Injil Matius 20:1–16 menghadirkan sebuah gambaran yang menantang cara kita memahami keadilan dan kemurahan hati Allah. Perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur menunjukkan seorang tuan yang memanggil pekerja pada waktu yang berbeda, ada yang sejak pagi, ada yang siang, bahkan ada yang baru menjelang senja. Namun, semuanya menerima upah yang sama: satu dinar. Dari sudut pandang manusia, hal ini terasa janggal, tidak adil, bahkan memancing rasa iri. Tetapi Yesus ingin menegaskan bahwa kasih dan kemurahan Allah tidak bisa diukur dengan logika manusia yang terbatas. Allah memberikan anugerah bukan berdasarkan lamanya waktu atau banyaknya jasa, melainkan berdasarkan kebaikan hati-Nya sendiri.
Kerap kali kita pun bersikap seperti pekerja yang pertama dipanggil, merasa lebih berhak karena kesetiaan atau jerih payah yang panjang. Kita membandingkan diri dengan orang lain, bertanya mengapa mereka yang baru datang seolah menerima hal yang sama. Padahal, justru dalam sikap iri itu kita lupa melihat anugerah terbesar: kesempatan untuk diundang masuk ke kebun anggur Allah, menjadi bagian dari karya keselamatan-Nya. Satu dinar itu melambangkan kasih dan hidup kekal bersama Allah sendiri. Itulah hadiah yang sama nilainya untuk semua orang, dan bukan sesuatu yang bisa kita klaim sebagai hasil kerja kita.
Santo Bernardus dari Clairvaux menghidupi pesan ini dengan cara yang radikal. Lahir dari keluarga bangsawan, ia memilih meninggalkan segala kenyamanan dunia untuk hidup sebagai biarawan sederhana. Hidupnya berpusat pada doa, pelayanan, dan cinta murni kepada Allah. Bernardus mengajarkan bahwa mengasihi Allah tidak boleh didorong oleh rasa takut akan hukuman atau keinginan akan hadiah, melainkan oleh kerinduan untuk mencintai Allah demi Allah sendiri. Ia menaruh seluruh hidupnya di kebun anggur Tuhan tanpa pernah menghitung-hitung apa yang akan ia peroleh, karena baginya, hadiah itu adalah Allah sendiri.
Kisah Injil dan teladan Bernardus berpadu mengingatkan kita untuk menata hati. Dalam Gereja, ada banyak orang yang dipanggil pada jam yang berbeda. Ada yang sejak kecil sudah setia, ada yang baru belakangan tersentuh oleh rahmat. Semua mendapat tempat yang sama dalam kebun anggur Allah. Tugas kita bukan menghitung, bukan membandingkan, melainkan bersyukur atas rahmat yang diberikan. Sama seperti Bernardus yang memusatkan seluruh cintanya kepada Allah, kita pun diajak untuk mengasihi Tuhan bukan karena upah, melainkan karena Ia layak dicintai.
Perayaan Santo Bernardus hari ini mengingatkan kita pada panggilan terdalam: untuk mengubah cara pandang dari menghitung jasa menuju syukur atas rahmat, dari rasa iri menuju cinta yang murni. Allah memanggil kita masuk, entah pagi atau senja, dan memberikan upah yang sama, yaitu diri-Nya sendiri. Yang terpenting bukan berapa lama kita bekerja, melainkan bagaimana kita menaruh hati sepenuhnya dalam kasih Allah yang murah hati.