Sejarah baru tercipta di Vatikan. Pada 8 Mei 2025, Kardinal Robert Francis Prevost asal Chicago, Amerika Serikat, resmi terpilih sebagai Paus Leo XIV, menjadikannya Paus pertama dari AS dalam sejarah modern Gereja Katolik. Pemilihannya menjadi tonggak penting dalam dinamika kepemimpinan Tahta Suci yang selama berabad-abad didominasi oleh Paus asal Eropa.
Lahir pada 14 September 1955 di Chicago, Prevost tumbuh dalam keluarga Katolik berdarah Prancis, Italia, dan Spanyol. Perjalanan spiritualnya dimulai sejak masa muda ketika ia menempuh pendidikan di Universitas Villanova dan kemudian melanjutkan studi teologi serta hukum kanon di Roma. Namun, pengalaman yang paling membentuknya datang saat ia menjadi misionaris Ordo Agustinus di Peru. Selama lebih dari dua dekade, Prevost bekerja bersama komunitas miskin dan terpinggirkan, memperjuangkan keadilan sosial dan merintis program pastoral yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat.
Pengalaman tersebut membentuk spiritualitasnya yang inklusif dan berorientasi pada keadilan sosial—ciri khas yang kini dibawanya ke dalam kepemimpinan Gereja universal.
Makna Nama dan Misi Kepausan
Nama “Leo” yang diambilnya sebagai Paus membawa warisan historis dan simbolis yang kuat. Ia merujuk pada dua tokoh besar dalam sejarah Gereja: Paus Leo I, yang dikenal karena keberaniannya dalam mempertahankan Gereja dari ancaman luar, dan Paus Leo XIII, yang dikenal lewat ensiklik Rerum Novarum (1891)—dokumen penting yang menjadi tonggak ajaran sosial Gereja Katolik.
Dengan memilih nama Leo XIV, Paus yang baru ingin menegaskan komitmennya terhadap dua hal: keberanian dalam menghadapi tantangan zaman, dan keberpihakan pada keadilan sosial serta martabat manusia. “Gereja harus menjadi tempat kasih dan keadilan, bukan hanya struktur megah,” demikian semangat yang diusungnya.
Homili Perdana: Pesan Inklusivitas dan Kasih
Dalam homili perdananya di Kapel Sistina pada 9 Mei 2025, yang disiarkan melalui kanal resmi Vatican News, Paus Leo XIV menyampaikan pesan kuat tentang hakikat kekudusan. Ia memperingatkan agar Gereja tidak terjebak dalam rutinitas dan kenyamanan duniawi.
“Jika kita hanya melihat Yesus sebagai pemimpin besar yang tahu menggerakkan orang banyak, kita mereduksinya. Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat kita,” ujar Paus Leo XIV dengan tegas.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kekudusan tidak terletak pada megahnya bangunan Vatikan, melainkan pada kesetiaan umat terhadap ajaran Kristus dan kasih nyata dalam kehidupan sehari-hari. “Kekudusan umat beriman lebih mengagumkan daripada struktur megah Vatikan,” tuturnya.
Arah Baru Gereja: Dialog, Inklusivitas, dan Aksi Sosial
Paus Leo XIV datang di saat Gereja dihadapkan pada berbagai tantangan global, seperti sekularisme di Barat, ketimpangan sosial-ekonomi, hingga krisis iklim. Dengan latar belakang pastoral yang kuat dan pengalaman lapangan yang luas, ia mendorong Gereja untuk aktif terlibat dalam isu-isu sosial kontemporer.
Dalam berbagai pernyataannya, Paus menekankan pentingnya Gereja dalam:
- Memerangi kemiskinan dan ketimpangan sosial.
- Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
- Berperan aktif dalam aksi iklim dan pelestarian bumi.
- Meningkatkan dialog antaragama dan antarbudaya.
Kebijakannya sejalan dengan semangat Fratelli Tutti (2020), ensiklik Paus Fransiskus yang menyerukan solidaritas global dan persaudaraan universal. Paus Leo XIV melanjutkan warisan itu dengan sentuhan khas: pendekatan pastoral dari bawah, dekat dengan umat, terutama mereka yang terpinggirkan.
Simbol Gereja yang Baru
Pemilihan Leo XIV menjadi penanda perubahan. Ia bukan hanya pemimpin rohani, tetapi juga simbol Gereja yang lebih terbuka, mendengar, dan terlibat dalam dunia nyata. Kepemimpinannya diharapkan membawa angin segar dan membangun jembatan dialog, khususnya dengan generasi muda yang kerap merasa terasing dari kehidupan Gereja.
Paus Leo XIV mengajak seluruh umat Katolik untuk kembali pada esensi iman: kasih kepada sesama dan pengabdian kepada Tuhan. Gereja, menurutnya, harus menjadi mercusuar harapan di tengah dunia yang terpecah dan penuh tantangan.
Kini, di awal masa kepemimpinannya, harapan besar tertumpu pada Paus asal Amerika ini. Akankah Leo XIV mampu menavigasi Gereja melalui era kompleks abad ke-21? Umat Katolik dan dunia menanti.

keren