Minggu, 27 Aprili 2025
Ada ruang-ruang dalam hidup manusia yang kita kunci rapat-rapat, bukan karena tak ingin berbagi, melainkan karena ketakutan yang begitu nyata: takut ditolak, takut disakiti, takut kehilangan harapan. Injil Yohanes 20:19-31 hari ini membawa kita masuk ke ruang semacam itu — sebuah ruangan di mana para murid Yesus berkumpul, dengan pintu terkunci, sebab ketakutan masih membayang setelah salib. Ruangan itu, dalam banyak cara, adalah gambaran hati manusia di hadapan luka, kekecewaan, dan ketidakpastian. Namun justru di ruang seperti itulah, Kristus hadir, menembus tembok, menembus ketakutan, dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu.”
Dalam tafsirnya, Rudolf Schnackenburg dalam The Gospel According to St. John (1982) menyebut bahwa penampakan Yesus dalam ruang tertutup ini bukan sekadar kisah supranatural, melainkan simbol dari kehadiran ilahi yang tak bisa dibatasi oleh dinding, ruang, atau keadaan batin manusia. Kristus yang bangkit masuk ke dalam ketakutan itu, memperlihatkan luka-Nya, dan menawarkan damai yang tak berasal dari dunia. Lukas 24 menyebutkan bahwa para murid diliputi gentar dan takut, mengira mereka melihat hantu. Tetapi di Yohanes, yang mendalam adalah bahwa damai sejahtera Kristus datang bukan hanya untuk menenangkan, tetapi untuk mengutus: “Seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”
Di sisi lain, bacaan dari Kisah Para Rasul 5:12-16 memperlihatkan buah dari kehadiran Roh Kudus yang telah dicurahkan. Para rasul kini bukan lagi orang-orang yang bersembunyi, melainkan pribadi-pribadi yang dengan berani tampil di muka umum, menyembuhkan, dan memberitakan kabar sukacita. Walter Brueggemann dalam Interpretation: Acts (2010) menafsirkan bahwa keajaiban-keajaiban ini bukan sekadar mukjizat fisik, melainkan tanda nyata bahwa kehidupan baru sedang mulai merasuk ke dalam masyarakat yang selama ini dikuasai ketakutan, penyakit, dan ketidakadilan.
Lalu dalam Wahyu 1:9-19, kita menemui Yohanes, sang penulis kitab itu, di pulau Patmos — seorang diri dalam pembuangan. Namun justru dalam kesendirian itulah, mata rohaninya terbuka untuk melihat kemuliaan Kristus. Yohanes melihat Anak Manusia yang bersinar bagaikan matahari, dengan suara seperti desau air bah. Dan seperti para murid yang gentar dalam ruangan terkunci, Yohanes pun rebah ketakutan, hingga tangan-Nya menyentuh dan berkata, “Jangan takut!” (Why. 1:17). Raymond E. Brown dalam Introduction to the New Testament (1997) menulis bahwa wahyu Yohanes bukan sekadar penghiburan pribadi, melainkan mandat kenabian untuk menuliskan dan mewartakan apa yang ia lihat, sebab pengharapan umat sedang diuji oleh penganiayaan.
Ketiga bacaan ini terikat dalam satu benang merah: kasih yang hadir menembus ketakutan, memulihkan, dan mengutus. Dalam ruangan yang terkunci, di jalan-jalan Yerusalem, dan di pengasingan Patmos, Kristus yang bangkit tak pernah memilih tempat nyaman. Ia hadir justru di tengah kegamangan manusia, menawarkan damai yang bukan sekadar perasaan tenteram, melainkan kekuatan untuk berjalan kembali, percaya kembali, mencinta kembali.
Yang paling menyentuh adalah kisah Tomas, murid yang tidak hadir saat Yesus pertama kali menampakkan diri. Ia mewakili suara skeptis manusia yang luka: “Sebelum aku melihat bekas paku itu dan mencucukkan jariku ke dalamnya, aku tidak akan percaya.” Dan Yesus, alih-alih menegur, justru hadir semata-mata untuk dia, memperlihatkan luka-Nya, dan membiarkan Tomas menyentuh. Dalam buku Jesus and the Eyewitnesses (2006), Richard Bauckham menyebut peristiwa ini sebagai simbol teologis paling indah tentang Allah yang mengizinkan manusia menyentuh luka-Nya, karena iman bukan sekadar soal akal, tetapi perjumpaan personal dengan cinta yang terluka.
Hari Minggu Kerahiman Ilahi ini, Gereja mengajak kita masuk ke ruang-ruang terkunci di dalam hati kita sendiri. Kita semua, di satu titik, adalah Tomas. Kita pernah ragu, takut, kecewa. Namun kisah Paskah bukanlah kisah tentang orang-orang sempurna. Paskah adalah tentang kasih yang lebih besar daripada kematian, lebih kuat daripada luka, lebih dalam daripada ketakutan.
Daftar Pustaka:
- Bauckham, R. (2006). Jesus and the Eyewitnesses: The Gospels as Eyewitness Testimony. Eerdmans.
- Brueggemann, W. (2010). Interpretation: Acts. Westminster John Knox Press.
- Brown, R. E. (1997). An Introduction to the New Testament. Yale University Press.
- Schnackenburg, R. (1982). The Gospel According to St. John, Vol. 3. Crossroad.