Selasa, 29 Oktober 2024
Bacaan hari ini Efesus 5:21-33 bicara tentang relasi kasih dalam pernikahan. Dalam bagian ini, Paulus membahas tentang hubungan antara suami dan istri sebagai analogi dari hubungan antara Kristus dan Gereja. Beberapa ayat kunci dalam perikop ini mencakup: Ayat 21: “dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” Serta Ayat 25: “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.”
Teolog Dietrich Bonhoeffer menyebutkan, perikop ini menekankan pentingnya cinta yang tak mementingkan diri sendiri sebagai dasar dari semua hubungan Kristen, termasuk pernikahan. Bagi Bonhoeffer, kasih yang penuh pengorbanan adalah prinsip dasar yang mencerminkan tindakan Kristus terhadap Gereja. Dengan demikian, suami dan istri dipanggil untuk saling mengasihi dalam kesetiaan dan pengorbanan, bukan sebagai perintah sepihak, melainkan sebagai panggilan bersama yang setara di dalam Tuhan.
Karl Barth, seorang teolog Kristen terkemuka, memahami teks ini sebagai simbol keintiman antara Kristus dan Gereja, di mana kasih suami kepada istri adalah gambaran dari kasih Kristus yang sempurna dan tanpa syarat. Barth menekankan bahwa hubungan pernikahan bukanlah sekadar hubungan pribadi, melainkan panggilan rohani untuk mewujudkan cinta Kristus melalui kasih, hormat, dan pengorbanan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Filsuf Søren Kierkegaard membedakan cinta sebagai panggilan spiritual yang melampaui batas-batas manusiawi. Dalam konteks ini, Kierkegaard melihat kasih pernikahan sebagai perjalanan spiritual yang menuntut penyangkalan diri. Dengan meneladani Kristus yang mengasihi Gereja, cinta dalam pernikahan memerlukan kejujuran, kesetiaan, dan keberanian untuk mendahulukan kepentingan pasangan di atas kepentingan pribadi. Bagi Kierkegaard, inilah esensi cinta sejati dalam konteks pernikahan Kristen.
Ahli tafsir William Barclay menyoroti bahwa Paulus bukanlah mendukung struktur kekuasaan, melainkan memperkenalkan konsep kesetaraan dalam hubungan pernikahan. Cinta yang dituntut dari suami adalah bentuk pelayanan dan pengorbanan, bukan kekuasaan atau dominasi. Di sini, kasih sayang menjadi kekuatan yang menyatukan, dan saling menghormati serta menghargai adalah kunci untuk mencapai keharmonisan.
Kerajaan Allah
Sementara dalam perikop Lukas 13:18-21, Yesus menyampaikan dua perumpamaan: biji sesawi dan ragi, yang menggambarkan bagaimana Kerajaan Allah bekerja secara bertahap namun memiliki dampak besar di dunia.
Pakar Perjanjian Baru Joachim Jeremias, melihat perumpamaan biji sesawi sebagai gambaran dari sesuatu yang kecil dan tidak terlihat, tetapi memiliki potensi besar untuk tumbuh dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Kerajaan Allah yang diibaratkan dengan biji sesawi memperlihatkan bagaimana transformasi spiritual terjadi perlahan-lahan, namun memiliki kekuatan luar biasa yang mampu mengubah hati dan hidup manusia secara signifikan.
SementaraTeolog John Dominic Crossan menekankan bahwa ragi dalam perumpamaan ini adalah simbol kehadiran transformatif yang bekerja dari dalam. Meskipun kecil, ragi dapat mengubah seluruh adonan, menggambarkan bagaimana nilai-nilai Kerajaan Allah menyebar dan memengaruhi kehidupan. Bagi Crossan, ini adalah ajakan untuk tidak meremehkan tindakan-tindakan kecil yang mencerminkan kasih, keadilan, dan kebenaran karena setiap tindakan tersebut adalah wujud nyata Kerajaan Allah di dunia.
Filsuf eksistensialis Paul Tillich memandang perumpamaan ini sebagai panggilan untuk menyadari bahwa Kerajaan Allah adalah realitas yang sedang tumbuh di dalam dunia dan dalam diri manusia. Biji sesawi dan ragi adalah simbolisasi dari kekuatan ilahi yang bekerja di dalam diri kita, memungkinkan kita untuk mencapai transformasi spiritual. Tillich menekankan bahwa, meskipun dunia tampak tidak sempurna, Kerajaan Allah tumbuh secara misterius melalui tindakan kasih, harapan, dan iman.
Maka, Teolog N.T. Wright melihat kedua perumpamaan ini sebagai harapan eskatologis yang dimulai dari hal kecil namun memiliki pengaruh yang luas. Biji sesawi yang tumbuh menjadi pohon besar melambangkan pengharapan bahwa, walaupun Kerajaan Allah hadir dalam bentuk kecil dan sederhana, suatu hari akan mencapai kepenuhannya dan memberikan kedamaian serta keadilan bagi semua ciptaan.
Misi Besar
Dari dua perikop ini, kita menemukan bahwa Kerajaan Allah dan relasi antar-manusia memiliki kesamaan dalam panggilan untuk saling mengasihi, menghormati, dan membangun. Perumpamaan Yesus dalam Lukas 13 mengajarkan bahwa setiap tindakan kecil, jika dilakukan dengan hati tulus, merupakan bagian dari misi besar dalam mewujudkan Kerajaan Allah di dunia. Sedangkan dalam Efesus 5, kita melihat bagaimana kasih dalam pernikahan mencerminkan hubungan antara Kristus dan Gereja.
Kasih yang bertumbuh dalam pernikahan Kristen berfungsi seperti ragi yang mengembangkan adonan atau biji sesawi yang tumbuh besar—dimulai dari tindakan kecil namun dengan pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan bersama. Dengan demikian, setiap hubungan manusia, terutama dalam pernikahan, adalah bagian dari panggilan untuk menjadi saksi kasih Allah yang tak terbatas dan pengorbanan Kristus yang membebaskan, menyatu dalam harapan dan iman akan pertumbuhan Kerajaan Allah di dunia.
luar biasa mantab tulisannya mas Gabriel terima kasih banyak salam sehat selalu
terima kasih kembali..salam