By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inigo WayInigo WayInigo Way
Notification Show More
Font ResizerAa
  • Home
  • IGNASIANA
    IGNASIANA
    Segala hal tentang spiritualitas ignasia
    Show More
    Top News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    9 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    7 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    9 months ago
    Latest News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    9 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    7 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    9 months ago
    Paus Tiba di Indonesia dalam Suasana Sederhana
    9 months ago
  • IDEA
    IDEAShow More
    Komunikasi yang Menyatukan di Dunia yang Terluka
    6 days ago
    Jiwa Pemberontak dan Jiwa Damai
    6 days ago
    Membangun Peradaban Kasih di Dunia yang Terpecah
    7 days ago
    Para Murid Tidak Ditinggal untuk Meratapi, Namun Dipenuhi dengan Janji
    1 week ago
    Dalam Ketenangan Roh: Ketika Kebenaran Menyentuh Hati Dunia
    1 week ago
  • GEREJA SEMESTA
    GEREJA SEMESTAShow More
    Kepemimpinan Santa Monika: Kasih dan Doa Dalam Keheningan
    14 hours ago
    Paus Fransiskus: Menjadi Gembala dengan Wajah Kristus
    16 hours ago
    Spiritualitas Komunikasi: Gereja Dipanggil untuk Hidup dalam Keterbukaan
    6 days ago
    Christus Vivit dan Jalan Kekudusan Kaum Muda: Carlo Acutis Ikon Iman Milenial
    1 week ago
    Leading with Love: Kepemimpinan Santa Monika untuk Generasi Pencari Makna
    1 week ago
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
    • SBS
    KOMUNITAS
    Show More
    Top News
    Di Gunung Ungaran, Saya Menemukan Tuhan
    3 weeks ago
    Refleksi Atas Retret Sesawi 2024 di Klaten
    3 weeks ago
    Pertemuan Bapa Suci dengan Anggota Serikat Yesus, Hangat dan Menggembirakan
    3 weeks ago
    Latest News
    Leading with Love: Kepemimpinan Santa Monika untuk Generasi Pencari Makna
    1 week ago
    Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat
    2 weeks ago
    Nyadran ke Negeri Belanda
    3 weeks ago
    STP St. Bonaventura: Dies Natalis ke-19 di Jalan Menuju Damsyik, Menjadi Peziarah Pengharapan di Tengah Dunia
    3 weeks ago
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
  • KOLOM PENDIDIKAN
    KOLOM PENDIDIKAN
    Show More
    Top News
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    3 weeks ago
    Latest News
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    3 weeks ago
Reading: Perjalanan Menuju Getsemani
Share
Font ResizerAa
Inigo WayInigo Way
  • IGNASIANA
  • IDEA
  • GEREJA SEMESTA
  • YAYASAN SESAWI
  • STP BONAVENTURA
  • KOLOM PENDIDIKAN
Search
  • Home
  • GEREJA SEMESTA
    • Ajaran Gereja
    • Paus
    • Sejarah Gereja
    • Tradisi Gereja
  • IDEA
    • Homili
    • Refleksi
    • Renungan
    • Syair
  • IGNASIANA
    • Latihan Rohani
    • Riwayat Ignatius
    • Sahabat Ignatius
    • Surat-surat Ignatius
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inigo Way Network. Sesawi Foundation. All Rights Reserved.
Inigo Way > Petrus Faber > IDEA > Refleksi > Perjalanan Menuju Getsemani
BONAVENTURAIDEARefleksi

Perjalanan Menuju Getsemani

Rikha Emyya Gurusinga
Last updated: May 18, 2025 2:59 pm
By Rikha Emyya Gurusinga 4 months ago
Share
6 Min Read
SHARE

Aku tak pernah membayangkan bahwa menyusun proposal skripsi bisa menjadi perjalanan yang begitu melelahkan—bukan hanya secara fisik, tetapi juga emosional dan spiritual. Saat pertama kali memulai, semangatku membara. Aku sudah memiliki gambaran yang jelas tentang topik yang ingin kuteliti, dan referensi yang kukumpulkan terasa cukup untuk menopang langkahku. Dalam benakku, semuanya akan berjalan lancar—aku hanya perlu menulis, menyerahkan, melakukan sedikit revisi, lalu melangkah ke tahap berikutnya.

