By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inigo WayInigo WayInigo Way
Notification Show More
Font ResizerAa
  • Home
  • IGNASIANA
    IGNASIANA
    Segala hal tentang spiritualitas ignasia
    Show More
    Top News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    12 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    12 months ago
    Tidak Ada Kata Musuh dalam Kamus Tuhan
    12 months ago
    Latest News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    12 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    10 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    12 months ago
    Paus Tiba di Indonesia dalam Suasana Sederhana
    12 months ago
  • IDEA
    IDEAShow More
    Demi Apakah Kita Mengasihi Allah?
    3 weeks ago
    Antara Unta, Lubang Jarum, Orang Kaya dan Kerajaan Surga
    3 weeks ago
    Jangan Berdoa untuk Uang, Ini Alasannya
    3 weeks ago
    Hidup Kekal Bukan Sekadar ‘Hadiah’ Setelah Mati
    3 weeks ago
    Yesaya 53: Hamba yang Menderita dan Rahasia Pendamaian
    4 weeks ago
  • GEREJA SEMESTA
    GEREJA SEMESTAShow More
    Carlo Acutis dan Orang Kudus yang Sedarah Dengannya
    5 hours ago
    Carlo Acutis, Dijuluki “God’s Influencer”, Menjadi Santo “Millenial” Pertama
    5 hours ago
    Paus Leo XIV Tutup Kongres Maria Internasional ke-26: Maria Membuka Jalan bagi Perdamaian dalam Keberagaman
    1 day ago
    Dari Istana ke Jalanan: Kepemimpinan Paus Fransiskus yang Mengakar di Hati Kaum Kecil
    2 months ago
    Kepemimpinan yang Inklusif: Membangun Jembatan di Tengah Perpecahan
    3 months ago
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
    • SBS
    KOMUNITAS
    Show More
    Top News
    Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
    2 months ago
    Di Gunung Ungaran, Saya Menemukan Tuhan
    4 months ago
    Refleksi Atas Retret Sesawi 2024 di Klaten
    4 months ago
    Latest News
    Carlo Acutis dan Orang Kudus yang Sedarah Dengannya
    4 hours ago
    Menjalin Identitas Global Alumni Yesuit, Jalan Menuju WUJA 2026 di Yogyakarta
    2 days ago
    Sesawi (Bisa) Menjadi “Keluarga Kedua” bagi Anggotanya
    1 month ago
    Keluarga Rohani Bernama Paguyuban Sesawi
    2 months ago
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
  • KOLOM PENDIDIKAN
    KOLOM PENDIDIKAN
    Show More
    Top News
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    3 months ago
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    4 months ago
    Latest News
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    3 months ago
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    4 months ago
Reading: Makna Di Balik Penciptaan Hawa
Share
Font ResizerAa
Inigo WayInigo Way
  • IGNASIANA
  • IDEA
  • GEREJA SEMESTA
  • YAYASAN SESAWI
  • STP BONAVENTURA
  • KOLOM PENDIDIKAN
Search
  • Home
  • GEREJA SEMESTA
    • Ajaran Gereja
    • Paus
    • Sejarah Gereja
    • Tradisi Gereja
  • IDEA
    • Homili
    • Refleksi
    • Renungan
    • Syair
  • IGNASIANA
    • Latihan Rohani
    • Riwayat Ignatius
    • Sahabat Ignatius
    • Surat-surat Ignatius
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inigo Way Network. Sesawi Foundation. All Rights Reserved.
Inigo Way > Petrus Faber > IDEA > Renungan > Makna Di Balik Penciptaan Hawa
IDEARenungan

Makna Di Balik Penciptaan Hawa

Hubungan antara Adam dan Hawa mencerminkan relasi yang mendalam, bukan sekadar hierarki.

Gabriel Abdi Susanto
Last updated: February 12, 2025 11:47 am
By Gabriel Abdi Susanto 7 months ago
Share
4 Min Read
SHARE

Kamis, 13 Februari 2025

Dalam kisah penciptaan di Kejadian 2:18-25, Tuhan melihat bahwa tidak baik bagi manusia untuk hidup seorang diri. Maka, dari tulang rusuk Adam, Ia menciptakan Hawa, penolong yang sepadan. Perikop ini menggambarkan bagaimana manusia dipanggil untuk hidup dalam relasi yang saling melengkapi. Ada keintiman, kepercayaan, dan keterikatan yang lahir dari kesadaran bahwa manusia tidak diciptakan untuk berjalan sendiri. Dalam terang tradisi Yahudi dan Kristen, perikop ini juga menegaskan bahwa manusia bukan sekadar individu yang terpisah, melainkan makhluk sosial yang mendambakan kebersamaan.

Walter Brueggemann dalam bukunya Genesis: Interpretation: A Bible Commentary for Teaching and Preaching (1982) menyoroti bahwa kisah ini bukan sekadar tentang penciptaan perempuan, tetapi juga tentang panggilan manusia untuk hidup dalam persekutuan yang harmonis. Ia menegaskan bahwa hubungan antara Adam dan Hawa mencerminkan relasi yang mendalam, bukan sekadar hierarki. Begitu pula Claus Westermann dalam Genesis 1-11: A Commentary (1984) menyebutkan bahwa bahasa yang digunakan dalam perikop ini penuh dengan nuansa kasih dan kebersamaan, yang menjadi dasar bagi pemahaman teologis tentang pernikahan dan hubungan antar manusia.

