By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inigo WayInigo WayInigo Way
Notification Show More
Font ResizerAa
  • Home
  • IGNASIANA
    IGNASIANA
    Segala hal tentang spiritualitas ignasia
    Show More
    Top News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    10 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    8 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    10 months ago
    Latest News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    10 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    8 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    10 months ago
    Paus Tiba di Indonesia dalam Suasana Sederhana
    10 months ago
  • IDEA
    IDEAShow More
    Hati Mahakudus Yesus Bukan Monumen Nostalgia
    3 weeks ago
    Pemetaan Tantangan dan Peluang
    3 weeks ago
    Scrolling Tuhan: Ketika Gen Z Menemukan Injil di Ujung Jari
    4 weeks ago
    Tambang Nikel di Raja Ampat: Ironi Transisi Energi dan Ancaman terhadap Surga Biodiversitas
    1 month ago
    Komunikasi yang Menyatukan di Dunia yang Terluka
    2 months ago
  • GEREJA SEMESTA
    GEREJA SEMESTAShow More
    Dari Istana ke Jalanan: Kepemimpinan Paus Fransiskus yang Mengakar di Hati Kaum Kecil
    3 weeks ago
    Kepemimpinan yang Inklusif: Membangun Jembatan di Tengah Perpecahan
    3 weeks ago
    Leading with an Open Heart: Kepemimpinan Santa Teresa dari Kalkuta untuk Dunia yang Terluka
    1 month ago
    Misi, Martabat, dan Kasih: Kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II sebagai Cermin Pemimpin Kristiani Sejati
    1 month ago
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    1 month ago
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
    • SBS
    KOMUNITAS
    Show More
    Top News
    Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
    2 weeks ago
    Refleksi Atas Retret Sesawi 2024 di Klaten
    2 months ago
    Pertemuan Bapa Suci dengan Anggota Serikat Yesus, Hangat dan Menggembirakan
    2 months ago
    Latest News
    Diterima Tanpa Syarat, Disapa dengan Kasih
    8 hours ago
    Ada Kebahagiaan yang Tak Bisa Dibeli
    1 day ago
    Sesawi, Novisiat yang Tak Pernah Usai
    2 days ago
    Dari Peluh Rumah Tangga, Tumbuhlah Cinta yang Tangguh: Kisah-Kisah Ibu dalam Paguyuban SESAWI
    2 weeks ago
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
  • KOLOM PENDIDIKAN
    KOLOM PENDIDIKAN
    Show More
    Top News
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    2 months ago
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    1 month ago
    Latest News
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    1 month ago
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    2 months ago
Reading: Sesawi, Novisiat yang Tak Pernah Usai
Share
Font ResizerAa
Inigo WayInigo Way
  • IGNASIANA
  • IDEA
  • GEREJA SEMESTA
  • YAYASAN SESAWI
  • STP BONAVENTURA
  • KOLOM PENDIDIKAN
Search
  • Home
  • GEREJA SEMESTA
    • Ajaran Gereja
    • Paus
    • Sejarah Gereja
    • Tradisi Gereja
  • IDEA
    • Homili
    • Refleksi
    • Renungan
    • Syair
  • IGNASIANA
    • Latihan Rohani
    • Riwayat Ignatius
    • Sahabat Ignatius
    • Surat-surat Ignatius
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inigo Way Network. Sesawi Foundation. All Rights Reserved.
Inigo Way > Petrus Faber > KOMUNITAS > Paguyuban Sesawi > Sesawi, Novisiat yang Tak Pernah Usai
KOMUNITASPaguyuban Sesawi

Sesawi, Novisiat yang Tak Pernah Usai

Dionisius Bowo
Last updated: July 15, 2025 9:01 am
By Dionisius Bowo 2 days ago
Share
8 Min Read
SHARE

Terus terang saya tidak pernah benar-benar merencanakan untuk bergabung dengan komunitas Sesawi. Bahkan bisa dibilang, saya terlalu soliter atau barangkali introvert, sehingga cenderung enggan terlibat dalam komunitas ataupun organisasi apapun, apalagi sampai menjadi pengurus. Namun hidup seringkali berjalan bukan seperti yang kita mau.

Dan dalam kasus saya, itu termasuk ketika akhirnya saya ikut kecemplung—dan kemudian malah dipercaya menjadi ketua paguyuban Sesawi menggantikan kepengurusan mas Julius kawan seangkatan.

Kalau ditanya kapan pertama kali bergabung, saya lupa-lupa ingat: saat Sesawi mengadakan acara di Bandungan. Waktu itu, Igo barangkali masih TK, masih suka panjat- panjat apapun. Dia sangat menikmati acara itu, terutama karena bertemu banyak teman baru yang sebaya, bermain bersama, dan leluasa berlari kesana-kemari juga diperbolehkan memanjat pohon. Saya sendiri datang tanpa ekspektasi, tapi melihat kegembiraan Inigo dan keguyuban suasana saat itu, saya merasa seperti pulang ke rumah yang sudah lama saya tinggalkan.

