Kekudusan Bukan Milik Masa Lalu
Banyak kaum muda zaman ini merasa bahwa iman adalah sesuatu yang asing seperti jauh dari realitas sehari-hari mereka. Di tengah derasnya arus teknologi, media sosial, dan budaya instan, kekudusan sering dianggap milik masa lampau, hanya untuk para biarawan, suster, atau orang-orang yang memilih hidup “khusus” bagi Tuhan.Namun, Christus Vivit, dokumen seruan apostolik dari Paus Fransiskus, datang membawa kabar baik bagi kita semua, khususnya kaum muda. Dalam kalimat pembukanya yang kuat dan penuh harapan, Paus berseru:“Kristus hidup dan Dia ingin kamu hidup!” (CV 1)
Kehidupan Kristiani bukan tentang menjauh dari dunia, tetapi hadir di dalamnya dengan cara yang berbeda dengan lebih jujur, lebih murni, dan lebih berani mencintai. Kekudusan bukanlah sesuatu yang eksklusif atau mustahil. Ia adalah panggilan universal, termasuk untuk kita semua yang masih muda dan bergumul di tengah dunia yang serba cepat. Beato Carlo Acutis adalah salah satu contoh paling nyata dari semangat Christus Vivit. Di usia remajanya, ia menjalani hidup yang sederhana, penuh cinta pada Ekaristi, dan memanfaatkan teknologi sebagai sarana pewartaan. Ia menciptakan situs web yang mengumpulkan mukjizat-mukjizat Ekaristi dari seluruh dunia. Sebuah karya yang membuat keajaiban Tuhan bisa diakses siapa pun, di mana pun.
Beato Carlo Acutis bukan hanya “anak baik” atau “remaja Katolik yang taat”. Ia adalah ikon kekudusan milenial yang membuktikan bahwa iman dan teknologi bukan dua kutub yang bertentangan, tapi bisa saling memperkaya jika dipakai dengan bijak. Ia menunjukkan bahwa menjadi kudus bukan soal menarik diri dari dunia, tetapi hadir di dalamnya sebagai terang.
Christus Vivit dan Kaum Muda
Dalam dunia yang serba cepat dan bising, banyak kaum muda merasa kehilangan arah, atau bahkan merasa tak dikenal oleh Gereja. Christus Vivit, dokumen seruan apostolik Paus Fransiskus yang ditulis setelah Sinode Para Uskup tahun 2018 tentang orang muda, hadir sebagai sapaan hangat dan penuh cinta dari seorang Bapa kepada anak-anaknya. Dokumen ini bukan sekadar tulisan resmi Gereja, melainkan seruan yang penuh semangat, harapan, dan keberanian. Dalam kalimat pembukanya, Paus berseru, “Kristus hidup dan Dia ingin kamu hidup!” Sebuah undangan agar kaum muda bangkit dan menyadari bahwa hidup mereka berharga dan dicintai.
Tiga pesan utama dari Christus Vivit menjadi fondasi bagi seluruh isi dokumen ini: Allah mengasihi engkau. Kristus telah menyelamatkan engkau. Dan Dia hidup serta hadir bersamamu setiap hari. Pesan-pesan ini bukan klise rohani, melainkan kebenaran mendalam yang ingin meneguhkan orang muda yang mungkin merasa jauh dari Tuhan atau bergumul dengan identitasnya. Paus Fransiskus menulis dengan bahasa yang akrab dan membumi, menyampaikan bahwa hidup orang muda dengan segala dinamika, kejatuhan, dan kerinduannya tetap menjadi tempat subur bagi rahmat Allah. Gereja tidak ingin menuntut kesempurnaan, melainkan ingin menemani proses pertumbuhan yang jujur dan autentik.
Salah satu bagian terpenting dari Christus Vivit adalah ajakan untuk menjadi kudus. Namun, Paus Fransiskus dengan tegas mengatakan bahwa kekudusan bukanlah soal menjadi sempurna atau meninggalkan dunia. Kekudusan adalah hidup dalam kasih yang setia, bahkan dalam hal-hal kecil: dalam keluarga, pekerjaan, media sosial, dan relasi harian. Dalam paragraf 147–150, ditegaskan bahwa kekudusan adalah wajah sukacita sejati. Orang muda tidak harus meninggalkan zaman ini untuk menjadi kudus; justru di tengah tantangan dunia modern inilah mereka dipanggil untuk bersinar. Christus Vivit adalah undangan agar kaum muda menjalani hidup sepenuhnya bukan hanya untuk mencari kesuksesan, tetapi untuk menjadi terang yang menghadirkan Kristus di tengah dunia.
