Rabu, 29 Oktober 2024
Ketaatan dan Penghargaan dalam Hubungan
Dalam bacaan hari ini, Efesus 6:1-9, Paulus memberikan panduan dalam relasi antara anak dan orang tua dan antara tuan dan hamba. Relasi yang menekankan prinsip-prinsip ketaatan, kasih, dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat-ayat ini berbicara mengenai pentingnya anak-anak taat pada orang tua mereka “di dalam Tuhan,” dan orang tua untuk tidak “memancing kemarahan” pada anak-anak mereka. Di sisi lain, hamba diminta melayani dengan tulus kepada tuannya, sementara tuan diperintahkan memperlakukan hamba dengan hormat dan bersikap adil.
Pendekatan ini menunjukkan, setiap orang dipanggil hidup dalam keselarasan, tidak hanya dalam hubungannya dengan Tuhan, tetapi juga hubungan dengan sesama manusia. Ini juga mencerminkan sikap Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Ketaatan dan penghormatan adalah cara menghidupi kasih, bukan sekadar mentaati aturan. Hubungan saling menghormati juga mengingatkan akan martabat setiap manusia sebagai ciptaan Allah, yang melampaui struktur sosial yang berlaku.
Teolog John Stott, menyebut bagian ini menggambarkan hubungan dalam komunitas Kristen yang bersifat egaliter dan saling mendukung, bukan otoriter. Sementara Stott berpendapat, perintah Paulus tentang bagaimana memperlakukan anak, hamba, dan tuan bukan sekadar penyesuaian terhadap budaya sosial tetapi panggilan untuk menyatakan keadilan dan kebaikan dalam segala relasi, seperti teladan Kristus.
Di sisi lain, N.T. Wright menyoroti perihal ketaatan dan penghormatan. Ini bukan berarti penyerahan diri sepenuhnya, tetapi bentuk pelayanan pada Kristus. Ia menegaskan, inti ajaran ini adalah hidup dalam damai dan kasih, sambil memperlakukan satu sama lain sebagai sesama saudara dalam Kristus.
Pintu yang Sempit
Sementara dalam Lukas 13:22-30, Yesus mengajarkan pintu menuju Kerajaan Allah itu sempit dan menuntut kesungguhan serta pertobatan nyata. Ia menggambarkan banyak orang akan berusaha masuk tetapi tak akan bisa, karena terlambat atau tidak siap. Ayat ini menekankan pentingnya keputusan untuk mengikut Kristus dengan segenap hati, bukan sekadar formalitas.
Makna “pintu yang sempit” adalah simbol dari komitmen dan penyerahan diri yang tulus kepada kehendak Allah, bukan sekadar ritual atau tindakan lahiriah. Dalam gambaran ini, Yesus menegaskan, iman bukanlah hal yang bisa ditawar-menawar, melainkan harus dihidupi dengan sungguh-sungguh setiap saat.
Ahli tafsir R.C. Sproul melihat ayat ini sebagai peringatan serius bagi setiap orang percaya. Menurutnya, “pintu yang sempit” adalah simbol dari komitmen yang sepenuh hati dan bahwa setiap orang harus masuk melalui pintu tersebut dengan kerendahan hati dan pengakuan akan dosa. Sproul juga menambahkan bahwa dalam konteks ini, Yesus memperingatkan, tidak semua yang mengenal-Nya secara formal akan masuk Kerajaan-Nya; hanya mereka yang benar-benar hidup dalam kehendak Allah.
William Barclay menambahkan bahwa ayat-ayat ini juga merupakan tantangan bagi mereka yang beranggapan bahwa keselamatan adalah kepastian hanya karena status atau hubungan mereka. Barclay menyebut, keselamatan itu panggilan bagi semua orang yang merespons dan mengikuti jalan Yesus dengan ketulusan dan kerendahan hati.
Relasi dan Komitmen
Jadi, pada dasarny kedua perikop ini menyampaikan pesan penting tentang bagaimana hidup dalam relasi yang benar, baik dalam hal ketaatan dan penghargaan (Efesus 6:1-9) maupun dalam hal komitmen spiritual yang sungguh-sungguh (Lukas 13:22-30). Dalam hubungan antarmanusia, kita diajak belajar menghormati dan mengasihi satu sama lain sesuai martabat yang diberikan Allah. Dalam hubungan kita dengan Allah, kita diingatkan bahwa jalan keselamatan butuh kesungguhan hati dan komitmen untuk hidup dalam kehendak-Nya.
Ahli seperti John Stott dan R.C. Sproul menyiratkan bahwa kehidupan Kristen menuntut integritas dalam semua aspek, baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun komitmen untuk hidup seturut kehendak Allah. Kombinasi kedua perikop ini menjadi dasar hidup orang Kristen yang berakar pada kebenaran dan kasih Kristus, di mana relasi yang benar dan komitmen mendalam menjadi kunci untuk hidup dalam Kerajaan Allah.
Refleksi ini mengundang kita untuk memeriksa kembali hubungan kita dengan sesama dan komitmen kita terhadap Kristus. Di dalam ketaatan, penghormatan, dan kesungguhan hati, kita diajak untuk menghidupi panggilan sebagai saksi Kristus yang sejati dalam dunia ini.
Daftar Pustaka :
Barclay, William. “The Gospel of Luke.” Edinburgh: Saint Andrew Press, 2001.
Stott, John. “The Message of Ephesians: God’s New Society.” Leicester: Inter-Varsity Press, 1991.
Wright, N.T. “Paul for Everyone: The Prison Letters – Ephesians, Philippians, Colossians and Philemon.” London: Society for Promoting Christian Knowledge, 2002.
Sproul, R.C. “Luke: An Expositional Commentary.” Orlando: Reformation Trust, 2009.
Brown, Raymond E. “An Introduction to the New Testament.” New York: Doubleday, 1997