Namun, kenyataan berkata lain.

Ketika draft pertamaku kembali dengan banyak revisi, aku masih mencoba berpikir positif. “Baiklah, ini bagian dari proses,” batinku. Tapi seiring berjalannya waktu, setiap perbaikan yang kulakukan selalu saja menemukan celah baru. Semakin aku berusaha, semakin aku merasa tak cukup baik. Perlahan, semangat yang dulu berkobar mulai meredup. Aku mulai bertanya pada diriku sendiri, “Apakah aku benar-benar mampu menyelesaikan ini?”

Ada saat di mana aku ingin menyerah. Aku sudah mengerahkan segala daya, tetapi tetap saja rasanya tak cukup. Setiap malam, pikiranku dihantui kecemasan: Bagaimana jika aku gagal? Bagaimana jika aku harus mengulang dari awal? Bagaimana jika aku memang tak cukup pintar?

Air Mata di Gua Maria

Di tengah kelelahan itu, tanpa sadar kakiku membawaku ke Gua Maria di dekat kampus. Aku tak tahu mengapa, tetapi setiap kali aku merasa tersesat, tempat itu selalu menjadi tujuanku. Aku duduk di bangku kayu yang terasa dingin di bawah rindangnya pepohonan, menatap patung Bunda Maria yang berdiri dengan kelembutan abadi. Dan saat itu, air mataku jatuh tanpa bisa kutahan.

Aku menangis. Aku mengadu. Aku berbisik dalam hati, “Tuhan, aku sudah mencoba. Aku sudah berusaha. Tapi aku benar-benar lelah. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi.”

Di hadapan patung yang diam itu, aku merasakan betapa kecil dan tak berdayanya diriku. Tak ada lagi yang bisa kuandalkan selain Tuhan. Dalam kepasrahan itu, tiba-tiba aku teringat akan Yesus di Taman Getsemani.

Mengikuti Jejak Yesus di Getsemani

Malam sebelum penyaliban-Nya, Yesus pergi ke Taman Getsemani untuk berdoa. Lukas 22:41-44 menceritakan bagaimana Ia mengalami penderitaan yang begitu mendalam. Ia tahu bahwa salib telah menanti, bahwa penderitaan besar akan segera Ia alami. Dalam ketakutan dan kesedihan yang luar biasa, Yesus berdoa:

“Ya Bapa-Ku, jika sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39)

Betapa dalam doa ini. Yesus, Anak Allah, pun mengalami ketakutan dan pergumulan yang berat. Ia menangis dalam kesendirian, berdoa hingga keringat-Nya menjadi seperti tetesan darah. Namun, di tengah penderitaan itu, Ia tetap memilih untuk berserah kepada Bapa.

Aku pun menyadari bahwa aku sedang berada di “Getsemani”-ku sendiri. Aku berada di titik di mana aku merasa tak sanggup lagi, ingin menyerah, ingin melepaskan semua. Tetapi Yesus telah menunjukkan jalan: berjuang, menangis, namun tetap percaya pada rencana Bapa.

Di hadapan patung Bunda Maria, aku berbisik: “Tuhan, aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Jika memang ini jalan yang harus aku tempuh, berilah aku kekuatan.”

Tak ada suara dari langit. Tak ada jawaban instan. Namun, ada sesuatu yang berubah di dalam hatiku. Beban yang kupikul terasa sedikit lebih ringan. Aku pulang dengan perasaan yang lebih tenang, meski masalahku belum terselesaikan.

Proses yang Menguatkanku

Hari-hari berikutnya masih penuh tantangan. Revisi masih datang, perasaan tidak cukup baik masih sesekali menyergap. Tetapi aku mulai melihatnya bukan sebagai kegagalan, melainkan sebagai proses. Aku belajar menerima kritik bukan sebagai tanda ketidakmampuan, tetapi sebagai kesempatan untuk bertumbuh.

Doaku pun berubah. Jika sebelumnya aku meminta agar Tuhan mengangkat semua kesulitanku, kini aku meminta kekuatan untuk melewatinya. Aku mulai percaya bahwa Tuhan tidak selalu menghapus rintangan, tetapi Ia selalu memberi daya untuk menghadapinya.