Carlo Acutis: Teladan Hidup dari Christus Vivit
Di tengah arus zaman yang serba digital dan cepat, Carlo Acutis tampil sebagai sosok muda yang membuktikan bahwa kekudusan bukanlah warisan masa lalu. Ia lahir di London tahun 1991 dan tumbuh besar di Italia, menjalani kehidupan remaja yang tampak biasa, menyukai komputer dan bermain sepak bola. Namun di balik keseharian itu, hatinya terarah sepenuhnya pada Tuhan. Ekaristi menjadi pusat hidupnya. Carlo tidak hanya mengikuti Misa harian dan adorasi, tetapi juga menciptakan situs web yang merangkum mukjizat-mukjizat Ekaristi dari seluruh dunia—sebuah bentuk pewartaan yang kreatif dan kontekstual di era digital. Dalam Christus Vivit nomor 104, Paus Fransiskus menyebut Carlo sebagai teladan yang tahu menggunakan teknologi baru untuk menyebarkan Injil dan menghidupkan devosi akan Ekaristi.
Carlo menjalani imannya bukan dengan menjauh dari dunia, melainkan dengan menyucikan apa yang ada dalam jangkauannya. Ia tidak menghindari teknologi, tapi menjadikannya sarana evangelisasi. Ia tidak hidup di balik tembok biara, tapi tetap menjaga kekudusan dalam dunia modern. Kesaksiannya menunjukkan bahwa kaum muda tidak harus menunggu dewasa atau sempurna untuk menjadi kudus. Carlo menjalani hidup dengan kesederhanaan, tetapi penuh cinta—dan di situlah letak kekuatannya. Ia mencintai Tuhan dalam tindakan kecil yang dijalani setiap hari dengan konsisten, menjadikan hidupnya sebagai kesaksian bahwa kekudusan bisa dihidupi tanpa meninggalkan dunia yang terus berubah.
Pengakuan atas hidup suci Carlo menjadi nyata ketika Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai Beato pada 10 Oktober 2020 di Assisi. Beatifikasi ini bukan sekadar perayaan pribadi, tetapi juga deklarasi Gereja bahwa kekudusan generasi milenial itu nyata dan mungkin. Carlo menjadi ikon iman muda masa kini—seorang anak muda yang menunjukkan bahwa teknologi, bila dijalani dengan hati yang murni dan terarah, dapat menjadi alat untuk mendekatkan banyak orang pada Allah. Melalui Carlo, pesan Christus Vivit tidak hanya menjadi seruan tulisan, tetapi hidup dan bersinar: bahwa Kristus sungguh hidup, dan Dia ingin kaum muda hidup dalam terang-Nya, di zaman ini, di dunia yang sedang mereka hadapi.
Menghidupi Jalan Kekudusan ala Christus Vivit dan Carlo Acutis
Dalam Christus Vivit, Paus Fransiskus menegaskan bahwa kekudusan bukanlah sesuatu yang jauh dan tak terjangkau oleh kaum muda masa kini. Sebaliknya, ia mengajak setiap orang muda untuk berani bermimpi besar dan menemukan panggilan hidup yang unik—panggilan yang hanya bisa dijalani dengan sukacita, bukan sebagai beban yang memberatkan. Kekudusan adalah hidup yang penuh gairah dalam iman, sebuah perjalanan yang melibatkan keberanian untuk membuka hati dan melangkah maju tanpa takut gagal.
Carlo Acutis adalah contoh nyata bagaimana panggilan itu bisa dihidupi dengan cara yang segar dan relevan. Ia pernah berkata, “Ekaristi adalah jalan tol menuju surga,” sebuah ungkapan yang menunjukkan betapa sakramen itu menjadi sumber kekuatan dan tujuan hidupnya. Carlo tidak menggunakan teknologi hanya untuk mencari popularitas atau eksistensi semu, melainkan sebagai sarana untuk bersaksi dan mewartakan keindahan iman kepada dunia yang luas. Dengan cara ini, ia menunjukkan bahwa kekudusan tidak berarti meninggalkan dunia, tetapi hadir dan bekerja di dalamnya dengan cara baru yang penuh kreativitas dan cinta.
Melalui hidup Carlo dan pesan Christus Vivit, kaum muda diajak untuk tidak hanya menunggu kesempatan menjadi kudus, tetapi menghidupinya sekarang juga. Kekudusan bukan soal kesempurnaan, melainkan kesetiaan dalam menjalani panggilan hidup yang Allah berikan dengan sukacita, keberanian, dan inovasi. Ini adalah jalan yang bisa diikuti siapa saja, terutama generasi milenial yang ingin menjadi terang di tengah dunia yang terus berubah.