Patris Corde (Dengan Hati Seorang Ayah) adalah Surat Apostolik yang ditulis oleh Paus Fransiskus pada 8 Desember 2020, bertepatan dengan peringatan 150 tahun deklarasi Santo Yusuf sebagai pelindung Gereja universal. Dalam Surat Apostolik ini, Paus Fransiskus mengajak umat Katolik untuk merenungkan peran Santo Yusuf sebagai ayah yang luar biasa dalam hal pengabdian, ketekunan, dan kasih yang mendalam. Refleksi ini menjadi inspirasi bagi para ayah di seluruh dunia untuk menghidupi panggilan mereka dengan kasih sayang, pengorbanan, dan komitmen yang tulus.
Mari kita coba kita lihat sejenak isi refleksi ini sehingga di hari ayah nasional yang jatuh tepat pada 12 November kita bisa belajar banyak dari tokoh kudus Gereja Katolik ini.
Ayah yang Setia
Santo Yusuf digambarkan oleh Paus Fransiskus sebagai sosok yang dikasihi karena kesetiaannya dalam menjalani peran yang dipercayakan kepadanya oleh Allah. Dia bukan hanya ayah asuh Yesus, tetapi juga figur yang menerima tugas ilahi tersebut dengan penuh tanggung jawab, walaupun dia tahu itu berarti mengesampingkan kenyamanannya sendiri. Paus menulis bahwa Yusuf adalah “seorang ayah yang dikasihi,” yang dalam diam dan kerendahan hatinya menjalankan perannya tanpa banyak bicara, tetapi dengan tindakan nyata.
Dalam konteks modern, menjadi ayah yang setia berarti siap mengorbankan banyak hal demi keluarga dan anak-anak. Yusuf mengajarkan kepada kita bahwa cinta sejati bukan hanya diungkapkan melalui kata-kata, tetapi juga tindakan nyata yang mencerminkan kasih sayang yang tulus. Di dunia yang sering kali penuh dengan godaan egoisme, panggilan seorang ayah adalah untuk mengasihi tanpa syarat, mendahulukan kebutuhan keluarganya, dan menjadi figur yang dapat diandalkan dalam segala situasi.
Lembut dan Penuh Kepedulian
Patris Corde menggambarkan Santo Yusuf sebagai ayah yang lembut dan penuh kepedulian, yang selalu memperhatikan kebutuhan keluarganya dengan penuh kasih. Dalam Injil, Yusuf tidak banyak berbicara, tetapi tindakannya berbicara lebih lantang. Ketika menerima kabar tentang kehamilan Maria, Yusuf berniat meninggalkannya secara diam-diam agar Maria tidak dipermalukan di depan umum. Namun, ketika malaikat Tuhan memberitahunya tentang kehamilan Maria yang ilahi, Yusuf menerimanya dengan lembut dan penuh kepercayaan.
Paus Fransiskus menekankan bahwa kelembutan adalah kualitas yang sangat penting dalam peran seorang ayah. Kelembutan bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan untuk mendukung dan memberi kekuatan pada orang yang dicintai. Dalam peran seorang ayah, kelembutan adalah kemampuan untuk mendengar, mengerti, dan memberikan perhatian yang mendalam kepada anggota keluarga. Dengan kelembutan, seorang ayah dapat menjadi tempat berlabuh bagi anak-anak dan istrinya, memberikan rasa aman dan kenyamanan di tengah badai kehidupan.
Taat pada Kehendak Allah
Yusuf dikenal karena ketaatannya yang luar biasa kepada Allah. Ketika malaikat datang kepadanya dalam mimpi, Yusuf selalu bersedia mengikuti perintah Allah tanpa keraguan, meski itu berarti meninggalkan kehidupannya yang stabil di Nazaret dan mengungsi ke Mesir untuk melindungi Yesus dari ancaman Herodes. Dia adalah contoh sempurna dari seorang ayah yang taat, yang percaya sepenuhnya pada rencana Allah, bahkan ketika hal tersebut tampak sulit dan tidak pasti.
