Nama Yohanes Don Bosco atau Giovanni Melchiorre Bosco mungkin sudah tak asing di telinga umat Katolik. Lahir pada 16 Agustus 1815 di Becchi, Italia, dari keluarga petani sederhana, Don Bosco tumbuh di tengah keterbatasan. Namun, dari desa kecil itulah lahir seorang tokoh besar yang sepanjang hidupnya mendedikasikan diri bagi kaum muda, khususnya mereka yang terpinggirkan.
Dikenal sebagai “Bapa dan Guru Kaum Muda,” Don Bosco hadir di tengah anak-anak jalanan dan remaja miskin di Turin, Italia. Ia melihat mereka bukan sebagai anak-anak nakal, melainkan sebagai jiwa-jiwa yang haus akan kasih, perhatian, dan bimbingan. Dari sanalah lahir misi besar yang kelak mengubah wajah pendidikan dan pastoral kaum muda di seluruh dunia.
Moto Hidup: Da Mihi Animas, Cetera Tolle
Walau tak memiliki semboyan resmi pribadi, Don Bosco dikenal dengan ungkapan Da mihi animas, cetera tolle, yang berarti “Berilah aku jiwa-jiwa, ambillah yang lainnya.” Ungkapan ini bukan sekadar slogan, melainkan menjadi napas hidup dan doa Don Bosco dalam melayani.
Bagi Don Bosco, setiap anak adalah gambaran wajah Kristus yang harus dikasihi dan didampingi. Pandangannya ini sejalan dengan sabda Yesus dalam Injil Markus 10:14:
“Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”
Sistem Preventif: Pendidikan Tanpa Kekerasan
Dalam dunia pendidikan saat itu, hukuman fisik dan metode keras lazim digunakan. Don Bosco hadir dengan pendekatan berbeda yang ia sebut Sistem Preventif, yaitu pendidikan berbasis akal budi, agama, dan kasih sayang.
Baginya, disiplin lahir bukan dari ketakutan, melainkan dari hubungan penuh cinta dan kepercayaan antara pendidik dan anak didik. Prinsip ini selaras dengan ajaran Matius 7:12:
“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.”
Lebih dari itu, Don Bosco selalu mengingatkan bahwa kekudusan bukanlah beban, melainkan sukacita. Ia kerap mengatakan,
“Sukacita adalah tanda hati yang mencintai Tuhan.”
Ia mengajak anak-anak untuk menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan: bermain, belajar, dan berdoa.
Paus Fransiskus dalam Christus Vivit (CV 132) pun menegaskan hal senada,
“Tuhan adalah sukacita kaum muda dan menuntun mereka untuk berkembang dalam kebaikan.”
Karya Pastoral yang Kontekstual dan Relevan
Sebagai imam, pendidik, dan sahabat kaum muda, Don Bosco tidak sekadar mengajar teori iman. Ia terjun langsung ke jalanan, ke lorong-lorong miskin di Turin, dan hadir di tengah anak-anak yang tersisih.
Ia menjawab kebutuhan nyata mereka: menyediakan pendidikan, perlindungan, tempat tinggal, dan pendampingan rohani. Tanpa memaksakan aturan kaku, Don Bosco membentuk komunitas yang ramah dan terbuka, di mana setiap anak merasa diterima, dihargai, dan didorong untuk bertumbuh dalam iman.
Pendekatan ini menjadikan karya pastoralnya tetap relevan hingga kini. Don Bosco memberikan teladan kepemimpinan yang membumi, menyentuh hati, dan meninggalkan warisan pelayanan yang terus hidup di berbagai belahan dunia.
Don Bosco: Lebih dari Sekadar Nama
Nama lahirnya adalah Giovanni Melchiorre Bosco. Gelar “Don” disematkan sebagai panggilan kehormatan bagi imam Katolik di Italia. Kini, sebutan Don Bosco bukan hanya merujuk pada sosok pribadi, tetapi menjadi simbol semangat cinta kasih, kepedulian, dan pengharapan bagi kaum muda di seluruh dunia.
Warisan ini diteruskan lewat Kongregasi Salesian dan komunitas Putera-Puteri Maria Penolong Umat Kristiani yang ia dirikan. Sekolah, asrama, dan pusat pastoral yang mengusung nama Don Bosco tersebar di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Pemimpin yang Mengubah Zaman
Don Bosco bukan sekadar pendidik. Ia adalah pemimpin profetik yang mampu melihat harapan di balik tatapan anak-anak yang nyaris kehilangan masa depan. Dengan kasih, sukacita, dan iman kepada Kristus, ia membebaskan banyak anak muda dari jalanan menuju kehidupan yang lebih layak.
Semangatnya masih terasa hingga kini, menjadi inspirasi bagi siapa pun yang terpanggil melayani kaum muda. Don Bosco mengajak kita untuk menjadi terang di tengah kegelapan, pembawa harapan di tengah keputusasaan, dan pemimpin yang membimbing sesama menuju Kristus.
Pertanyaan sederhana tapi mendalam pun tersisa:
Apakah kita siap menjadi agen perubahan seperti Don Bosco?
Kini, saatnya meresapi semangatnya dan mewujudkan kepemimpinan yang penuh harapan, sukacita, dan pengharapan untuk generasi masa depan.
Daftar Pustaka:
Kitab suci (Matius 7:12, Markus,)
Dokumen Gereja Gravissimum Educations (Deklarasi Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen)
Dokumen Gereja Christus Vivit (CV 132)