By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Inigo WayInigo WayInigo Way
Notification Show More
Font ResizerAa
  • Home
  • IGNASIANA
    IGNASIANA
    Segala hal tentang spiritualitas ignasia
    Show More
    Top News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    11 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    9 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    11 months ago
    Latest News
    Jangan Bosan, Ya. Paus Sudah Pulang, Tapi Spektrum Tuhan Masih Terus Broadcast
    11 months ago
    Melihat Ibuku Seperti Memandang Tuhan yang Tak Pernah Libur
    9 months ago
    Kita Adalah Para Pemancar Tuhan
    11 months ago
    Paus Tiba di Indonesia dalam Suasana Sederhana
    11 months ago
  • IDEA
    IDEAShow More
    Yesaya 53: Hamba yang Menderita dan Rahasia Pendamaian
    2 days ago
    Hati Mahakudus Yesus Bukan Monumen Nostalgia
    2 months ago
    Pemetaan Tantangan dan Peluang
    2 months ago
    Scrolling Tuhan: Ketika Gen Z Menemukan Injil di Ujung Jari
    2 months ago
    Tambang Nikel di Raja Ampat: Ironi Transisi Energi dan Ancaman terhadap Surga Biodiversitas
    2 months ago
  • GEREJA SEMESTA
    GEREJA SEMESTAShow More
    Dari Istana ke Jalanan: Kepemimpinan Paus Fransiskus yang Mengakar di Hati Kaum Kecil
    2 months ago
    Kepemimpinan yang Inklusif: Membangun Jembatan di Tengah Perpecahan
    2 months ago
    Leading with an Open Heart: Kepemimpinan Santa Teresa dari Kalkuta untuk Dunia yang Terluka
    2 months ago
    Misi, Martabat, dan Kasih: Kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II sebagai Cermin Pemimpin Kristiani Sejati
    2 months ago
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    2 months ago
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
    • SBS
    KOMUNITAS
    Show More
    Top News
    Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
    2 months ago
    Pertemuan Bapa Suci dengan Anggota Serikat Yesus, Hangat dan Menggembirakan
    3 months ago
    Di Gunung Ungaran, Saya Menemukan Tuhan
    3 months ago
    Latest News
    Sesawi (Bisa) Menjadi “Keluarga Kedua” bagi Anggotanya
    2 weeks ago
    Keluarga Rohani Bernama Paguyuban Sesawi
    4 weeks ago
    Diterima Tanpa Syarat, Disapa dengan Kasih
    4 weeks ago
    Ada Kebahagiaan yang Tak Bisa Dibeli
    4 weeks ago
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
  • KOLOM PENDIDIKAN
    KOLOM PENDIDIKAN
    Show More
    Top News
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    3 months ago
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    2 months ago
    Latest News
    Menggali Kepemimpinan Perempuan dalam Cahaya Iman: Inspirasi dari Ratu Elizabeth II
    2 months ago
    Kehadiran dan Kemurahan Hati
    3 months ago
Reading: Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
Share
Font ResizerAa
Inigo WayInigo Way
  • IGNASIANA
  • IDEA
  • GEREJA SEMESTA
  • YAYASAN SESAWI
  • STP BONAVENTURA
  • KOLOM PENDIDIKAN
Search
  • Home
  • GEREJA SEMESTA
    • Ajaran Gereja
    • Paus
    • Sejarah Gereja
    • Tradisi Gereja
  • IDEA
    • Homili
    • Refleksi
    • Renungan
    • Syair
  • IGNASIANA
    • Latihan Rohani
    • Riwayat Ignatius
    • Sahabat Ignatius
    • Surat-surat Ignatius
  • KOMUNITAS
    • The Jesuits
    • Paguyuban Sesawi
  • Yayasan Sesawi
  • STP Bonaventura
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Advertise
© 2024 Inigo Way Network. Sesawi Foundation. All Rights Reserved.
Inigo Way > Petrus Faber > KOMUNITAS > Paguyuban Sesawi > Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
KOMUNITASPaguyuban Sesawi

Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit

Retno Wulandari
Last updated: July 1, 2025 6:31 am
By Retno Wulandari 2 months ago
Share
5 Min Read
Retno Wulandari (kiri) dan Abdi Susanto di Provinsialat SJ. Foto: Dokpri
SHARE

Saya mengenal Paguyuban Sesawi untuk pertama kalinya lewat jalan hidup yang tidak saya sangka: melalui pernikahan saya dengan Gabriel Abdi Susanto, seorang mantan anggota Serikat Jesus (SJ), pada tahun 2003.