Dan akhirnya, setelah perjalanan panjang yang penuh air mata, aku mendengar kata-kata yang begitu kunantikan: “Proposalmu diterima. Kamu bisa lanjut ke tahap berikutnya.”

Aku terdiam. Setelah semua kegelisahan, semua lelah, semua doa yang kupanjatkan, akhirnya aku sampai di titik ini. Dan aku menyadari satu hal: Tuhan selalu menyertaiku, meski terkadang aku merasa sendiri.

Pelajaran dari Getsemani

Kisah Yesus di Getsemani mengajarkanku bahwa dalam hidup, kita semua akan menghadapi momen di mana kita merasa ingin menyerah. Akan ada situasi yang begitu berat, begitu melelahkan, hingga kita merasa tak sanggup melangkah lagi. Namun, di saat-saat itu, kita diajak untuk berdoa, untuk berjuang, dan akhirnya, untuk berserah kepada Tuhan.

Jika saat ini kamu merasa berada dalam “Taman Getsemani”-mu sendiri, ingatlah bahwa kamu tidak sendirian. Yesus sudah lebih dulu melalui jalan ini. Ia tahu ketakutan kita, melihat air mata kita, dan tak pernah meninggalkan kita.

Lukas 22:43 mencatat bahwa ketika Yesus dalam kesedihan mendalam,

“Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya.”

Demikian pula dalam hidup kita. Tuhan tidak akan membiarkan kita berjuang sendirian. Ia akan mengirimkan “malaikat-malaikat”-Nya dalam berbagai bentuk: lewat teman yang setia mendukung, keluarga yang tak henti berdoa, atau bahkan sekadar ketenangan hati yang tiba-tiba hadir di tengah pergumulan.

Maka, jangan berhenti berdoa. Jangan berhenti berjuang. Jangan menyerah hanya karena jalan terasa sukar. Karena pada akhirnya, setiap air mata yang jatuh, setiap doa yang dipanjatkan, tidak pernah sia-sia.

Tuhan mendengar. Tuhan melihat. Dan Tuhan selalu menyertai langkah kita.

Penulis : Rikha Emyya Gurusinga, Mahasiswi Sekolah Tinggi Santo Bonaventura Keuskupan Agung Medan

You Might Also Like

Diundang Menjadi Peziarah Pengharapan

Mendesak, Belajar Komunikasi dengan Ramah di Dunia Digital

Kita Diundang untuk Berjalan Bersama Yesus Bukan Hanya di Jalan Kemuliaan

Mengikuti Kristus Tidak Menjamin Hidup Kita Bebas dari Luka dan Penderitaan

Oscar Romero: Suara Kebenaran yang Tak Pernah Padam

TAGGED:bonaventuragetsemaniperjalananskripsi
Share This Article
Facebook Twitter Email Print
Share
By Rikha Emyya Gurusinga
Mahasiswi Sekolah Tinggi Pastoral Santo Bonaventura Keuskupan Agung Medan
Previous Article Mereka Tidak Sekadar Lapar akan Roti
Next Article Tuhan Memanggil Kita dalam Keterbatasan dan Dosa
Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Kepemimpinan Santa Monika: Kasih dan Doa Dalam Keheningan
  • Paus Fransiskus: Menjadi Gembala dengan Wajah Kristus
  • Spiritualitas Komunikasi: Gereja Dipanggil untuk Hidup dalam Keterbukaan
  • Komunikasi yang Menyatukan di Dunia yang Terluka
  • Jiwa Pemberontak dan Jiwa Damai

Recent Comments

  1. Eugenius Laluur on Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat
  2. Fidelia on Di Balik Asap Putih, Aku Melihat Diriku
  3. Sintya on Paus Leo XIV: Dari Chicago ke Tahta Suci, Harapan Baru bagi Gereja Katolik
  4. inigoway on Apa Sebenarnya Cincin Nelayan Itu?
  5. Eugenius Laluur on Apa Sebenarnya Cincin Nelayan Itu?
Inigo WayInigo Way
Follow US
© 2024 Inigo Way Network. Member of Yayasan Sesawi and Paguyuban Sesawi. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?