Dunia kita saat ini tengah diwarnai dengan konflik, perang, ketidakadilan, kejahatan, kemiskinan, kekerasan, kekejaman, dan ketimpangan sosial. Kondisi dunia, baik global maupun nasional, melahirkan ketidakpastian dan kecemasan akan masa depan.
Di sisi lain, naiknya harga barang, turunnya daya beli masyarakat, upah yang tidak adil, membuat beban hidup bertambah berat. Banyak dari masyarakat mengambil jalan instan dengan menjeratkan diri pada pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol), yang dalam banyak kasus, karena ketidakmampuan membayar cicilan, membuat mereka semakin tertekan.
Kesehatan mental menjadi isu massal yang menyeruak. Bahkan, beban hidup ini sering memaksa orang melakukan aksi-aksi destruktif, seperti kejahatan dan kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Semua ini menjadi lingkaran setan. Hidup seakan menggelap karena kehilangan cahaya harapan.
Pintu Pengharapan
Di tengah situasi tersebut, Paus Fransiskus menyerukan kepada murid-murid Kristus di seluruh dunia untuk terus berpegang pada pengharapan. Hal ini ia sampaikan saat membuka tahun suci Yubileum 2025 yang bertema Peziarah Pengharapan atau Pilgrims of Hope.
Pada malam Natal, 24 Desember 2024, pembukaan Tahun Suci tersebut disimbolkan dengan pembukaan pintu suci Basilika Santo Petrus. Ini sudah menjadi tradisi sejak tahun 1300 oleh Paus Bonifasius VIII. Paus mengatakan bahwa pintu itu menjadi simbol pintu kerahiman Allah. Dia menekankan bahwa pintu hati Tuhan senantiasa terbuka dan memanggil kita untuk kembali ke hati yang mencintai dan mengampuni kita dan membiarkan kita berdamai dengan Allah.
“Saudara-saudari, jangan takut! Pintunya terbuka, terbuka lebar, marilah kita berdamai dengan Tuhan, dan kemudian berdamai dengan diri sendiri dan berdamai satu sama lain, bahkan dengan musuh kita. Belas kasihan Tuhan dapat melakukan semua hal itu. Ia melepaskan setiap simpul, meruntuhkan setiap dinding perpecahan, dan menghilangkan kebencian dan dendam. Datang! Yesus adalah Pintu Damai,” ujar Paus dari Ordo Serikat Yesus itu.
Paus mengundang semua umat Katolik, baik individu maupun bangsa, untuk menemukan keberanian berjalan melalui pintu itu. “Untuk menjadi peziarah pengharapan, membungkam suara senjata, dan mengatasi perpecahan!” kata Paus.
Peziarah Pengharapan
Menjadi peziarah pengharapan adalah panggilan kita di dunia kontemporer. Pengharapan Kristiani, menurut Paus Fransiskus, anugerah Tuhan yang memenuhi hidup kita dengan suka cita. “Hari ini, dunia benar-benar sangat membutuhkannya. Ketika Anda tidak tahu apakah Anda mampu memberi makanan ke anak-anak besok, atau apakah yang Anda pelajari akan memungkinkan Anda mendapatkan pekerjaan yang baik, mudah bagi Anda untuk berkecil hati. Di mana kita dapat mencari harapan?” kata Paus seperti dikutip dari video yang dipublikasikan oleh Biro Nasional Karya Kepausan.
Harapan menurut Paus adalah jangkar, sebuah jangkar yang kita lemparkan dengan tali untuk ditambatkan di pantai. “Kita harus berpegangan pada tali pengharapan dan berpegangan erat-erat. Marilah kita saling membantu menemukan perjumpaan dengan Kristus yang memberi kita kehidupan, dan memulai perjalanan sebagai peziarah untuk merayakan kehidupan ini,” kata Paus.
Di homilinya saat misa malam Natal, Paus mengatakan harapan merupakan panggilan untuk tidak menunda. Tidak tertawan oleh kebiasaan lama, atau berkubang dalam keadaan biasa-biasa saja atau bermalas-malasan.
“Harapan memanggil kita untuk marah dengan hal-hal yang salah dan menemukan keberanian untuk mengubahnya,” kata Paus.
Paus juga mengajak kita untuk memikirkan dan mendoakan para korban perang, terutama anak-anak, yang ditembak dengan senapan mesin, bom di sekolah, dan rumah sakit, di jalur Gaza, Ukraina, dan kawasan perang lainnya.
Memulai dengan Langkah Kecil
Untuk menjadi peziarah pengharapan, kita bisa memulainya dengan langkah-langkah kecil. Kita memulainya dari lingkungan terdekat kita, di keluarga, lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal, maupun lingkungan gereja.
Apa yang bisa dilakukan? Memberi semangat, menghibur, membantu dengan aksi nyata, dan mendoakan mereka yang sedang berkesusahan. Doa Santo Fransiskus dari Asisi bisa menjadi pegangan kita: “Bila terjadi kebencian, jadikan aku pembawa cinta kasih. Bila terjadi penghinaan, jadikan aku pembawa pengampunan. Bila terjadi kesesatan, jadikan aku pembawa kebenaran. Bila terjadi kebimbangan, jadikan aku pembawa kepastian. Bila terjadi keputusasaan, jadikan aku pembawa harapan. Bila terjadi kesedihan, jadikan aku pembawa sukacita…”
Sekali lagi, Paus Fransiskus mengajak kita untuk berani menjadi Peziarah Pengharapan di era kekinian. Ungkapan Paus yang menjadi kalimat pamungkas dari tulisan ini layak kita renungkan dan tanam dalam-dalam dalam hati kita. “Hari demi hari, marilah kita mengisi hidup kita dengan anugerah harapan yang Tuhan berikan kepada kita, dan melalui kita, marilah kita membiarkannya menjangkau setiap orang yang mencarinya. Jangan lupa, harapan tidak pernah mengecewakan,” pungkas Paus Fransiskus.
Keterangan: Tulisan ini juga diterbitkan di Warta Minggu milik Paroki Tomang Gereja Maria Bunda Karmel.