Senin, 25 November 2024
Bacaan Kitab Suci hari ini mengajak kita untuk merenungkan makna kemurnian, pengorbanan, dan ketulusan dalam kehidupan beriman. Bacaan pertama dari Wahyu 14:1-3, 4b-5 membawa kita pada penglihatan penuh makna yang disampaikan Rasul Yohanes. Di sana, Yohanes menggambarkan Anak Domba yang berdiri di Gunung Sion bersama seratus empat puluh empat ribu orang yang telah ditebus. Mereka memiliki nama-Nya dan nama Bapa-Nya tertulis di dahi mereka, dan mereka menyanyikan nyanyian baru yang hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang telah ditebus dari dunia. Orang-orang ini digambarkan sebagai yang tidak bercela, setia, dan murni.
Menurut Richard Bauckham dalam bukunya The Theology of the Book of Revelation (1993), angka seratus empat puluh empat ribu ini melambangkan kesempurnaan dan pemenuhan, yaitu umat yang telah melalui proses penebusan oleh darah Anak Domba. Mereka tidak hanya disebut sebagai “perawan” dalam arti literal, tetapi lebih pada simbol kesetiaan dan kemurnian yang tidak tergoda oleh kenikmatan duniawi. Bauckham menjelaskan bahwa nyanyian baru yang mereka lantunkan merupakan ekspresi dari hubungan yang mendalam dan pribadi dengan Allah, yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang telah mengalami kasih karunia keselamatan.
Dalam Wahyu, kemurnian bukan hanya soal fisik, tetapi tentang hati yang tidak tercemar oleh ketidaksetiaan. Eugene Boring dalam Revelation: Interpretation (1989) menggarisbawahi bahwa perawan dalam Wahyu adalah simbol umat yang sepenuhnya setia kepada Kristus. Mereka mengikuti Sang Anak Domba ke mana pun Dia pergi, sebuah gambaran dari kesetiaan yang tidak tergoyahkan, terlepas dari berbagai godaan dunia. Kemurnian ini adalah panggilan untuk setia dalam perjalanan iman, tetap teguh mengikuti Kristus dalam segala situasi.
Sementara itu, dalam bacaan Injil dari Lukas 21:1-4, kita menemukan kisah janda miskin yang memberikan dua peser, yang merupakan seluruh nafkahnya, sebagai persembahan di Bait Allah. Kisah ini tampak sederhana, namun memiliki pesan yang dalam mengenai makna pengorbanan. Yesus, yang melihat tindakan janda tersebut, menyatakan bahwa persembahan janda itu lebih besar daripada persembahan orang-orang kaya, sebab ia memberi dari kekurangannya, bukan dari kelimpahan.
N.T. Wright, dalam Luke for Everyone (2004), menekankan bahwa tindakan janda ini adalah contoh nyata dari hati yang sepenuhnya mengasihi Allah. Dalam masyarakat yang cenderung mengukur pengorbanan dengan angka atau nilai material, Yesus menekankan bahwa nilai persembahan terletak pada kemurnian niat. Wright menegaskan bahwa apa yang diperhitungkan Allah bukanlah jumlah, tetapi ketulusan hati dan iman yang menggerakkan tindakan tersebut.
Craig Keener dalam The IVP Bible Background Commentary: New Testament (1993) memberikan perspektif historis tentang persembahan di Bait Allah. Pada masa itu, persembahan yang kecil sering kali diabaikan, dianggap tidak berarti dibandingkan dengan persembahan besar dari orang-orang kaya. Namun, Yesus memandang hal ini dengan cara yang berbeda. Ia melihat ketulusan hati janda tersebut, yang bersedia memberi segalanya, bahkan dalam keterbatasannya. Ini adalah sebuah tindakan iman yang luar biasa, sebuah pemberian diri sepenuhnya kepada Allah, tanpa syarat.
Dua bacaan ini, meski dari konteks yang berbeda, menawarkan pesan yang saling melengkapi tentang kemurnian hati dan ketulusan dalam pengorbanan. Dalam Wahyu, umat yang mengikuti Anak Domba adalah mereka yang telah memurnikan diri, menjauhkan diri dari segala bentuk ketidaksetiaan. Mereka adalah orang-orang yang hidup sepenuhnya bagi Allah, tanpa cela dan dusta. Sementara itu, di dalam Lukas, kita diajari tentang kemurnian hati terwujud dalam tindakan nyata, bahkan yang tampaknya sederhana dan kecil. Janda miskin menjadi teladan bagaimana pengorbanan yang tulus, meskipun kecil, bernilai sangat besar di mata Allah.
Dalam buku Discipleship (1981), Dietrich Bonhoeffer menegaskan bahwa mengikuti Kristus menuntut kita untuk mengorbankan diri, meninggalkan segala yang menghalangi komitmen total kepada Allah. Bagi Bonhoeffer, ini adalah “kematian bagi diri sendiri,” sebuah proses yang memungkinkan kita hidup sepenuhnya untuk Kristus. Kehidupan yang mengikuti jejak Sang Anak Domba berarti bersedia menyerahkan segala sesuatu, bahkan dalam kesederhanaan, sebagaimana yang dilakukan janda miskin dalam Injil Lukas. Dalam kedua bacaan ini, terdapat panggilan untuk mengarahkan hati dan hidup kita secara total kepada Allah, tanpa mengukur seberapa besar atau kecil tindakan kita, tetapi berdasarkan ketulusan hati kita.
Kemurnian yang digambarkan dalam Wahyu dan pengorbanan janda dalam Lukas adalah dua sisi dari koin yang sama. Keduanya mengajarkan bahwa kesetiaan kepada Allah bukan soal jumlah, melainkan soal kesediaan untuk menyerahkan diri seutuhnya, tanpa pamrih. Kedua bacaan ini mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan beriman, hal-hal kecil yang dilakukan dengan cinta yang besar memiliki nilai yang jauh lebih tinggi daripada tindakan besar yang dilakukan dengan hati yang terbagi.
Refleksi ini mengajak kita untuk merenungkan kembali motivasi kita dalam mengikuti Kristus. Apakah kita masih terjebak dalam keinginan duniawi yang memecah belah hati, ataukah kita telah menjadi seperti mereka yang menyanyikan nyanyian baru di hadapan Allah, yang hatinya murni, atau seperti janda yang memberi tanpa perhitungan? Hidup yang berkenan di hadapan Allah bukanlah tentang keberhasilan duniawi, melainkan tentang hati yang terarah penuh kepada-Nya. Di tengah godaan dunia yang sering mengukur nilai dari apa yang terlihat, Allah melihat jauh ke dalam hati kita, menghargai ketulusan, dan mengangkat mereka yang memberi dari kekurangan dengan hati yang penuh iman dan kasih.
Daftar Pustaka
- Bauckham, Richard. The Theology of the Book of Revelation. Cambridge: Cambridge University Press, 1993.
- Boring, M. Eugene. Revelation: Interpretation. Louisville, KY: Westminster John Knox Press, 1989.
- Bonhoeffer, Dietrich. Discipleship. Minneapolis, MN: Fortress Press, 1981.
- Keener, Craig S. The IVP Bible Background Commentary: New Testament. Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1993.
- Wright, N.T. Luke for Everyone. Louisville, KY: Westminster John Knox Press, 2004.