Jika Kejadian 2:18-25 menggambarkan harmoni dalam relasi, Markus 7:24-30 menunjukkan ketegangan dan pergumulan dalam perjumpaan. Yesus, yang berada di wilayah asing, bertemu dengan seorang perempuan Siro-Fenesia yang memohon kesembuhan bagi anaknya. Jawaban awal Yesus tampak tajam, seolah menolak permintaannya dengan perumpamaan tentang anak-anak dan anjing. Namun, perempuan ini tidak menyerah. Ia menunjukkan iman yang teguh, dan akhirnya Yesus mengabulkan permintaannya.

Refleksi dari perikop ini mengungkapkan dinamika iman yang penuh tantangan. Perempuan Siro-Fenesia adalah simbol dari mereka yang berani memperjuangkan harapan meskipun dihadapkan pada rintangan. Donald Senior dalam The Gospel of Mark (1998) menjelaskan bahwa kisah ini adalah titik balik dalam pelayanan Yesus, yang semakin terbuka bagi bangsa-bangsa lain. William Lane dalam The Gospel of Mark (1974) menegaskan bahwa keberanian perempuan ini bukan sekadar ekspresi keputusasaan, tetapi tindakan iman yang percaya pada belas kasih Tuhan.

Kedua perikop ini, jika direnungkan secara bersama, menawarkan sebuah perjalanan dari keterasingan menuju perjumpaan. Jika dalam Kejadian 2 manusia dipanggil untuk hidup dalam relasi yang saling menghidupkan, maka dalam Markus 7, kita melihat bahwa relasi itu menuntut perjuangan dan keberanian. Kehidupan beriman bukan sekadar menerima, tetapi juga memperjuangkan harapan di tengah keterbatasan.

Dalam realitas kita hari ini, kita sering menemukan diri kita dalam dua situasi yang digambarkan oleh bacaan ini. Ada saat di mana kita menemukan kehangatan dalam kebersamaan, seperti Adam yang menerima Hawa sebagai bagian dari dirinya. Namun, ada pula saat di mana kita merasa harus berjuang untuk didengar dan diakui, seperti perempuan Siro-Fenesia yang tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Iman yang sejati bukan hanya tentang menikmati berkat, tetapi juga tentang keberanian untuk terus berharap, bahkan di tengah keheningan atau penolakan.

Dengan demikian, dua kisah ini mengundang kita untuk merenungkan: Bagaimana kita membangun relasi yang sejati? Bagaimana kita menghadapi penolakan dengan iman yang teguh? Seperti Adam yang mengenali Hawa sebagai bagian dari dirinya, dan seperti perempuan Siro-Fenesia yang tak gentar menghadapi tantangan, kita pun diajak untuk terus hidup dalam relasi yang penuh kasih dan iman yang tak tergoyahkan.


Daftar Pustaka

Brueggemann, Walter. Genesis: Interpretation: A Bible Commentary for Teaching and Preaching. Atlanta: John Knox Press, 1982.

Lane, William. The Gospel of Mark. Grand Rapids: Eerdmans, 1974.

Senior, Donald. The Gospel of Mark. Nashville: Abingdon Press, 1998.

Westermann, Claus. Genesis 1-11: A Commentary. Minneapolis: Augsburg Publishing House, 1984.

You Might Also Like

Kelemahan Kita, Ruang Bagi Kuasa Allah untuk Nyatakan Diri

Para Kudus Tidaklah Suci Sejak Lahir

Saat Teraniaya, Justru Terang Itu Menyebar Luas

Adakah Pohon yang Baik Menghasilkan Buah yang Tidak Baik?

Kasih Kecil, Cinta Besar: Warisan Bunda Teresa untuk Dunia

TAGGED:headlinekeberanianmakhluk sosialperjuanganrelasi
Share This Article
Facebook Twitter Email Print
Share
By Gabriel Abdi Susanto
Follow:
Jurnalis, lulusan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta
Previous Article Inigo Podcast : Berdoa dengan Jujur
Next Article Kita Berada dalam Dunia yang Ditandai dengan Kebisuan Rohani
Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Carlo Acutis dan Orang Kudus yang Sedarah Dengannya
  • Carlo Acutis, Dijuluki “God’s Influencer”, Menjadi Santo “Millenial” Pertama
  • Paus Leo XIV Tutup Kongres Maria Internasional ke-26: Maria Membuka Jalan bagi Perdamaian dalam Keberagaman
  • Menjalin Identitas Global Alumni Yesuit, Jalan Menuju WUJA 2026 di Yogyakarta
  • Demi Apakah Kita Mengasihi Allah?

Recent Comments

  1. Sukaryanto on Jangan Berdoa untuk Uang, Ini Alasannya
  2. Mamiek S. on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  3. Eugenius Laluur on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  4. Berkah on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  5. Eugenius Laluur on Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat
Inigo WayInigo Way
Follow US
© 2024 Inigo Way Network. Member of Yayasan Sesawi and Paguyuban Sesawi. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?