RABU, 27 November 2024
Wahyu 15:1-4 dan Lukas 21:12-19 membawa kita ke dalam perjalanan pemahaman tentang akhir zaman dan kesetiaan dalam menghadapi penderitaan. Keduanya menawarkan perspektif mendalam tentang bagaimana iman memainkan peran penting dalam menghadapi ujian besar yang akan datang, baik dari segi penghakiman akhir maupun tantangan sehari-hari yang dihadapi oleh orang percaya. Refleksi dari kedua bacaan ini memandu kita untuk memahami bahwa pengharapan dan keteguhan iman bukanlah sekadar tuntutan, tetapi panggilan untuk tetap bertahan dan percaya pada keadilan Tuhan yang akan terungkap pada waktunya.
Dalam Wahyu 15:1-4, Yohanes memberikan gambaran tentang tujuh malaikat yang membawa tujuh bencana terakhir, simbol dari hukuman akhir yang akan ditimpakan kepada dunia. Di tengah visi ini, terdapat juga paduan suara dari orang-orang yang telah menang atas binatang itu, memuji Tuhan dengan nyanyian Musa, hamba Tuhan, dan nyanyian Anak Domba. Ayat-ayat ini menunjukkan kepada kita gambaran kemenangan akhir, di mana mereka yang setia akan menyaksikan keadilan dan kekuasaan Allah yang nyata. Gambaran ini sejalan dengan tafsiran dari Craig S. Keener dalam Revelation (2000) yang menyebutkan bahwa nyanyian kemenangan ini bukan hanya tentang pembebasan dari musuh fisik tetapi juga dari kekuatan spiritual yang mencoba menggoyahkan iman umat Tuhan. Nyanyian ini adalah pernyataan bahwa Tuhan, meskipun membiarkan penderitaan terjadi, tidak pernah absen dari sejarah umat-Nya.
Lukas 21:12-19, di sisi lain, berbicara tentang peringatan Yesus kepada murid-murid-Nya mengenai penganiayaan yang akan mereka alami sebelum akhir zaman tiba. Yesus menegaskan bahwa akan ada masa-masa sulit di mana para pengikut-Nya akan dikhianati, ditangkap, dan diadili, namun di tengah segala kesulitan ini, mereka dipanggil untuk bersaksi. Yesus juga memberi jaminan bahwa dalam momen-momen tersebut, Roh Kudus akan memberi hikmat sehingga mereka bisa memberikan jawaban yang tidak bisa disangkal oleh musuh mereka. N.T. Wright dalam Luke for Everyone (2004) menekankan bahwa bagian ini bukan hanya nubuatan tentang apa yang akan terjadi pada murid-murid awal, tetapi juga seruan bagi semua generasi untuk siap menghadapi penindasan dengan keyakinan bahwa Tuhan akan selalu hadir dalam kata-kata dan tindakan mereka. Dia mencatat bahwa Yesus tidak menjanjikan keamanan fisik, tetapi kesetiaan Tuhan dalam memberi kekuatan dan hikmat.
Penderitaan dan kemenangan adalah tema yang sangat terasa dalam kedua bacaan ini. Penderitaan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan proses menuju kemenangan yang dijanjikan oleh Tuhan. Yohanes dalam Wahyu dan Yesus dalam Lukas berbicara tentang penderitaan sebagai sesuatu yang pasti, namun mereka juga mengingatkan bahwa penderitaan tersebut memiliki akhir yang jelas: kemenangan dan pembebasan. David E. Aune dalam Revelation 6–16 (1998) menyoroti bagaimana Wahyu memberikan pandangan tentang kosmik—di mana apa yang terjadi di dunia ini adalah bagian dari konflik besar antara kekuatan ilahi dan kekuatan jahat. Begitu pula dengan pesan dalam Lukas yang menyatakan bahwa penderitaan bukanlah tanda kekalahan, melainkan kesempatan untuk kesaksian, seperti yang juga ditekankan oleh Joseph A. Fitzmyer dalam The Gospel According to Luke X-XXIV (1985) yang menulis bahwa pesan ini mengingatkan kita untuk tidak takut, karena penderitaan adalah bagian dari rencana Tuhan untuk menguji kesetiaan umat-Nya.
Pada akhirnya, refleksi dari kedua bacaan ini adalah tentang kesetiaan di tengah penderitaan dan pengharapan dalam kemenangan yang dijanjikan. Orang beriman dipanggil untuk tetap teguh, bahkan ketika tanda-tanda akhir zaman mulai tampak, ketika penganiayaan menjadi nyata, dan ketika situasi tampak tidak menjanjikan. Pengharapan dalam Wahyu bukanlah optimisme buta; itu adalah pengharapan yang lahir dari iman yang tahu bahwa Tuhan adalah adil dan setia. Richard Bauckham dalam The Theology of the Book of Revelation (1993) menekankan bahwa Wahyu mengingatkan kita bahwa semua kekacauan dan penderitaan adalah bagian dari perjalanan menuju pembaruan dan penyelamatan. Begitu pula, Lukas mengundang kita untuk melihat penderitaan sebagai kesempatan untuk mengungkapkan kasih Allah kepada dunia yang sering kali melawan-Nya.
Dalam perjalanan iman ini, Wahyu 15:1-4 dan Lukas 21:12-19 mengajarkan kita bahwa kesetiaan dan pengharapan tidak datang dari kenyamanan atau kemudahan hidup, tetapi dari kemampuan untuk melihat melampaui penderitaan saat ini menuju janji Tuhan yang kekal. Ini adalah panggilan bagi setiap orang percaya untuk hidup dengan iman yang kokoh, di mana penderitaan bukanlah akhir, melainkan awal dari sesuatu yang lebih besar—kemenangan ilahi yang menanti mereka yang tetap setia.
DAFTAR PUSTAKA:
- Keener, Craig S. Revelation. Grand Rapids, MI: Zondervan, 2000.
- Wright, N.T. Luke for Everyone. London: SPCK, 2004.
- Aune, David E. Revelation 6–16. Dallas, TX: Word Books, 1998.
- Fitzmyer, Joseph A. The Gospel According to Luke X-XXIV. New York: Doubleday, 1985.
- Bauckham, Richard. The Theology of the Book of Revelation. Cambridge: Cambridge University Press, 1993.