Inilah diskusi Anthony Rogers seorang apologet Kristen dengan Al Fadi dari Cira International tentang Yesaya 53 (klik di sini untuk menonton). Menurut Anthony, Yesaya 53 adalah salah satu bagian Alkitab yang paling menggugah hati sekaligus penuh makna teologis. Dalam nubuat ini, nabi Yesaya menyingkapkan sosok misterius yang disebut Hamba yang Menderita—seorang yang digambarkan memiliki sifat ilahi sekaligus manusiawi, benar sepenuhnya, namun rela menanggung penderitaan yang begitu berat demi orang lain.
Siapakah Hamba yang Menderita?
Yesaya menggunakan istilah-istilah yang biasanya dipakai hanya untuk Allah, seperti “ditinggikan dan diagungkan,” tetapi juga menggambarkannya sebagai manusia yang akan mengalami penderitaan dan kematian. Ini menunjukkan bahwa Hamba tersebut adalah sosok unik: sepenuhnya Allah, sepenuhnya manusia.
Tidak hanya itu, Hamba ini disebut “hambaku yang benar.” Sebutan ini menggarisbawahi bahwa Ia tanpa dosa, memenuhi syarat mutlak untuk menjadi pengganti yang sempurna bagi orang berdosa.
Mengapa Ia Harus Menderita?
Di ayat 9, kata “kematian” bahkan muncul dalam bentuk jamak dalam bahasa Ibrani, seolah-olah untuk menekankan berat dan intensitas penderitaan yang Ia alami. Yesaya mengatakan bahwa penderitaan ini bukan karena kesalahan pribadi, melainkan karena kesalahan umat Allah ditimpakan kepada-Nya.
Ayat 6 merumuskannya dengan jelas: “Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita semua.” Di sini kita melihat gambaran pendamaian pengganti—Ia menanggung hukuman yang seharusnya menjadi milik kita.
Menggenapi Korban Perjanjian Lama
Yesaya 53:10 menyebut kematian-Nya sebagai “persembahan penebus salah,” mengingatkan kita pada sistem korban dalam Perjanjian Lama yang diperkenalkan melalui Musa. Semua korban itu hanyalah bayangan dari pengorbanan akhir yang akan dilakukan oleh Hamba ini.
Hasil dari Pengorbanan Itu
Tujuan dari penderitaan ini adalah pembenaran—supaya kita yang bersalah bisa dinyatakan benar di hadapan Allah. Yesaya 53:11 menegaskan bahwa melalui pengetahuan (iman) kepada Hamba ini, banyak orang akan “dibenarkan.” Inilah dasar damai sejahtera dengan Allah yang disebut para rasul di kemudian hari.
Dan pekerjaan-Nya tidak berhenti di salib. Ayat 12 menutup dengan kabar pengharapan: Hamba ini akan terus menjadi pengantara bagi orang berdosa. Ini berarti Ia akan hidup kembali—suatu nubuat yang menunjuk pada kebangkitan.
Kasih dalam Perjanjian Kekal
Menariknya, Yesaya juga menunjukkan bahwa penderitaan ini adalah hasil kesepakatan antara Bapa dan Anak. Ini bukan paksaan, melainkan kesediaan penuh dari Sang Anak yang berkata, “Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Pendamaian ini lahir dari kasih, bukan keterpaksaan.
Pesan yang Konsisten
Yesaya 53 bukanlah pesan yang berdiri sendiri. Seluruh rangkaian nubuat dan korban dalam Perjanjian Lama mengarah ke titik ini. Dan pesan ini sama dengan yang dikumandangkan semua nabi: Allah mengasihi dunia, sehingga Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.