Rabu, 5 Februari 2025 – Ketangguhan Iman dalam Ujian dan Penolakan
Dalam perjalanan iman, ada momen ketika penghiburan terasa jauh dan penderitaan begitu dekat. Bacaan dari Ibrani 12:4-7,11-15 dan Markus 6:1-6 mengajak kita merenungkan dinamika ini, menghadirkan sebuah narasi tentang ketabahan di tengah ujian dan penolakan, yang berpadu indah dengan kisah Santa Agata, perawan dan martir.
Surat kepada orang Ibrani menegaskan bahwa penderitaan bukanlah tanda ditinggalkannya seseorang oleh Allah, melainkan bentuk didikan ilahi. “Kamu belum sampai mencucurkan darah dalam perjuanganmu melawan dosa” (Ibr. 12:4). Ayat ini mengingatkan kita bahwa pergulatan melawan dosa dan kejahatan dunia sering kali mengharuskan pengorbanan yang tidak ringan. Namun, justru dalam pergulatan itulah kita dibentuk, diperkuat, dan dimurnikan. Seperti seorang ayah yang mendidik anaknya dengan kasih, demikian pula Tuhan membentuk umat-Nya melalui disiplin yang penuh makna. Ketidaknyamanan sementara dari didikan ini akan berbuah damai sejahtera bagi mereka yang dilatih olehnya (Ibr. 12:11).
Sementara itu, Injil Markus membawa kita ke Nazaret, tempat Yesus ditolak oleh orang-orang yang mengenalnya sejak kecil. “Dari manakah diperoleh-Nya semuanya itu? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria?” (Mrk. 6:2-3). Ironi ini menyoroti betapa sulitnya melihat kehadiran ilahi dalam keseharian yang akrab. Penolakan terhadap Yesus bukan hanya soal ketidakpercayaan, tetapi juga cermin dari hati yang tertutup terhadap kemungkinan bahwa Allah bekerja di luar batasan pemahaman kita. Ketidakmampuan mereka untuk melihat kebenaran membuat Yesus heran, bukan karena mereka kurang tahu, tetapi karena hati mereka keras.
Santa Agata adalah sosok yang menjembatani kedua bacaan ini dengan kehidupan dan kematiannya yang heroik. Hidup di abad ke-3, Agata menghadapi penganiayaan brutal karena imannya kepada Kristus. Ia disiksa dengan kejam, namun tetap teguh. Kisahnya mencerminkan ajaran Ibrani tentang ketabahan dalam penderitaan dan menunjukkan bahwa kasih kepada Allah lebih kuat daripada rasa takut akan penderitaan fisik. Keberaniannya juga menggema dalam kisah Yesus yang menghadapi penolakan dengan keteguhan hati.
Refleksi ini mengundang kita untuk merenungkan: bagaimana kita menanggapi penderitaan dan penolakan dalam hidup kita? Apakah kita melihatnya sebagai hukuman, ataukah sebagai bagian dari perjalanan iman yang membentuk karakter dan memperdalam kasih kita kepada Allah? Seperti Santa Agata, kita dipanggil untuk berdiri teguh dalam iman, percaya bahwa dalam setiap luka dan air mata, Allah sedang bekerja, memurnikan dan menguatkan kita untuk menjadi saksi-Nya.
Daftar Pustaka:
- Lane, William L. Hebrews 9-13. Word Biblical Commentary, 1991.
- France, R.T. The Gospel of Mark. New International Commentary on the New Testament, 2002.
- Butler, Alban. Lives of the Saints: Santa Agata. 1756.
- Brown, Raymond E. An Introduction to the New Testament. Doubleday, 1997.
- Balthasar, Hans Urs von. The Glory of the Lord: A Theological Aesthetics. Ignatius Press, 1982.