Oleh: Josep Sianturi, Mahasiswa STP Santo Bonaventura Keuskupan Agung Medan
Paus Fransiskus, yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio, lahir pada 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina. Siapa sangka, seorang anak dari keluarga biasa di Argentina ini akan tumbuh menjadi pemimpin Gereja Katolik yang mampu menginspirasi dunia dengan pesan damai dan kasihnya?
Sebelum memutuskan untuk menjadi imam, Bergoglio sempat belajar Teknik Kimia dan bekerja di industri makanan. Namun pada usia 22 tahun, ia memilih jalan hidup yang berbeda: masuk biara dan bergabung dengan Serikat Yesus (Jesuit). Perjalanan imamatnya dimulai di Argentina, dan pada 22 April 1973, ia mengikrarkan kaul kekal sebagai seorang Jesuit. Tak lama kemudian, ia dipercaya menjadi pemimpin tertinggi Jesuit di Argentina.
Selama bertahun-tahun, ia melayani di dunia pendidikan dan membimbing para calon imam. Ia mengajar sastra, psikologi, filsafat, dan teologi. Dari tahun 1980 hingga 1986, ia menjadi rektor Colegio Maximo di Buenos Aires.
Karier gerejawinya semakin berkembang ketika Paus Yohanes Paulus II menunjuknya sebagai Uskup Auksilier Buenos Aires pada 1992, lalu diangkat menjadi Uskup Agung pada 1998, dan Kardinal pada 2001. Dua belas tahun kemudian, pada 13 Maret 2013, ia terpilih menjadi Paus ke-266 menggantikan Paus Benediktus XVI. Ia menjadi Paus pertama dari Benua Amerika, pertama dari Serikat Jesus, dan juga Paus pertama yang mengambil nama Fransiskus—nama yang mencerminkan semangat kesederhanaan dan cinta kepada kaum miskin.
Sebagai pemimpin Gereja, Paus Fransiskus mengeluarkan tiga ensiklik penting: Lumen Fidei (Terang Iman, 2013), Laudato Si (Terpujilah Engkau, 2015), dan Fratelli Tutti (Semua Saudara, 2020). Ketiganya mengangkat isu-isu besar dunia seperti pentingnya iman, krisis lingkungan, dan semangat persaudaraan universal.
Ia dikenal sebagai Paus yang hidup sederhana. Ia tinggal di Casa Santa Marta, bukan di Istana Vatikan. Ia membasuh kaki para tahanan, termasuk perempuan Muslim, sebagai simbol pelayanan yang tulus. Ia terus menyuarakan pentingnya merawat bumi dan memperhatikan mereka yang terpinggirkan.
Namun, pada 14 Februari 2025, kabar menyedihkan datang. Paus Fransiskus dirawat di rumah sakit karena bronkitis. Kondisinya memburuk, dan ia didiagnosis mengidap pneumonia dan gejala awal gagal ginjal. Ribuan orang dari seluruh dunia berkumpul untuk mendoakannya. Setelah dirawat selama 38 hari, ia akhirnya pulih dan menyapa umat dari balkon rumah sakit.
Sayangnya, pada pagi hari Senin, 21 April 2025, satu hari setelah perayaan Paskah, dunia kehilangan sosok yang begitu dicintai. Kardinal Kevin Joseph Farrell mengonfirmasi bahwa Paus Fransiskus telah wafat pada usia 88 tahun. Ia menutup hidupnya setelah menyaksikan kebangkitan Kristus—seolah ingin mengatakan bahwa tugasnya telah selesai.
Selama dua belas tahun kepemimpinannya, Paus Fransiskus tidak hanya mengubah wajah Gereja Katolik, tetapi juga hati banyak orang. Ia mengajarkan bahwa kita semua bertanggung jawab untuk menjaga ciptaan, memperhatikan yang miskin, dan menjadi pembawa damai. Ia mengingatkan bahwa karena kita diciptakan menurut gambar Allah, maka kita dipanggil untuk saling mengasihi.
Bagi saya pribadi, Paus Fransiskus adalah gambaran nyata dari Yesus yang hadir di zaman ini. Kehadirannya membawa harapan, cintanya melintasi agama, bangsa, dan budaya. Tak heran jika dunia ikut berduka saat kepergiannya diumumkan.
Salah satu pesan indah yang pernah disampaikannya adalah:
“Mari kita belajar hidup dengan kebaikan, mencintai semua orang, bahkan ketika mereka tidak mencintai kita. Menangis lebih baik daripada marah, karena marah melukai, sementara air mata membersihkan. Sungai tidak meminum airnya sendiri, pohon tidak makan buahnya sendiri. Hidup untuk orang lain adalah aturan alam. Kita semua lahir untuk membantu, tak peduli betapa sulitnya itu. Hidup memang lebih baik saat kita bahagia, tapi jauh lebih indah saat orang lain bahagia karena kita.”
Kini, warisan Paus Fransiskus ada di tangan kita. Sudah saatnya kita melanjutkan jejaknya: menjadi suara bagi yang tak terdengar, menjadi harapan bagi yang putus asa, dan menjadi terang bagi dunia yang gelap. Karena seperti yang dia ajarkan, hidup yang berarti adalah hidup yang membawa kasih bagi sesam