Sabtu, 11 Januari 2025 – Keberanian dalam Doa dan Kesaksian yang Merendah
Kedalaman iman seseorang sering kali tercermin dalam keberanian berdoa dan kerendahan hati untuk bersaksi. Bacaan dari 1 Yohanes 5:14-21 dan Yohanes 3:22-30 menggambarkan dua dimensi penting dalam hidup rohani: relasi yang intim dengan Allah melalui doa dan sikap yang tulus dalam pelayanan, di mana Kristus harus semakin besar, sementara kita semakin kecil.
Dalam 1 Yohanes 5:14-21, penulis memberikan jaminan bahwa Allah mendengar doa-doa kita jika kita meminta sesuai dengan kehendak-Nya. Frasa “keberanian dalam mendekati-Nya” bukan sekadar keberanian biasa, melainkan keyakinan yang lahir dari relasi yang penuh kasih dengan Bapa. Penafsir Alkitab, Raymond E. Brown dalam The Epistles of John (1979), menyoroti bahwa keberanian ini hanya mungkin bila kita memahami kehendak Allah sebagai sesuatu yang baik, sempurna, dan penuh kasih. Doa bukanlah alat untuk memaksakan keinginan kita, tetapi sarana untuk menyelaraskan hati kita dengan rencana Allah.
Namun, peringatan di ayat-ayat berikutnya tentang dosa yang mendatangkan maut mengingatkan kita bahwa keberanian dalam doa tidak boleh dipisahkan dari kesadaran akan dosa. Dosa melumpuhkan keberanian kita karena memutus relasi dengan Allah. Di sini, Brown menegaskan bahwa komunitas Kristen perlu menjaga kesucian hati dan solidaritas dalam saling mendoakan. Kasih bukan hanya untuk sesama yang benar, tetapi juga bagi mereka yang tersesat, sebab kasih sejati selalu mencari pemulihan.
Yohanes 3:22-30 membawa kita ke perikop tentang Yohanes Pembaptis yang bersaksi tentang Yesus. Dalam narasi yang penuh simbolisme, Yohanes menyebut dirinya sebagai “sahabat mempelai” yang berbahagia menyaksikan suara mempelai. Raymond E. Brown dalam The Gospel According to John (1966) menggambarkan kesaksian Yohanes Pembaptis sebagai contoh sempurna dari seorang pelayan yang tahu tempatnya. Yohanes tidak bersaing dengan Yesus, tetapi dengan kerendahan hati mengakui bahwa pelayanannya adalah untuk mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias.
Sikap Yohanes Pembaptis, yang menyatakan “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil,” mengingatkan kita bahwa kesaksian sejati tidak mencari kemuliaan diri. Teolog Hans Urs von Balthasar dalam Love Alone is Credible (2004) menekankan bahwa kerendahan hati Yohanes adalah ekspresi dari cinta ilahi, yang tidak menuntut pengakuan, tetapi dengan gembira menyerahkan tempat kepada Dia yang benar-benar layak.
Ketika kedua bacaan ini direnungkan bersama, kita diajak untuk melihat iman sebagai perjalanan menuju keintiman dengan Allah yang diwujudkan dalam doa dan kesaksian. Doa yang tulus lahir dari pengenalan akan Allah, sedangkan kesaksian yang otentik mencerminkan kerendahan hati seorang hamba. Dalam dunia yang sering kali terobsesi dengan pengakuan dan pencapaian, pesan Yohanes mengingatkan kita bahwa esensi pelayanan adalah mengarahkan semua kemuliaan kepada Kristus. Maka, bila semua karya pelayanan yang kita lakukan terlihat menonjolkan diri kita sendiri, jelas bahwa karya itu bukanlah pelayanan, melainkan sebuah kesombongan yang tersembunyi.
Kita mungkin tidak sadar gemar memamerkan semua kebaikan yang kita lakukan dan hendak mengatakan,”Lihat, ini saya bisa membantu banyak orang.” Kata Yesus, dalam hal ini kita sudah mendapatkan pahalanya yakni pujian itu sendiri.
Gambaran modern untuk menggambarkan pesan ini bisa diilustrasikan sebagai seorang pelayan yang setia menyalakan lilin-lilin di ruangan gelap. Ketika ruangan itu dipenuhi cahaya, sang pelayan perlahan menghilang ke dalam bayangan, puas mengetahui bahwa terang itulah yang menjadi perhatian utama.
Daftar Pustaka:
- Brown, Raymond E. The Epistles of John. Garden City, NY: Doubleday, 1979.
- Brown, Raymond E. The Gospel According to John. Garden City, NY: Doubleday, 1966.
- Balthasar, Hans Urs von. Love Alone is Credible. San Francisco: Ignatius Press, 2004.