Kami bertemu hanya beberapa bulan setelah ia keluar dari Serikat Jesuit. Perkenalan kami singkat namun dalam—enam bulan setelah kenal, kami bertunangan; enam bulan kemudian, kami menikah.

Sejak saat itu, telinga saya mulai terbiasa dengan istilah-istilah asing bagi saya waktu itu—AMDG, Agere Contra, pembedaan roh, dan berbagai konsep spiritualitas Ignatian lainnya. Semuanya perlahan-lahan mengubah cara saya memandang hidup dan iman.

Saya juga mulai mengenal para istri dari mantan anggota SJ lainnya, dan dari obrolan sehari-hari kami, muncul benang merah karakter para suami yang menarik untuk direnungkan. Mereka ini, meski unik satu per satu, cenderung memiliki kesamaan:

  1. Disiplin tinggi
  2. Sangat tepat waktu
  3. Selalu merasa benar (alias sulit didebat)
  4. Pekerja keras, sampai terkesan hidup dalam dunianya sendiri
  5. Tidak romantis
  6. Enggan membicarakan orang lain
  7. Tidak mudah terkena FOMO
    … dan masih banyak lagi.

Tentu saja, sifat-sifat ini tidak selalu mudah diterima. Saya pun sering dibuat jengkel. Tapi semakin saya mengenal suami saya, semakin saya sadar bahwa sifat positifnya jauh lebih dominan.

Bagi saya, dia adalah seorang pejuang kebenaran. Ia tidak bisa diam melihat ketidakadilan, berita hoaks, atau asumsi yang dibangun tanpa dasar. Ia berani bersuara dan tidak ragu untuk berdebat demi meluruskan sesuatu, tanpa memandang siapa lawan bicaranya—lebih tua, atasan, bahkan tokoh penting pun bisa dia tanggapi dengan tenang tapi tegas.

Dalam hidup sehari-hari, ia juga menjadi mentor spiritual saya. Ia tidak hanya berbicara soal prinsip, tetapi menghidupinya.

Saya sendiri, sejak awal, bukan pribadi yang terbiasa dengan ketegasan dan kerasnya cara berbicara. Saya lebih suka disayang, didekati dengan kelembutan. Tapi justru saya mendapatkan pasangan yang sebaliknya. Awalnya tentu tidak mudah. Tapi dari situ saya belajar bahwa Tuhan tidak keliru.

Saya yakin Tuhan memilihkan dia sebagai suami saya agar saya berubah—agar saya tumbuh. Bahwa hidup bukan sekadar menerima kasih, tapi juga belajar memberi, mengampuni, menguatkan, dan bertahan.

Ada masa-masa berat yang tak akan saya lupakan. Pernah suatu malam, sekitar pukul 11, saya harus pergi belanja ke pasar seorang diri. Suami saya sudah terlelap. Rasanya seperti sendirian dalam hidup rumah tangga ini. Bahkan, pernah ketika saya sakit dan harus rawat jalan ke rumah sakit, saya tetap harus jalan sendiri. Suami saya saat itu lebih memilih hadir di rapat redaksi yang menurutnya sangat penting. Saya dipapah oleh satpam rumah sakit, bukan oleh pasangan hidup saya sendiri.

Tapi di balik semua itu, perlahan saya melihat cara Tuhan membentuk saya: dari perempuan yang dulu manja dan tergantung, menjadi sosok yang lebih mandiri, lebih tegar, bahkan berani.

Saya juga belajar untuk marah, untuk bersuara, dan untuk berdiri atas kaki sendiri. Bagi saya, itu semua adalah bentuk rahmat.

Satu hal yang konsisten kami jalani bersama adalah kebiasaan makan pagi dan malam bersama. Di momen itu, suami saya sering berbagi—tentang pekerjaan, pandangan hidup, hingga mengajak saya merenungkan hari yang telah saya jalani. Ia sering bertanya: “Apa refleksimu hari ini?”

