Minggu, 5 Januari 2025
Refleksi Hari Raya Penampakan Tuhan
Di bawah langit yang berkilauan, keheningan malam diterangi oleh cahaya yang memanggil para majus dari Timur. Hari Raya Penampakan Tuhan, yang sering disebut sebagai Epifani, menandai peristiwa luar biasa ketika Tuhan menyatakan diri-Nya kepada segala bangsa melalui kelahiran Yesus. Bacaan-bacaan hari ini mengundang kita untuk merenungkan makna kedatangan Sang Raja, bukan hanya untuk satu bangsa, tetapi untuk seluruh dunia.
Kitab Yesaya membuka kisah ini dengan seruan penuh harapan: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu” (Yes. 60:1). Dalam nubuat ini, Yesaya menggambarkan gambaran kosmik di mana Yerusalem menjadi sumber terang bagi bangsa-bangsa yang berjalan dalam kegelapan. Para ahli tafsir, seperti Walter Brueggemann dalam “Isaiah 40-66” (1998), menyoroti bahwa terang ini bukan hanya simbol keselamatan, tetapi juga panggilan untuk menjadi saksi bagi keadilan dan damai sejahtera Tuhan di tengah dunia. Dalam terang ini, para bangsa datang membawa persembahan, mencerminkan bagaimana kemuliaan Tuhan memikat hati manusia dari segala penjuru.
Melalui surat kepada Jemaat di Efesus, Paulus melanjutkan tema inklusivitas ini. Ia berbicara tentang “rahasia yang telah dinyatakan,” bahwa bangsa-bangsa lain adalah ahli waris janji yang sama, anggota tubuh yang sama, dan peserta dalam janji Kristus Yesus (Ef. 3:6). Dalam refleksinya, Markus Barth dalam “Ephesians 1-3” (1974) menggarisbawahi pentingnya pemahaman bahwa Injil melampaui batas-batas etnis, sosial, dan budaya. Paulus mengingatkan kita bahwa misi Gereja adalah menyatukan segala sesuatu di bawah Kristus. Hari Raya Penampakan Tuhan mengajarkan bahwa keselamatan tidak eksklusif; ia adalah undangan bagi semua orang untuk masuk ke dalam persekutuan kasih Tuhan.
Puncak dari refleksi ini hadir dalam Injil Matius yang menggambarkan para majus yang datang dari Timur, mengikuti bintang yang membawa mereka ke Bethlehem. Dengan mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur kepada Anak itu, mereka mengakui Yesus sebagai Raja, Imam, dan Nabi yang akan menderita demi umat-Nya. Daniel J. Harrington, SJ, dalam “The Gospel of Matthew” (2007), menekankan bahwa kisah para majus adalah lambang dari bagaimana Yesus diterima oleh bangsa-bangsa bukan Yahudi bahkan sejak kelahiran-Nya. Bintang yang mereka ikuti adalah simbol terang Kristus yang menembus kegelapan dunia.
Ketiga bacaan ini berbicara tentang terang yang mengatasi kegelapan, harapan yang melampaui batas, dan keselamatan yang universal. Dalam konteks modern, Hari Raya Penampakan Tuhan mengingatkan kita untuk menjadi terang bagi sesama, terutama dalam dunia yang sering kali terpecah oleh perbedaan. Terang itu tidak datang dari kekuatan manusia, tetapi dari kehadiran Tuhan yang terus menginspirasi kita untuk mencintai tanpa syarat dan melayani tanpa pamrih.
Seperti para majus yang rela melakukan perjalanan jauh untuk bertemu dengan Sang Raja, kita pun dipanggil untuk berani menempuh jalan iman yang penuh tantangan. Di setiap langkah, Tuhan memimpin kita dengan terang-Nya, mengarahkan kita menuju pemenuhan janji-Nya yang agung.
Daftar Pustaka
- Barth, Markus. Ephesians 1-3. Anchor Bible Series. Doubleday, 1974.
- Brueggemann, Walter. Isaiah 40-66. Westminster John Knox Press, 1998.
- Harrington, Daniel J. The Gospel of Matthew. Liturgical Press, 2007.