Di era digital yang serba cepat ini, segala hal bisa diakses hanya dalam hitungan detik lewat layar ponsel. Lalu, di tengah derasnya informasi dan notifikasi, mungkinkah anak muda masih bisa mengalami perjumpaan sejati dengan Tuhan? Saat renungan harian tergeser oleh Reels, dan bacaan Injil bersaing dengan tren TikTok, apakah kabar gembira itu masih relevan?
Bagi generasi Gen Z—generasi yang sejak kecil telah menyatu dengan dunia digital—relasi dengan Tuhan tidak lagi selalu dibangun di kapel hening atau melalui buku doa yang lusuh. Kini, Tuhan bisa hadir lewat suara lembut di podcast malam, muncul dalam video berdurasi 15 detik yang tiba-tiba menggetarkan hati, atau bahkan dalam unggahan singkat yang mengandung penghiburan dan makna.
Tuhan di Tengah Scroll: Ketika Roh Kudus Turut Berkarya dalam Dunia Digital
Seperti yang kita baca dalam Kisah Para Rasul, Roh Kudus menggerakkan para rasul untuk memberitakan Injil dengan bahasa yang dimengerti oleh banyak bangsa. Kini, bahasa itu berkembang menjadi bahasa digital: bahasa gambar, suara, teks singkat, dan algoritma.
Di antara gelombang konten viral dan hiburan cepat saji, tersembunyi pewarta-pewarta baru:
- Seorang imam muda yang membahas luka batin dan pengampunan lewat video singkat.
- Seorang suster yang menyanyikan Mazmur dengan penuh kedamaian.
- Seorang remaja Katolik yang mengajak berdoa lewat live Instagram.
Mereka bukan pengganti mimbar, melainkan perpanjangan tangan pewartaan. Mereka tidak meninggalkan sakramen, tetapi membuka jalan menuju perjumpaan yang lebih dalam.
Notifikasi yang Menyapa Sebagai Firman
Di dunia yang dipenuhi distraksi, Injil justru makin bersinar. Firman Tuhan tidak menunggu waktu ideal untuk hadir. Ia menyapa dalam kesibukan, di tengah kekosongan, dalam malam yang gelisah. Kadang, hanya satu kalimat yang muncul di layar bisa menghentikan langkah:
“Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau.” (Yesaya 41:10)
Dan tanpa sadar, air mata menitik. Hati bergetar. Ada damai yang menyelinap masuk.
Tuhan memang tidak terbatas oleh ruang dan medium. Ia bisa menggunakan layar kecil di tangan kita untuk menyampaikan kasih-Nya.
Dari Layar Menuju Altar: Iman yang Bertumbuh
Meski awalnya perjumpaan terjadi secara digital, iman yang sejati mengarah pada kedalaman: pada sakramen, komunitas, pelayanan, dan hidup doa yang konkret. Injil yang menyapa lewat layar mengajak kita bergerak:
Dari Reels menuju retret.
Dari podcast menuju pertobatan.
Dari unggahan inspiratif menuju relasi nyata dengan Kristus.
Sebab iman bukan hanya untuk diketahui, tapi untuk dihidupi dan dibagikan.
Menjadi Rasul Digital: Panggilan Gen Z Hari Ini
Yesus tidak memilih para murid karena mereka ahli dalam hukum Taurat, melainkan karena mereka bersedia diutus. Demikian pula hari ini, panggilan itu terus bergema. Bukan untuk menjadi viral, tetapi menjadi saksi.
Bukan untuk mengejar likes, tetapi membagikan kasih.
Bukan untuk membuat konten indah, tetapi menyampaikan kesaksian hidup.
Maka jika suatu saat kamu sedang scrolling dan tiba-tiba melihat kutipan Injil, jangan terburu-buru melewatinya. Mungkin itu bukan sekadar konten. Mungkin itu sapaan Tuhan—lewat medium yang kamu kenal, lewat layar yang kamu genggam, di saat kamu paling membutuhkannya.
Tuhan hadir di mana-mana. Termasuk di dunia digital. Dan kamu bisa menjadi perpanjangan tangan-Nya.