil untuk menjadi berkat. Dalam Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus mengatakan, “Doa adalah napas kehidupan orang percaya dan sumber kekuatan yang tiada habisnya” (EG 262).
Santa Monika hidup dengan semboyan sederhana: doa yang tiada henti dan kasih yang tak terbatas. Ia tidak menyerah dalam penderitaan, ia tidak goyah dalam cinta. Kesetiaannya adalah teladan kepemimpinan sejati—kepemimpinan yang berakar dalam iman dan kasih. Ia percaya bahwa dengan doa dan cinta, segala sesuatu bisa diubah oleh kuasa Tuhan. Seperti dikatakan dalam Katekismus Gereja Katolik, “Doa adalah hati dari seluruh hidup Kristen” (KGK 2559).
Santa Monika tidak pernah berdiri di atas panggung atau menulis doktrin, tetapi doanya menggetarkan surga. Hidupnya menjadi teologi kasih yang nyata. Ketekunannya mengubah hati anaknya dan mewariskan warisan iman yang hidup dalam sejarah Gereja. Jika kamu merasa sedang berjuang sendirian, ingatlah Santa Monika. Ia tidak menyerah, dan Tuhan menjawabnya. Yuk, jadikan doa dan kasih sebagai dasar hidup kita. Salam kasih dari Santa Monika untuk para pemimpin masa depan.
Sumber Referensi:
- Alkitab Terjemahan Baru (TB)
- Konsili Vatikan II. Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja), 1964
- Agustinus, Confessiones, Buku IX, Bab 10
- Paus Yohanes Paulus II. Familiaris Consortio, 1981
- Paus Fransiskus. Evangelii Gaudium, 2013
- Katekismus Gereja Katolik, 2559