Sabtu, 19 Oktober 2024
Dari dua bacaan hari ini Efesus 1:15-23 dan Lukas 12:8-12, kita menemukan pesan-pesan yang menggugah hati tentang kekuatan iman, keberanian dalam mengakui Kristus, dan peran Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Kedua bacaan ini seakan mengajak kita merenungkan bagaimana iman bukan hanya soal percaya dalam hati, tetapi juga soal hidup yang berani dan penuh keyakinan pada kekuatan ilahi.
Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus tidak hanya memuji iman umat Efesus, tetapi juga mengungkapkan kerinduannya agar mereka semakin dalam mengenal Tuhan. Bayangkan, Paulus yang tengah menjalani pelayanannya dengan penuh tantangan, justru mendoakan agar jemaat ini bukan sekadar percaya, tapi benar-benar memahami besarnya rencana Tuhan untuk hidup mereka. Seperti seorang sahabat yang tidak ingin sahabatnya hanya puas di permukaan, Paulus berdoa agar jemaat ini mengalami pewahyuan langsung dari Tuhan.
Paulus ingin agar mereka sadar akan pengharapan yang luar biasa yang mereka miliki sebagai orang yang dipanggil Allah. Ahli tafsir terkenal, William Barclay, menjelaskan bahwa pengharapan ini merupakan sesuatu yang pasti, bukan sekadar angan-angan kosong. Di sini kita diingatkan bahwa pengharapan kita tidak bisa digoyahkan oleh apa pun karena didasarkan pada kebangkitan Kristus, kuasa yang sama yang kini bekerja di dalam kita.
Namun, yang paling menggetarkan adalah saat Paulus berbicara tentang kuasa besar Allah yang bekerja dalam diri orang percaya—kuasa yang sama yang membangkitkan Yesus dari kematian. Ini bukan sekadar kata-kata indah, tetapi sebuah pernyataan bahwa kuasa yang sanggup mengalahkan kematian ada di dalam diri kita!
Menurut John Stott, ini berarti bahwa tidak ada tantangan hidup yang lebih besar dari kuasa Allah yang hidup di dalam kita. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup dengan keyakinan penuh bahwa Tuhan berdaulat atas segala sesuatu, termasuk di dalam hidup kita.
Sementara dalam Injil Lukas, Yesus memberikan pesan yang tegas tentang pentingnya keberanian dalam mengakui-Nya di hadapan manusia. Ini bukan hanya soal berbicara tentang iman, tetapi lebih dalam lagi, tentang hidup yang mencerminkan kita murid-murid-Nya. Mengakui Yesus berarti berani menunjukkan siapa kita, bahkan ketika dunia mungkin menolak atau menghakimi kita. Ahli tafsir Leon Morris menyebutkan bahwa pengakuan ini harus dilihat dalam konteks hidup sehari-hari, bukan hanya di masa krisis, tetapi dalam setiap aspek hidup kita.
Namun, Yesus juga memberikan peringatan yang serius. Ia berkata bahwa mereka yang menyangkal-Nya di hadapan manusia, akan ditolak di hadapan malaikat-malaikat Allah. Ini adalah pesan keras tentang keseriusan dalam menghidupi iman kita. Tetapi, Yesus tidak meninggalkan kita tanpa harapan. Di saat paling sulit, ketika kita dihadapkan pada tantangan atau penganiayaan, Yesus berjanji bahwa Roh Kudus akan hadir bersama kita. John Nolland mencatat bahwa Roh Kudus akan memberi kita kekuatan, bahkan kata-kata yang tepat saat kita merasa tertekan atau tidak tahu harus bagaimana. Ini adalah penghiburan luar biasa—bahwa kita tidak pernah sendirian.
Bayangkan, di saat dunia menuntut kita menolak iman kita, Roh Kudus hadir sebagai pembela, penghibur, dan pemberi hikmat. Tidak ada yang lebih meyakinkan dari janji bahwa Tuhan sendirilah yang akan memberi kita kekuatan yang kita perlukan untuk setia kepada-Nya, tidak peduli apa yang kita hadapi.
Dari kedua bacaan ini, kita diundang untuk melihat hidup iman kita dengan kacamata yang berbeda. Pengenalan yang lebih dalam akan Tuhan seperti yang Paulus doakan adalah sebuah perjalanan yang tidak pernah selesai. Kita terus bertumbuh, belajar, dan mengalami pewahyuan baru. Dan di sisi lain, Yesus memanggil kita untuk berani mengakui Dia dalam hidup sehari-hari. Ini adalah panggilan untuk hidup dengan keyakinan penuh pada kuasa Allah, sekaligus berani menampakkan iman kita dengan jelas, tanpa rasa takut.
Mungkin kita sering merasa lemah atau tidak cukup kuat menghadapi tantangan hidup. Namun, pesan ini mengingatkan bahwa kuasa kebangkitan Kristus ada di dalam diri kita. Kita tidak seharusnya mengandalkan kekuatan sendiri, karena Roh Kudus siap membimbing. Pertanyaannya sekarang adalah: apakah kita sudah hidup dengan penuh keberanian dan keyakinan akan kuasa Tuhan yang luar biasa itu? Apakah kita sudah berani mengakui iman kita, bahkan ketika dunia mungkin menolak?
Kita dipanggil untuk menjalani hidup dengan keyakinan penuh bahwa kita berada dalam kuasa Allah dan berani dengan kepercayaan teguh pada Tuhan serta yakin bahwa Dia tidak pernah meninggalkan kita. Inilah panggilan dari Efesus dan Lukas, panggilan untuk hidup dalam iman yang aktif, yang terus bertumbuh, dan yang tidak gentar menghadapi apa pun yang ada di depan kita.