Minggu, 24 November 2024
Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Daniel 7:13-14 memperlihatkan sebuah penglihatan yang menakjubkan tentang Anak Manusia yang datang dengan awan-awan langit. Dia mendekati Yang Lanjut Usianya, dan kepada-Nya diberikan kuasa, kemuliaan, dan kerajaan yang kekal. Penglihatan ini bukan hanya sebuah gambaran kekuasaan, tetapi sebuah panggilan mendalam untuk merenungkan hakikat Kerajaan Allah. Seorang ahli tafsir, Jerome Murphy-O’Connor, dalam bukunya Keys to First Corinthians (2009), mengungkapkan bahwa gelar “Anak Manusia” membawa makna yang tidak hanya terkait dengan kekuatan ilahi, tetapi juga kelemahlembutan yang manusiawi—sebuah simbol yang menjembatani antara Allah yang transenden dan manusia yang terbatas. Penglihatan Daniel memperlihatkan kepada kita bahwa kuasa yang diberikan kepada Anak Manusia bukanlah kekuasaan yang menindas, tetapi kekuasaan yang menuntun umat manusia menuju keselamatan.
Dalam Wahyu 1:5-8, kita melihat Yesus sebagai “Saksi yang setia, yang sulung dari antara orang mati, dan yang berkuasa atas raja-raja bumi.” Yesus yang disalibkan, yang bangkit, adalah wujud nyata dari kasih yang sempurna, kuasa yang direndahkan, dan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Seperti yang disampaikan oleh N. T. Wright dalam The Resurrection of the Son of God (2003), kebangkitan Yesus bukan sekadar peristiwa historis, tetapi adalah penggenapan dari nubuat Daniel. Kristus yang bangkit adalah Raja yang mengatasi semua raja duniawi, namun berbeda dari pemimpin dunia manapun. Kerajaannya tidak dibangun di atas kekuasaan dan kekerasan, melainkan pada kasih dan pengorbanan.
Wahyu Yohanes membawa kita pada janji yang abadi: “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan, dan setiap mata akan melihat Dia.” Ini adalah janji pengharapan yang melampaui segala penderitaan dan kekacauan dunia. Dalam pandangan Raymond E. Brown, seorang teolog ternama, dalam An Introduction to the New Testament (1997), Kitab Wahyu bukanlah sekadar kisah tentang masa depan, tetapi tentang realitas Kerajaan Allah yang telah hadir di tengah-tengah kita, meskipun dalam bentuk yang tersembunyi dan tak terduga. Janji kedatangan Yesus kembali adalah panggilan untuk hidup dengan setia di tengah-tengah dunia yang sering kali penuh dengan kegelapan, menantikan dengan harapan yang tidak pernah padam.
Ketika Yesus berdiri di hadapan Pilatus dalam Yohanes 18:33b-37, Ia menyatakan bahwa Kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Pengakuan ini bukanlah sebuah penghindaran, melainkan pernyataan tentang sifat Kerajaan yang sejati—bukan didasarkan pada kekuasaan politik atau kekuatan militer, melainkan pada kebenaran yang memerdekakan. Hans Urs von Balthasar, dalam bukunya The Glory of the Lord (1982), mengingatkan kita bahwa Yesus, di hadapan Pilatus, menunjukkan paradoks Kerajaan Allah: sebuah kekuasaan yang bukan menaklukkan dengan pedang, tetapi dengan kasih yang rela berkorban. Dalam dialog ini, kebenaran menjadi pusat, dan Yesus adalah Kebenaran itu sendiri yang bersedia menghadapi penolakan dan kematian demi keselamatan dunia.
Tuhan Yesus sebagai Raja Semesta Alam bukanlah raja yang duduk di atas tahta yang megah dan jauh dari penderitaan manusia. Ia adalah Raja yang mengenakan mahkota duri, yang berjalan di antara umat-Nya, yang menderita bersama yang tertindas, dan yang menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang. John P. Meier, dalam A Marginal Jew (1991), menunjukkan bahwa Yesus tidak datang untuk menciptakan Kerajaan yang sama seperti yang dibayangkan oleh dunia—Kerajaan yang memisahkan dan menghakimi. Sebaliknya, Kerajaan-Nya adalah tempat bagi mereka yang tersingkir, mereka yang miskin, mereka yang dianggap tidak berharga oleh dunia.
Kerajaan Yesus adalah sebuah undangan untuk hidup dalam kebenaran dan kasih, meninggalkan segala bentuk kekuasaan yang tidak adil dan memilih jalan salib yang tampak seperti kebodohan bagi dunia. Namun, bagi mereka yang mengenal Dia, inilah kebijaksanaan dan kekuatan Allah. Kasih yang ditawarkan oleh Yesus adalah kasih yang tak bersyarat, yang tidak pernah memaksa, tetapi selalu mengundang. Richard Bauckham, dalam bukunya The Theology of the Book of Revelation (1993), menguraikan bahwa penglihatan tentang Yesus sebagai Raja mengajak kita untuk melihat dunia dengan mata yang baru, melihat bahwa dalam segala kerusakan dan kehancuran, Allah terus bekerja membarui segala sesuatu, membawa kita pada harapan akan langit baru dan bumi baru.
Maka, pada Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam, kita diundang untuk merenungkan makna sebenarnya dari kekuasaan dan kerajaan. Ini adalah undangan untuk mempercayai bahwa, di balik semua kekacauan dan penderitaan, ada tangan kasih yang bekerja dengan penuh kesetiaan. Seperti yang dikatakan oleh Gerald O’Collins dalam Christology (1995), Kerajaan Kristus adalah realitas yang kini telah hadir dan sedang digenapi. Ini adalah panggilan untuk kita semua menjadi bagian dari kerajaan yang tidak mengenal batas, yang merangkul setiap hati yang terbuka untuk menyambut-Nya. Tuhan kita adalah Raja, tetapi Raja yang berbeda dari apa yang dunia pernah bayangkan—seorang Raja yang membawa damai, bukan perang; kasih, bukan kebencian; dan kehidupan yang kekal bagi mereka yang percaya. Kita juga diundang untuk mewujudkan kerajaan itu dalam hidup sehari-hari. Tuhan memberkati. Amin