Selasa, 10 Desember 2024
Bayangkan seorang gembala yang berjalan di padang, mencari domba-dombanya yang berserakan. Dalam perjalanannya, ia tidak hanya membawa tongkat untuk melindungi, tetapi juga hati yang penuh cinta untuk menghibur dan memulihkan. Yesaya 40:1-11 dan Matius 18:12-14 menggambarkan sosok gembala seperti itu—Tuhan sendiri—yang menguatkan umat-Nya dengan kasih sayang dan pengampunan.
Di dalam Yesaya, suara nabi menyeruak dengan pesan penghiburan: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, firman Allahmu.” Ini bukan sekadar seruan, tetapi sebuah janji bahwa penderitaan akan berlalu, dan jalan bagi Tuhan akan diluruskan. Allah tidak hanya memerintahkan penghiburan, tetapi juga hadir secara nyata sebagai penghibur.
Dalam ayat-ayat berikutnya, Tuhan digambarkan seperti seorang gembala yang menggembalakan kawanan-Nya, mengumpulkan anak-anak domba dalam pelukan-Nya, dan memimpin induk-induknya dengan penuh kelembutan. Citra ini menggambarkan Allah yang tidak hanya Mahakuasa, tetapi juga Mahakasih. Teolog Walter Brueggemann dalam Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocacy (1997) menegaskan bahwa bagian ini memperlihatkan Allah yang terlibat secara intim dalam kehidupan umat-Nya, menawarkan pemulihan di tengah krisis besar yang mereka hadapi.
Sementara itu, Injil Matius menambahkan dimensi personal dari kasih ini. Yesus berbicara tentang gembala yang meninggalkan sembilan puluh sembilan domba untuk mencari satu yang tersesat. Di balik cerita sederhana ini, terdapat gambaran mendalam tentang nilai individu di mata Tuhan. Tak satu pun dari kita begitu kecil atau tidak penting hingga dilupakan oleh-Nya. Teolog Craig S. Keener dalam The Gospel of Matthew: A Socio-Rhetorical Commentary (2009) mencatat bahwa perumpamaan ini sangat radikal di zamannya, karena menegaskan pentingnya setiap orang, bahkan mereka yang dianggap “hilang” oleh masyarakat.
Kedua bacaan ini menyatu dalam pesan yang menggetarkan: kasih Allah adalah kasih yang mencari, menghibur, dan memulihkan. Di zaman di mana keputusasaan sering kali membayangi hidup kita, pesan ini relevan lebih dari sebelumnya. Ketika kita merasa hilang atau tidak berharga, ingatlah bahwa Allah adalah gembala yang terus mencari kita, membawa kita kembali dengan penuh sukacita.
Seperti seorang gembala yang menyusuri lembah-lembah gelap untuk menemukan dombanya, Tuhan juga masuk ke dalam sudut-sudut tergelap kehidupan kita. Penghiburan dan kasih-Nya nyata, bukan hanya kata-kata kosong. Dalam refleksi ini, kita diundang untuk membuka hati, menerima uluran tangan-Nya, dan menjadi saluran kasih-Nya bagi orang lain yang mungkin juga merasa tersesat.
Daftar Pustaka
- Brueggemann, Walter. Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocacy. Minneapolis: Fortress Press, 1997.
- Keener, Craig S. The Gospel of Matthew: A Socio-Rhetorical Commentary. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 2009.
Tq sharing nya mas👍🙏💪🔥🇮🇩❤️
sami-sami Pak Jeni