Sebetulnya, tentang paguyuban Sesawi ini saya sudah tahu sejak lama. Namanya memang mengisyaratkan kumpulan para mantan novis SJ—teman-teman seperjalanan dalam formasi panjang yang pernah kami jalani bersama di novisiat Santo Stanislaus Girisonta.

Oleh beberapa ‘saudara’, sudah seringkali pula saya diajak bergabung, tapi waktu itu entah kenapa selalu saja ada alasan untuk menolak. Dan sangat mungkin saat itu di acara Sesawi ke Bandungan, saya sudah kehabisan alasan untuk menolak. Dan tanpa disadari blessing in disguise , langkah kecil itu menjadi pintu masuk menuju penggalan perjalanan hidup yang mewarnai makna.

Yang paling saya syukuri dari keterlibatan di Sesawi adalah kesempatan menemukan kembali teman-teman seperjalanan. Selain mas Julius, sekedar menyebut, ada romo Iwan Projo Bandung, mantan bruder Sodiman, koh Yayang juragan kopi, mas Sutadi yang direjen dan solis, dan mungkin paling akhir bergabung mas Jacob Suwar. Kami pernah bersama- sama dibentuk oleh semangat Ignatius Loyola. Kami pernah sama-sama belajar tentang Examen Conscientiae, Intentio Recta, Asas dan Dasar, Magis, Lepas Bebas (Indiferentia), Tantum Ǫuantum dan apalagi, entahlah. Meski akhirnya kami semua menjalani kehidupan masing-masing—ada yang tetap bersetia dalam serikat, ada yang jadi dosen, pengusaha, profesional, romo di tarekat lain, atau bapak rumah tangga—tapi ternyata semangat itu tetap menyala, dalam bentuk yang berbeda-beda.

Saya terkesan, karena banyak dari kami ternyata masih setia menjalani hidup dengan cara ignatian. Bukan hanya dalam bentuk yang ideal dan formal saja, tapi juga dalam keseharian yang nyata: dalam keluarga, pekerjaan, bahkan dalam komunitas-komunitas kecil di lingkungan masing-masing untuk saling mewarnai. Di tengah dunia yang semakin individualis, sibuk dan bising, menemukan orang-orang yang tetap berusaha hidup reflektif dan penuh kesadaran batin, rasanya seperti menemukan mata air segar.

Lalu datanglah momen yang jujur saja saya hindari: ketika saya didaulat menjadi ketua paguyuban. Satu hal yang selalu saya hindari sejak dulu adalah jabatan dalam komunitas atau organisasi apapun. Bahkan di IKJ (Institut Kesenian Jakarta), saya sudah cukup bahagia dengan hanya dan selalu berusaha untuk hanya mengajar saja, tanpa perlu merangkap jabatan fungsional yang lain atau bahkan struktural. Tapi nyatanya, hidup lagi-lagi tidak selalu hanya menuruti keinginan kita. Di sana-sini entah nasib saja atau karena dianggap punya kapasitas tertentu tidak pernah luput untuk didapuk sebagai ‘pelayan’.

Mungkin sudah menjadi gestur pribadi, atau barangkali sisa dari residu formasio dalam

Serikat Jesus—ketika akhirnya dipercaya, saya tidak bisa menolak. Sendiko dawuh, kawula taat. Saya anggap itu sebagai mandat bahkan perintah, bukan kepercayaan apalagi kehormatan. Dan yang membuat saya semakin tergerak adalah karena komunitas ini bukan sembarang komunitas. Bayangkan mengetuai segerombolan orang-orang yang  pintar, kritis, dan tentu saja tidak jauh dari karakter yang keras kepala—sifat khas yang entah bagaimana terbentuk sejak masa novisiat. Tapi justru di situlah justru letak keindahannya: karena mungkin sisa residu formation, sekalipun keras kepala, tidak ada yang mudah tersinggung apalagi tersulut, semua apa adanya, tapi tetap saling menjaga dan menghargai menyelesaikan segala sesuatu dengan diskusi deliberatio, menemukan kehendak roh.

Bagi saya pribadi, keterlibatan di Sesawi tidak pernah hanya tentang diri saya pribadi. Ini juga tentang keluarga saya—Ina dan juga Igo (Inigo Banyu Segara). Sedikit banyak, kami merayakan hidup bersama dengan semangat yang (meski berbeda jalur) punya akar yang sama: iman kristiani.

