SELASA, 29 APRIL 2025 – Perayaan Wajib Santa Katarina dari Siena, Perawan dan Pujangga Gereja
Pagi itu, jemaat mula-mula hidup dalam sebuah keajaiban sederhana yang begitu menggetarkan hati: mereka berbagi segala sesuatu yang mereka punya. Kisah Para Rasul 4:32-37 mengisahkan bagaimana orang-orang percaya hidup sehati dan sejiwa, dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang kekurangan. Dalam dunia kita hari ini yang sering terasa keras dan sibuk, kisah ini seperti suara lembut yang mengingatkan kita: hidup bukan tentang berapa banyak yang kita miliki, melainkan tentang berapa banyak kita berani berbagi.
Jacques Dupont, dalam bukunya The Church in the Acts of the Apostles (1964), menulis bahwa kesatuan ini bukan sekadar hasil usaha manusiawi. Ini adalah tanda bahwa Roh Kudus sungguh hadir, menyentuh hati, membentuk hidup baru. Ketika kita membiarkan Roh bekerja, kita tidak lagi mempertahankan segala sesuatu untuk diri sendiri, melainkan belajar membuka tangan — dan lebih dalam lagi, membuka hati.
Dari kidung Mazmur 93, kita diingatkan siapa yang sungguh memegang dunia ini: “Tuhan adalah Raja, Ia berpakaian keagungan.” Bagi penyair mazmur, dunia tidak rapuh karena ulah manusia, melainkan kokoh karena tangan Allah yang setia. Hans-Joachim Kraus, seorang teolog mazmur, pernah menulis bahwa dalam seruan ini, tersembunyi doa penuh percaya: meskipun segala sesuatu di sekitar tampak goyah, Allah tetap teguh. Dia tidak pernah bergeser, bahkan saat dunia kita terasa runtuh.
Kemudian Injil membawa kita ke sebuah pertemuan malam yang sunyi: Nikodemus, seorang pemimpin Yahudi, mencari Yesus dalam gelap. Barangkali ia takut, atau barangkali ia hanya tahu, seperti kita semua kadang tahu, bahwa ada hal-hal penting yang hanya bisa kita bicarakan dalam keheningan malam. “Kamu harus dilahirkan kembali,” kata Yesus padanya (Yoh 3:7-15). Kalimat ini terdengar aneh, bahkan sulit dimengerti, juga bagi Nikodemus. Tapi sesungguhnya Yesus berbicara tentang hati yang mau mulai lagi — tentang membuka ruang baru untuk Roh bekerja di dalam hidup kita.
Rudolf Bultmann, dalam komentarnya The Gospel of John (1971), mengatakan bahwa “dilahirkan kembali” bukan sekadar berubah jadi orang lebih baik, melainkan berubah dari dalam. Seperti daun yang tak bisa memilih kapan angin akan bertiup, demikian pula kita harus membiarkan Roh menggerakkan kita, menghidupkan kita kembali.
Di tengah semua bacaan ini, Gereja hari ini memperingati Santa Katarina dari Siena — seorang perempuan muda yang hidup di tengah kekacauan besar dalam Gereja dan masyarakatnya, tetapi yang tidak menyerah pada ketakutan. Dalam The Life of St. Catherine of Siena (1385), Raymond of Capua menulis tentang betapa Katarina, dengan hati yang sederhana tapi kuat, berani berbicara kepada raja, paus, dan orang kecil sekaligus, membawa pesan damai dan pertobatan. Dia tahu betapa dunia membutuhkan orang-orang yang mau membiarkan diri mereka dibakar oleh cinta Allah — dan membiarkan cinta itu mengubah dunia, mulai dari sekitar mereka.
Apa yang disaksikan Katarina, apa yang dijalani jemaat mula-mula, apa yang diajarkan Yesus kepada Nikodemus, semuanya berbicara tentang satu hal yang sama: bahwa hidup baru selalu dimulai dari hati yang berani terbuka. Dari tangan yang berani memberi. Dari jiwa yang berani percaya bahwa Tuhan tetap setia, bahkan saat dunia berguncang.
Kita semua, hari ini, diundang untuk membuka hati seperti Nikodemus, membagikan hidup seperti jemaat mula-mula, dan menyalakan cinta seperti Katarina. Karena hanya di situlah, dalam hal-hal yang sederhana dan nyata, kita sungguh dilahirkan kembali.
Daftar Pustaka:
- Dupont, Jacques. The Church in the Acts of the Apostles. New York: Sheed and Ward, 1964.
- Kraus, Hans-Joachim. Psalms 1–59: A Commentary. Minneapolis: Augsburg Publishing House, 1988.
- Bultmann, Rudolf. The Gospel of John: A Commentary. Philadelphia: Westminster Press, 1971.
- Raymond of Capua. The Life of St. Catherine of Siena. 1385.