RABU, 2 APRIL 2025
Di tengah berbagai pergumulan hidup, manusia sering kali merasa ditinggalkan dan terlupakan. Namun, bacaan hari ini mengajak kita untuk melihat bahwa kasih Allah tidak pernah berkesudahan. Ia selalu setia, menopang, dan menghadirkan kehidupan di tengah keputusasaan.
Dalam Yesaya 49:8-15, Tuhan berbicara kepada umat-Nya yang berada dalam pembuangan, mengingatkan mereka bahwa Ia tidak pernah melupakan mereka. Gambaran seorang ibu yang tidak mungkin melupakan bayinya menjadi metafora kasih Allah yang melampaui kasih manusiawi. Walter Brueggemann dalam Isaiah 40-66 (1998) menekankan bahwa bagian ini merupakan janji pemulihan bagi Israel yang hancur akibat pembuangan Babel. Tuhan tidak hanya akan membebaskan mereka, tetapi juga akan memimpin mereka menuju kehidupan baru. Kasih setia-Nya tidak tergantung pada keadaan, tetapi merupakan bagian dari identitas-Nya sebagai Allah yang penuh belas kasih.
Mazmur 145 semakin memperkuat gambaran tentang kesetiaan dan kelembutan Allah: “Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya” (Mzm. 145:8). Mazmur ini adalah nyanyian pujian yang mengakui kebesaran Tuhan dalam tindakan-Nya terhadap umat-Nya. N.T. Wright dalam Simply Christian (2006) mengajak kita untuk melihat bahwa pengalaman kasih Tuhan dalam hidup sehari-hari merupakan cerminan dari janji pemulihan yang dijanjikan dalam Kitab Yesaya. Tuhan menopang semua yang jatuh dan mengangkat yang tertunduk. Dalam kesesakan, Ia adalah tempat perlindungan yang sejati.
Injil Yohanes membawa kita lebih jauh dalam pemahaman tentang kasih dan otoritas Yesus. Dalam Yohanes 5:17-30, Yesus menyatakan bahwa Bapa bekerja sampai sekarang, dan Ia pun bekerja. Pernyataan ini mengundang kontroversi karena menyamakan diri-Nya dengan Allah. Craig S. Keener dalam The Gospel of John: A Commentary (2003) menjelaskan bahwa dalam konteks Yahudi, hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberi hidup dan menghakimi. Dengan menyatakan bahwa Ia memiliki otoritas yang sama, Yesus tidak hanya menunjukkan kedekatan-Nya dengan Bapa, tetapi juga mengundang manusia untuk percaya kepada-Nya sebagai sumber kehidupan.
Yesus menegaskan bahwa barangsiapa mendengar firman-Nya dan percaya kepada-Nya akan memiliki hidup yang kekal. Ini adalah panggilan untuk hidup dalam iman, bukan sekadar menjalankan ritual atau hukum. Dietrich Bonhoeffer dalam The Cost of Discipleship (1937) mengingatkan bahwa iman yang sejati adalah tanggapan aktif terhadap panggilan Yesus, bukan sekadar keyakinan pasif. Yesus mengajak manusia untuk keluar dari kematian rohani menuju kehidupan yang penuh dalam persekutuan dengan-Nya.
Ketiga bacaan ini menyatu dalam satu pesan yang kuat: kasih Tuhan tidak terbatas dan keselamatan yang dijanjikan-Nya adalah nyata. Dalam kelelahan dan keputusasaan, kita sering merasa ditinggalkan, tetapi Tuhan selalu setia. Ia mengangkat yang tertunduk, menguatkan yang lemah, dan memberikan hidup kepada mereka yang percaya. Seperti ibu yang tak mungkin melupakan anaknya, demikianlah Allah mengasihi kita dengan kasih yang tak berkesudahan.
Daftar Pustaka:
- Brueggemann, Walter. Isaiah 40-66. Westminster John Knox Press, 1998.
- Keener, Craig S. The Gospel of John: A Commentary. Baker Academic, 2003.
- Wright, N.T. Simply Christian. HarperOne, 2006.
- Bonhoeffer, Dietrich. The Cost of Discipleship. SCM Press, 1937.