Ketaatan Yusuf mengajarkan kepada kita bahwa seorang ayah dipanggil untuk menempatkan kepercayaan penuh kepada Tuhan dalam menjalani kehidupannya. Dalam setiap keputusan yang diambil, seorang ayah harus menyelaraskan diri dengan kehendak Tuhan dan menaruh kepercayaan pada-Nya, meskipun jalannya tidak selalu mudah. Ketaatan Yusuf menginspirasi para ayah untuk selalu memohon petunjuk dari Tuhan, menjadikan iman sebagai dasar dari setiap langkah, serta mengajarkan anak-anaknya tentang pentingnya percaya dan mengandalkan Tuhan.
Bekerja Keras dan Penuh Tanggung Jawab
Dalam Patris Corde, Paus Fransiskus juga menyoroti Yusuf sebagai seorang pekerja keras yang menjalani profesi sebagai tukang kayu dengan penuh tanggung jawab. Yusuf menghidupi keluarganya melalui hasil kerja tangannya, dan dari sana Yesus belajar tentang pentingnya kerja keras, kejujuran, dan tanggung jawab. Yusuf menjadi contoh seorang ayah yang tidak hanya menyediakan kebutuhan materi bagi keluarganya, tetapi juga menjadi teladan dalam hal etos kerja dan integritas.
Bagi Paus Fransiskus, pekerjaan Yusuf bukan hanya sarana untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi juga bentuk pengabdian kepada Tuhan. Dalam bekerja, seorang ayah dapat menemukan makna mendalam jika ia melihat pekerjaannya sebagai bagian dari panggilan hidupnya untuk melayani dan mencintai keluarganya. Dengan menjadi pekerja keras dan bertanggung jawab, seorang ayah menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa pengorbanan dan usaha adalah bagian dari hidup yang bermakna.
Melayani Tanpa Mencari Pengakuan
Satu hal yang menarik dalam Patris Corde adalah konsep “ayah dalam bayang-bayang.” Paus Fransiskus menggambarkan Yusuf sebagai sosok yang bekerja dalam diam dan tidak pernah mencari pengakuan. Sebagai ayah, Yusuf berdiri di belakang layar, memberi ruang bagi Yesus untuk berkembang dan menggenapi panggilan-Nya. Yusuf tidak pernah mengambil peran utama, tetapi justru menjadi pendukung yang setia dan tulus.
Bagi para ayah, pesan ini mengingatkan akan pentingnya kesediaan untuk melayani dengan tulus tanpa mencari penghargaan atau pengakuan. Dalam dunia yang sering kali mengedepankan prestasi dan pengakuan, teladan Yusuf mengingatkan bahwa ayah yang baik adalah mereka yang siap menjadi pendukung tanpa pamrih bagi keluarganya. Menjadi ayah bukan soal mencari pengakuan, tetapi soal memberikan cinta dan perhatian tanpa syarat.
Teladan untuk Ayah Masa Kini
Patris Corde mengajarkan kepada kita bahwa Santo Yusuf adalah teladan yang luar biasa bagi setiap ayah. Dia menunjukkan bahwa cinta seorang ayah ditunjukkan dalam kesetiaan, kelembutan, ketaatan, kerja keras, dan pengorbanan yang tulus. Seperti Yusuf, para ayah masa kini dipanggil untuk mencintai keluarganya dengan sepenuh hati, untuk menjadi pelindung yang lemah lembut, untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab, dan untuk melayani tanpa pamrih.
Hari Ayah adalah momen bagi para ayah untuk merenungkan panggilan mulia ini. Dengan hati yang penuh kasih dan dedikasi, seorang ayah dapat memberikan rasa aman, kepercayaan, dan cinta kepada anak-anaknya, sebagaimana Yusuf memberikan semuanya bagi Yesus dan Maria. Paus Fransiskus mengingatkan kita bahwa peran ayah tidak selalu membutuhkan kata-kata besar, tetapi tindakan-tindakan kecil yang menunjukkan cinta, keberanian, dan pengorbanan yang tulus. Melalui refleksi atas Santo Yusuf dalam Patris Corde, para ayah dapat menemukan inspirasi dan kekuatan untuk menjalani panggilan mereka dengan penuh iman, menjadi cahaya kasih yang menerangi keluarga mereka setiap hari.