Ketika saya aktif di paguyuban ini, keluarga saya pun ikut merasakan manfaatnya. Kami tidak merasa sendiri. Kami tahu ada banyak keluarga lain yang menjalani hidup dengan nilai dan cara yang serupa—tentu saja dalam kadar dan bentuk yang sesuai dengan situasi masing-masing keluarga. Tentu ini bukan soal menyamakan langkah, tapi tentang berbagi peran. Dan itu sangat menguatkan, saling meneguhkan.

Kalau ditanya apakah ada dorongan tertentu setelah semua ini, saya bisa bilang: iya, ada. Dorongan itu bukan sesuatu yang spektakuler. Bukan ingin membuat gerakan besar- besaran atau merancang program revolusioner. Dorongan itu lebih-lebih malah kelewat sederhana tapi semakin intens: sadar tidak sadar, untuk tetap bertindak dengan cara ignatian, dan kalau bisa, selalu berusaha menularkannya kepada yang lain—lewat tindakan kecil, lewat ruang kelas, lewat perjumpaan, lewat cara hidup kita.

Saya percaya bahwa cara hidup kita tidak pernah ketinggalan zaman. Justru di era yang serba cepat dan instan ini, orang-orang semakin butuh arah, refleksi, dan kesadaran batin. Dan kalau saya bisa berkontribusi dengan terus menjalani nilai-nilai ini secara otentik, saya pikir itu sudah cukup. Bahkan mungkin itu yang paling dibutuhkan.

Tahun ini, saya dan Ina akan merayakan 30 tahun pernikahan. Igo akan menyelesaikan studinya di STF Driyarkara. Saya sendiri, novis SJ tahun 1987, tahun ini akan menginjak usia 60 tahun. Saya masih akan menjadi dosen tetap 5 tahun kedepan di IKJ, masih menikmati proses belajar-mengajar, berinteraksi dengan banyak anak muda zaman now. Masih banyak kesempatan untuk menularkan tipis-tipis semangat Ignasian.

Kalau saya melihat ke belakang, saya bisa bilang: semua ini adalah rahmat. Bergabung dengan Sesawi mungkin awalnya bukan pilihan sadar, tapi ternyata menjadi jalan yang memperkaya hidup saya, baik secara pribadi, maupun sebagai suami dan ayah.

Sesawi bukan sekadar komunitas nostalgia. Ia adalah ruang aktualisasi nilai, tempat pulang, dan sekaligus sumur oase mereguk kembali semangat Ignasian. Dan terlebih seperti saya pribadi selalu meyakini: Sesawi adalah novisiatku yang tidak pernah selesai— tempatku bersama dengan saudara-sadara yang lain, terus menerus menempa diri untuk selalu belajar rendah hati mohon rahmat kebebasan batin menemukan Tuhan dalam segala.

Terima kasih, Sesawi, untuk segala perjumpaan dan perjalanan ini. amdg Amrih Mulya Dalem Gusti

You Might Also Like

Apakah Kita Telah Mengalami Kelahiran Kembali?

Kehadiran dan Kemurahan Hati

Membangun Peradaban Kasih di Dunia yang Terpecah

Roti Hidup Itu Tidak Melindungi Stefanus dari Kematian, Tetapi Memberinya Keberanian untuk Menatap Kematian

Kisah Perjalanan Israel di Padang Gurun Jadi Peringatan bagi Kita

TAGGED:dio bowoheadlinehut sesawi ke-25inigoway.comnovisiatpaguyuban sesawiserikat yesusSesawi
Share This Article
Facebook Twitter Email Print
Share
By Dionisius Bowo
Pengajar Photography Dasar, Ilustrasi Dasar dan Typhography Dasar, Estetika, Metodologi Penelitian, Seminar Proposal, Pancasila dan Kewarganegaraan di Fakultas Senirupa Institut Kesenian Jakarta
Previous Article Dari Peluh Rumah Tangga, Tumbuhlah Cinta yang Tangguh: Kisah-Kisah Ibu dalam Paguyuban SESAWI
Next Article Ada Kebahagiaan yang Tak Bisa Dibeli
Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Diterima Tanpa Syarat, Disapa dengan Kasih
  • Ada Kebahagiaan yang Tak Bisa Dibeli
  • Sesawi, Novisiat yang Tak Pernah Usai
  • Dari Peluh Rumah Tangga, Tumbuhlah Cinta yang Tangguh: Kisah-Kisah Ibu dalam Paguyuban SESAWI
  • Menemukan Rumah Pulang: Jejak Spiritualitas dan Persaudaraan dalam SESAWI

Recent Comments

  1. Mamiek S. on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  2. Eugenius Laluur on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  3. Berkah on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  4. Eugenius Laluur on Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat
  5. Fidelia on Di Balik Asap Putih, Aku Melihat Diriku
Inigo WayInigo Way
Follow US
© 2024 Inigo Way Network. Member of Yayasan Sesawi and Paguyuban Sesawi. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?