Tradisi panjang dalam sejarah Gereja Katolik menunjukkan bahwa seorang Paus umumnya tidak menggunakan nama baptisnya ketika terpilih menjadi Uskup Roma. Meski tidak mutlak sejak awal Kekristenan, pergantian nama ini menjadi simbol penting: tanda kelahiran baru dalam menjalankan tugas sebagai penerus Santo Petrus.
Pilihan Nama: Tindakan Pertama Seorang Paus Baru
Segera setelah menerima pemilihannya secara kanonik sebagai Paus, seorang Kardinal terpilih akan ditanya dalam bahasa Latin: “Apakah Anda menerima pemilihan ini sebagai Paus Tertinggi?” Jika ia menjawab “ya”, pertanyaan berikutnya adalah: “Dengan nama apa Anda ingin dipanggil?”
Inilah momen penting yang mendahului pengumuman resmi kepada dunia. Setelah prosesi pemilihan selesai dan asap putih mengepul dari Kapel Sistina, Kardinal Protodeakon muncul di balkon Basilika Santo Petrus untuk mengumumkan: Habemus Papam — “Kita memiliki Paus.” Setelah itu, ia menyebutkan nama baru Paus dalam bahasa Latin.
Tradisi Panjang Mengganti Nama Baptis
Tradisi mengganti nama dimulai sejak abad-abad awal Kekristenan, terutama karena banyak nama baptis berasal dari budaya pagan. Penggantian nama dimaknai sebagai lambang transformasi spiritual dan tanggung jawab baru dalam memimpin Gereja Katolik global.
Tradisi ini menjadi kebiasaan yang lebih mapan sejak tahun 955 oleh Paus Yohanes XII. Namun, praktik ini tidak selalu diikuti. Dari 266 Paus yang pernah menjabat, hanya 129 yang secara resmi mengganti namanya. Beberapa bahkan menggunakan nama ketiga dalam hidup mereka, karena sebelumnya telah memiliki nama religius di ordo mereka.
Nama yang Dipilih: Antara Penghormatan dan Pesan
Dalam banyak kasus, nama yang diambil merupakan penghormatan terhadap Paus terdahulu yang dikagumi, sebagai tanda keberlanjutan dan kesinambungan. Namun, ada pula yang memilih nama unik sebagai simbol arah baru. Paus Fransiskus, misalnya, menjadi yang pertama menggunakan nama Santo Fransiskus dari Asisi, menyiratkan fokus pada kesederhanaan, perdamaian, dan kepedulian terhadap kaum miskin.
Nama Paus yang paling sering digunakan sepanjang sejarah adalah Yohanes, dimulai dari Yohanes I pada tahun 523 hingga Yohanes XXIII yang terkenal karena Konsili Vatikan II. Disusul oleh nama Gregorius, Benediktus, dan Pius—nama-nama yang memiliki beban sejarah dan teologis yang besar.
Masa Pius dan Nama-Nama Ikonik
Dari tahun 1775 hingga 1958, tujuh dari sebelas Paus memilih nama Pius. Salah satunya adalah Eugenio Pacelli, yang menjadi Pius XII, mengambil nama itu sebagai penghormatan kepada Pius IX, Pius X, dan Pius XI—Paus yang mengangkatnya menjadi Kardinal dan Sekretaris Negara.
Nama lain yang juga populer dalam sejarah Kepausan antara lain Klemens, Innosensius, Leo, dan tentu saja Gregorius.
Nama-Nama yang Belum Pernah Digunakan
Menariknya, belum ada Paus yang memilih nama Petrus, sebagai bentuk penghormatan kepada Rasul Petrus, Paus pertama. Nama-nama lain yang belum pernah dipilih termasuk Yusuf, Yakobus, Andreas, dan Lukas—padahal semuanya adalah nama tokoh penting dalam Perjanjian Baru.
Sebaliknya, enam Paus dalam sejarah memilih nama Paulus, termasuk Paus Paulus VI yang dikenal karena reformasi liturgi dan perjalanan internasionalnya yang membuka era baru Kepausan.
Nama Ganda: Sebuah Pesan Kesinambungan
Nama ganda pertama kali dipakai oleh Paus Yohanes Paulus I (Albino Luciani) pada tahun 1978. Ia memadukan dua nama Paus sebelumnya—Yohanes XXIII dan Paulus VI—sebagai simbol kesinambungan. Tradisi ini dilanjutkan oleh Karol Wojtyła, yang dikenal sebagai Yohanes Paulus II, Paus asal Polandia pertama dalam sejarah.
Sementara itu, Paus Benediktus XVI, dalam audiensi publik pertamanya tahun 2005, menyatakan bahwa ia memilih nama Benediktus untuk menghormati dua tokoh: Benediktus XV yang memimpin saat Perang Dunia I, dan Santo Benediktus dari Nursia, pendiri monastisisme Barat dan pelindung Eropa.
Lebih dari Sekadar Nama
Nama seorang Paus bukan hanya label atau pilihan pribadi. Ia membawa bobot sejarah, pesan spiritual, dan arah masa depan Gereja Katolik. Dari Yohanes hingga Fransiskus, dari kesinambungan hingga inovasi, setiap nama mengandung harapan, doa, dan panggilan untuk menggembalakan umat di tengah zaman yang terus berubah.
Sumber : Vatican News