Rabu, 11 Desember 2024
Di tengah kelelahan hidup yang sering kita rasakan, firman Tuhan hadir seperti oase di padang gurun. Bacaan dari Yesaya 40:25-31 dan Matius 11:28-30 menghadirkan penghiburan yang begitu mendalam. Keduanya mengarahkan kita kepada janji Tuhan yang penuh kasih, menguatkan mereka yang lemah, dan memberikan kelegaan kepada jiwa yang berbeban berat.
Yesaya 40:25-31 menggambarkan Allah sebagai Sang Pencipta yang tidak terbatas oleh waktu atau kekuatan manusia. Dalam nada yang megah, nabi Yesaya bertanya, “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku?” Ayat-ayat ini menyerukan bahwa Allah adalah sumber kekuatan yang tak pernah habis. “Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu,” tetapi “orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapatkan kekuatan baru.” Kata-kata ini menyadarkan kita bahwa dalam keterbatasan kita sebagai manusia, Allah selalu menjadi jawaban atas kelelahan jiwa dan raga kita. Seperti yang ditulis Walter Brueggemann dalam Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocacy (1997), “Yesaya memanggil umat untuk mempercayai kekuatan Allah yang melampaui pengertian mereka, sebuah kekuatan yang menghidupkan dan membangkitkan semangat yang letih.”
Kemudian, dalam Matius 11:28-30, kita mendengar undangan lembut dari Yesus: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Yesus tidak hanya menawarkan istirahat fisik, tetapi juga kelegaan jiwa. Gambaran tentang “kuk” yang dipikul dengan lembut mengingatkan kita akan hubungan intim dengan Kristus yang tidak membebani, melainkan memerdekakan. Menurut William Barclay dalam The Gospel of Matthew (1956), istilah “kuk” di sini menunjukkan hubungan sinergis antara Yesus dan pengikut-Nya, di mana Yesus mengambil beban terbesar dan memberikan kita kekuatan untuk melangkah bersama-Nya.
Kedua bacaan ini saling melengkapi dalam menyampaikan pesan: Allah hadir untuk menopang kita. Yesaya memberikan gambaran Allah yang kuat dan tak terbatas, sedangkan Yesus dalam Injil Matius mengundang kita untuk datang dengan rendah hati kepada-Nya, percaya bahwa Dia memahami beban hidup kita dan siap membawanya bersama kita.
Di dunia yang sering terasa begitu melelahkan dan penuh tekanan, bacaan ini memanggil kita untuk berhenti sejenak. Dalam doa dan permenungan, kita diingatkan bahwa Allah adalah tempat perhentian sejati. Barbara Brown Taylor dalam bukunya An Altar in the World (2009) menegaskan bahwa momen-momen perhentian bersama Allah ini memungkinkan kita melihat dunia dengan perspektif baru. Dalam keheningan itu, kita menemukan kekuatan baru untuk terbang seperti rajawali, sebagaimana dijanjikan dalam Yesaya.
Ketika membaca kedua bacaan ini bersama, kita dibawa pada sebuah perjalanan spiritual—dari pengakuan akan kelemahan manusia menuju pemulihan oleh Allah yang penuh kasih. Dalam Yesaya, kita diingatkan bahwa kekuatan kita berasal dari Allah yang tak pernah lelah. Dalam Matius, kita diajak untuk datang dengan keberanian kepada Yesus, percaya bahwa Dialah yang akan mengangkat beban kita.
Mari kita berjalan dalam hidup ini dengan keyakinan bahwa setiap langkah kita didampingi oleh kasih Allah yang tak terbatas. Dalam tangan-Nya yang penuh kasih, kita menemukan kekuatan untuk bertahan, kelegaan untuk jiwa, dan pengharapan untuk masa depan.
Daftar Pustaka
- Brueggemann, Walter. Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocacy. Minneapolis: Fortress Press, 1997.
- Barclay, William. The Gospel of Matthew. Philadelphia: Westminster Press, 1956.
- Taylor, Barbara Brown. An Altar in the World: A Geography of Faith. New York: HarperOne, 2009.