Saya akui, meski sudah diajari berkali-kali tentang bagaimana membuat refleksi ala Ignasian, saya tetap sering kesulitan. Tapi ia sabar. Ia tetap mengajak saya untuk belajar. Karena bagi dia, spiritualitas bukan sekadar teori, tapi jalan hidup.

Dua puluh dua tahun hidup bersama seorang mantan Jesuit adalah perjalanan yang penuh warna. Tidak selalu mudah, tapi sangat memperkaya. Saya belajar banyak—tentang hidup, iman, dan diri saya sendiri. Bahkan secara fisik pun saya ikut “bertumbuh”… hehe.

Dan di tengah perjalanan ini, Paguyuban Sesawi menjadi bagian penting dalam hidup saya. Melalui relasi dan kebersamaan bersama para istri dan keluarga besar Sesawi, saya merasa dikuatkan. Ada rasa senasib, ada saling pengertian yang tak bisa dibeli. Bersama mereka, saya belajar menjadi perempuan tangguh yang siap berjalan terus, meski kadang tertatih.

Selamat ulang tahun yang ke-25 untuk Paguyuban Sesawi. Teruslah menjadi tempat tumbuh bagi para mantan Jesuit dan keluarganya. Terus berkarya untuk keselamatan jiwa-jiwa.

AMDG. Tuhan Yesus memberkati.

You Might Also Like

Di Sinai, Kita Adalah Pengembara yang Gemetar

Maria Bunda Allah

Iman Bukanlah Pelarian dari Kenyataan

Kisah Anak yang Hilang Bukan Hanya Tentang Si Bungsu

Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat

TAGGED:Agere ContraAMDGdukungan komunitasheadlineistri mantan SJkarakter suamiketegasankomunitas sesawimakan bersamamandirimantan Jesuitmentoring spiritualpaguyuban sesawipembedaan rohpendamping hidupperjalanan hidupperjuangan perempuanperjuangan rumah tanggapernikahanpertumbuhan imanperubahan dirirahmat Tuhanrefleksi harianserikat jesusSesawispiritualitas Ignatianulang tahun Sesawi
Share This Article
Facebook Twitter Email Print
Share
By Retno Wulandari
Follow:
Business Manager di Skills.Id, Topcaree.Id, dan PT Permata Indonesia Sejahtera
Previous Article Hati Mahakudus Yesus Bukan Monumen Nostalgia
Next Article Dari Komunitas ke Semesta Diri
3 Comments
  • Berkah says:
    July 1, 2025 at 4:39 am

    Bagus mbak Wulan. perlu ditambahi sharing mertua. mantan Yesuit.ha, ha,
    ha
    ..

    Reply
  • Eugenius Laluur says:
    July 1, 2025 at 4:50 pm

    Wow, keren sekali refleksi nya mbak Wulan. Senang membacanya. 👍🙏💪🔥🇮🇩

    Reply
    • Mamiek S. says:
      July 2, 2025 at 12:01 am

      mba Wulan, makasih ya sharingnya. Nampak sekali bahwa banyak yg benar dari apa yg sudah disharingkan. Semakin menguatkan saya bahwa Tuhan selalu hadir dalam kehidupan kita melalui keluarga kecil kita.
      Sesawi jadi penguat saya di kala rapuh dan menjadi ajang berbagi suka.

      Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Yesaya 53: Hamba yang Menderita dan Rahasia Pendamaian
  • Sesawi (Bisa) Menjadi “Keluarga Kedua” bagi Anggotanya
  • Keluarga Rohani Bernama Paguyuban Sesawi
  • Diterima Tanpa Syarat, Disapa dengan Kasih
  • Ada Kebahagiaan yang Tak Bisa Dibeli

Recent Comments

  1. Mamiek S. on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  2. Eugenius Laluur on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  3. Berkah on Refleksi 22 Tahun Menjalani Hidup Bersama Seorang Mantan Jesuit
  4. Eugenius Laluur on Pelajaran Pahit dari Kepercayaan yang Salah Tempat
  5. Fidelia on Di Balik Asap Putih, Aku Melihat Diriku
Inigo WayInigo Way
Follow US
© 2024 Inigo Way Network. Member of Yayasan Sesawi and Paguyuban Sesawi. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?